Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Isu Konsorsium 303, Rahasia Umum yang Sulit Dibuktikan

23 Agustus 2022   06:57 Diperbarui: 23 Agustus 2022   07:00 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ferdy Sambo (tengah) usai pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (4/8/2022) | ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc. Melalui kompas.com

Isu konsorsium 303 muncul di tengah proses penyidikan Ferdy Sambo dkk dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Rahasia umum yang sangat sulit dibuktikan!

Pihak polri telah mengetahui beredarnya bagan konsorsium 303 melalui medsos. Isu tersebut sedang didalami oleh Direktorat (Dit) Siber Bareskrim, demikian kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo (sumber).

Penembakan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat terjadi lebih dari satu bulan lalu. Lima tersangka telah ditetapkan, yaitu Bharada E, Brigadir RR, KM, Ferdy Sambo, dan PC (sampai dengan tanggal 19/08/2022). Mungkin bisa bertambah. Sebanyak 83 polisi sedang diperiksa, menurut keterangan Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto (sumber).

Sedangkan motif yang melatarbelakangi penembakan tersebut belum diungkap sampai sekarang.

Lamanya proses investigasi telah memunculkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat, dari persoalan penyimpangan hingga motif terkait penemuan uang dalam jumlah fantastis. Paling akhir, berhubungan dengan konsorsium 303.

Secara umum konsorsium diartikan sebagai kesepakatan bersama untuk menyelesaikan suatu proyek, baik dalam pembiayaan maupun porsi pekerjaan. Biasanya dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang tidak membentuk entitas usaha baru. Berbeda dengan joint venture.

Sedangkan angka 303 merujuk Pasal 303 KUHP tentang hukuman tindak pidana perjudian. Kode 303 bagi kepolisian adalah menunjuk ke perbuatan judi.

Istilah konsorsium 303 mengemuka setelah sebelumnya Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan tidak akan segan mencopot pejabat Polri yang terlibat kegiatan perjudian. 

Kapolri meminta jajarannya agar memberantas peredaran narkotika, perjudian (konvensional maupun online), pungli, illegal mining, penyalahgunaan BBM dan elpiji, sikap arogan serta keberpihakan anggota (beking) dalam menangani perkara hukum di masyarakat (sumber).

Selama bulan Agustus, sejumlah markas judi online digerebek polisi di berbagai daerah berbeda, antara lain: Deli Serdang Sumatera Utara (omzet 630 miliar per-hari); Badung Bali; Tanjung Pinang Kepulauan Riau. 

Ilustrasi judi online oleh besteonlinecasinos dari pixabay.com
Ilustrasi judi online oleh besteonlinecasinos dari pixabay.com

Pemberantasan perjudian secara masif oleh kepolisian menimbulkan spekulasi, bahwa selama ini FS membekingi para bandar judi yang membentuk semacam konsorsium. Setoran dari mafia kejahatan yang melibatkan uang dalam jumlah fantastis. Bisa jadi melibatkan banyak pihak yang berkaitan dengan pasal 303. Siapa sangka?

Secara kasat mata, kehidupan pribadi FS demikian bergelimang harta yang sulit dicapai, jika hanya mengandalkan gaji dan tunjangan sebagai pejabat polri. Oleh karena itu, sebagian masyarakat berspekulasi, kekayaan didapat dari hasil membekingi tindak kejahatan kelas kakap.

Namun demikian tiada seorang pun dapat membuktikannya.

Saya pernah terlibat dalam tindak penyuapan kepada pejabat pengadaan di instansi tertentu. Memang ceritanya sangat rempeyek dibandingkan kisah konsorsium 303 FS.

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan pemborong, dalam mendapatkan proyek "harus" mengeluarkan uang. Menyogok pejabat dan panitia pengadaan, pemeriksa, dan pihak terlibat langsung di seputar pengadaan proyek.

Jumlahnya variatif, tergantung kebiasaan dan kesepakatan. Semua pembayaran dilakukan secara tunai, kecuali dalam keadaan tertentu.

Itu pun melalui mekanisme pengiriman lewat "tangan" orang lain. Satu contoh, mendadak kepala satu instansi pemerintah memerlukan uang. Posisinya di luar kota. Ia mengirim nomor rekening milik orang kepercayaan/ajudannya.

Saya minta tolong OB kantor salah satu anggota konsorsium, agar transfer uang seratus juta dengan cara RTGS (Real Time Gross Settlement) melalui rekeningnya. Tidak sampai 4 jam, uang patungan tersebut tiba di rekening tujuan (beda Bank).

Transaksi lainnya berlangsung dengan cara tunai. Untuk nilai di bawah sepuluh juta rupiah, dimasukkan ke dalam amplop dan diserahkan di kantor pejabat bersangkutan. Di atas itu, disimpan di dalam kantong keresek hitam. Diserahkan di tempat sesuai kesepakatan dan berlangsung cepat.

Semua transaksi tunai, berapa pun jumlahnya, dilaksanakan tanpa ada tanda terima, catatan, dan percakapan via telepon. Kesepakatan lisan terjadi saat tatap muka.

Saya pernah menyerahkan Rp150 juta kepada pejabat pengadaan pada gelapnya malam di pinggir kota yang sepi. Dua pihak membuka jendela mobil, berbincang sebentar. Serah terima kantong keresek. Selesai. Lalu dua mobil meluncur berbeda arah.

Dengan tidak adanya catatan, tanda terima, dan jejak percakapan, maka transaksi suap menyuap tersebut sulit terdeteksi. Kecuali tertangkap tangan.

Berkaca dari pengalaman di atas, aliran dana suap berlangsung tertutup di bawah permukaan. Sangat sulit dibuktikan. Tidak ada alat bukti cukup untuk menyatakan telah terjadi persekongkolan jahat.

Ia melibatkan pribadi-pribadi maupun konsorsium yang membiayai perolehan proyek. Tindakan suap tersebut tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan sebagai rahasia umum.

Ia menjadi rahasia umum yang sangat sulit dibuktikan, termasuk --saya kira--- membuktikan eksistensi konsorsium 303. 

Kecuali tokoh utama "bernyanyi" secara gamblang, apabila yang bersangkutan dalam posisi nothing to lose: benar-benar terancam hukuman mati dan tidak ada yang menolongnya!

Barangkali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun