"Silakan cicipi. Cuman makanan sederhana."
Padahal saya tidak memesannya. Namun demikian, saya menyantap nasi, tumis daun labu, dan rempeyek rebon (udang kecil) sampai habis. Enak. Perut terlalu kenyang untuk menambah bahkan satu potong gorengan lagi.
Usai melepas penat dan rampung menuangkan gagasan, saya bangkit hendak membayar.
"Berapa semuanya? Nasi sayur dan rempeyek, satu pisang goreng, dan kekurangan kemarin seribu rupiah."
"Dua ribu."
"Hah? Terus, makanannya?"
"Bonus untuk langganan. Pak haji sudah berkali-kali berbuat kebaikan."
Bu Miskem menyebut saya "pak haji " padahal sekalipun saya belum berangkat ke tanah suci.
Pemilik warung mengingatkan bahwa beberapa kali saya membayari makanan penjual koran atau penjaja keliling yang sedang beristirahat. Juga memberikan uang receh kepada peminta-minta.
Menurutnya, perbuatan tersebut adalah wujud kebaikan.
Saya melihat, loper koran, penjaja keliling di atas masing-masing hanya mengambil sepotong penganan dan minum segelas air. Sedangkan perjalanan mereka menjajakan dagangan masih sangat berjarak. Entah sampai berapa jauh.