Bagai menunggu hujan berkelir jatuh membasahi kota. Berharap kepala polisi mampu memberantas judi, peredaran narkoba, dan prostitusi tingkat tinggi.
Hujan berkelir bukan tangisan langit berhiaskan pelangi, tetapi cairan berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu, jatuh dari mendung kelabu yang pilu.
Keberanian, tepatnya ketulusan, kepala polisi berikut jajarannya untuk menghilangkan kejahatan yang telah mengakar, membelit, dan mengeroposkan sendi-sendi kehidupan warga kota telah musnah. Satu hal yang awalnya mungkin sekarang merupakan barang mustahil.
Namun harapan di balik gedung-gedung menjulang, di atas jalan-jalan protokol, di rumah-rumah gedongan, di pasar-pasar, dan pada petak-petak kumuh kini bersemi kembali.
Dilantiknya kepala polisi baru menghadirkan harapan. Mengganti kepala polisi lama yang tidak becus mengatasi persoalan menggurita.
Belum sempat bersalin seragam pelantikan, kepala polisi baru membuat gebrakan dahsyat. Suaranya menggelegar. Lantang memerintahkan seluruh lini yang berada di bawah komandonya untuk bergerak cepat, dengan persenjataan lengkap.
"Sikaaaaaaat....!!!"
Komando tegas menggerakkan gelombang operasi sistematis, masif, dan terstruktur untuk menumpas penyakit yang selama ini meresahkan masyarakat.
Para gembong judi berikut pesertanya diperangi. Pengedar narkoba beserta penggunanya digusur ke kantor polisi. Germo dan pelaku prostitusi diciduk. Daerah-daerah diduga sebagai tempat kegiatan judi, perputaran narkotika, dan transaksi prostitusi digeruduk tanpa ampun oleh pasukan polisi.
Membuat masyarakat kota terperangah sekaligus menyampaikan rasa kagum. Tiada pernah sekalipun kepala-kepala polisi sebelumnya berlaku keras terhadap pelaku kejahatan itu. Aparat sebelumnya berlaku terlalu permisif.