"Ooooh..."
"Telurnya pun bernilai tinggi."
Aku mencomot paha ayam bakar. Mengambil sejumput kangkung rebus hasil panen. Menambah sambal dadak yang sekejap menyengat mulut, tapi kemudian muncul rasa enak yang membuat ketagihan. Sejenak aku membaui ayam sedang digoreng.
Selanjutnya ia menjelaskan, makanan ayam kampung berasal dari bahan alami. Tidak sedikit pun mengandung unsur kimiawi. Masyarakat menggandrungi olahan ayam kampung tanpa pakan buatan.
"Beternak ayam buras merupakan bisnis menjanjikan!"
Aku mengangguk-angguk seraya menyeka cabai berikut rombongan yang tertinggal di bibir.
"Hayo, habiskan ayam bakarnya! Masih ada ayam goreng."
***
Hampir setahun aku tidak ke tempat kawan yang cerewet, namun kadang memicu rasa kangen itu. Ah, sebetulnya aku juga ingin makan enak di rumahnya, seraya memandang peternakan dan kebun yang mendamaikan hati.
Pada satu sore, aku menyempatkan diri mengunjunginya. Sepi mengalir. Semilir angin mengantarkan wangi yang sangat kukenal. Aroma daging bakar! Aku mengetuk pintu.
"Kebetulan. Ayo ke dalam, lagi bakar sate nih."