Pemberantasan perjudian secara masif oleh kepolisian menimbulkan spekulasi, bahwa selama ini FS membekingi para bandar judi yang membentuk semacam konsorsium. Setoran dari mafia kejahatan yang melibatkan uang dalam jumlah fantastis. Bisa jadi melibatkan banyak pihak yang berkaitan dengan pasal 303. Siapa sangka?
Secara kasat mata, kehidupan pribadi FS demikian bergelimang harta yang sulit dicapai, jika hanya mengandalkan gaji dan tunjangan sebagai pejabat polri. Oleh karena itu, sebagian masyarakat berspekulasi, kekayaan didapat dari hasil membekingi tindak kejahatan kelas kakap.
Namun demikian tiada seorang pun dapat membuktikannya.
Saya pernah terlibat dalam tindak penyuapan kepada pejabat pengadaan di instansi tertentu. Memang ceritanya sangat rempeyek dibandingkan kisah konsorsium 303 FS.
Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pemborong, dalam mendapatkan proyek "harus" mengeluarkan uang. Menyogok pejabat dan panitia pengadaan, pemeriksa, dan pihak terlibat langsung di seputar pengadaan proyek.
Jumlahnya variatif, tergantung kebiasaan dan kesepakatan. Semua pembayaran dilakukan secara tunai, kecuali dalam keadaan tertentu.
Itu pun melalui mekanisme pengiriman lewat "tangan" orang lain. Satu contoh, mendadak kepala satu instansi pemerintah memerlukan uang. Posisinya di luar kota. Ia mengirim nomor rekening milik orang kepercayaan/ajudannya.
Saya minta tolong OB kantor salah satu anggota konsorsium, agar transfer uang seratus juta dengan cara RTGS (Real Time Gross Settlement) melalui rekeningnya. Tidak sampai 4 jam, uang patungan tersebut tiba di rekening tujuan (beda Bank).
Transaksi lainnya berlangsung dengan cara tunai. Untuk nilai di bawah sepuluh juta rupiah, dimasukkan ke dalam amplop dan diserahkan di kantor pejabat bersangkutan. Di atas itu, disimpan di dalam kantong keresek hitam. Diserahkan di tempat sesuai kesepakatan dan berlangsung cepat.
Semua transaksi tunai, berapa pun jumlahnya, dilaksanakan tanpa ada tanda terima, catatan, dan percakapan via telepon. Kesepakatan lisan terjadi saat tatap muka.