Dengan menyerap energi, seraya kumkum di bagian kali tidak terlalu deras. Pada malam hari, baik laki-laki maupun perempuan, berendam berjam-jam dengan hikmat melangitkan niat . Memakai pakaian lengkap bagi yang membawa baju cadangan, atau menggunakan baju renang.
Jangan menanyakan dinginnya. Coba saja sendiri! Bagi yang bersungguh-sungguh, merendam diri di malam hari tidak merasakan suhu rendah menggigit tulang.
"Larungkan harapan pada aliran sungai," sepertinya seorang pemimpin dari sekumpulan pengikut bergumam.
"Iyakah?"
"Asalkan berniat tulus, melakukan dengan serius, maka penyakit akan diangkat, keinginan-keinginan dikabulkan, kesulitan akan menemukan jalan keluarnya sendiri."
Aku banyak bertanya. Lelaki berambut kuncir itu pun banyak menjawab.
Malam masih panjang untuk melakukan ritual sesuai arahan. Pada harapan paling pucuk, aku menulis di sepotong kertas bekas bungkus, pada bagian kosong, angka satu diikuti banyak nol. Melipat menjadi empat. Melemparkan ke air deras.
Setelah bergulung-gulung terbawa arus menabrak-nabrak batuan, kertas lenyap dari pandangan.
Tiba-tiba beban terasa hilang. Langkah pulang menjadi ringan. Aku kembali menghadapi kenyataan. Realitas hidup pahit.
Semenjak keluar dari pekerjaan dalam masa pandemi kemarin, aku bekerja serabutan. Menjalankan berbagai usaha demi menghidupi keluarga.
Keputus-asaan mencekik, ketika aku memperoleh pencerahan yang mengantarkan ke Sungai Harapan. Sebuah jalan keluar alternatif bagi pemuja keinginan.