Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lari dari Gaduh Menuju Sepi

30 Januari 2022   07:59 Diperbarui: 30 Januari 2022   08:00 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kota Besar yang Gaduh oleh SpiritBunny dari pixabay.com

"Ergh..... tidak tentu. Kadang sibuk. Lebih banyak diam menyantap angin."

"Mau gak bergabung...? Bekerja di Kota Besar tidak boleh nanggung. Menjadi orang baik sekalian yang bertahan hidup bersama idealisme. Atau menjadi jahat sama sekali dengan mengabaikan kemanusiaan."

Mata Tegar Taqwa tercengang. Tak lama setelah menyisakan ampas kopi, pria gempal beranjak meninggalkan bungkus rokok yang masih terisi setengahnya. Tegar Taqwa dengan gugup mengambilnya dan segera bangkit.

Tak lama setelah bergabung, Tegar Taqwa dijuluki John Item oleh pria gempal. Ternyata ia pemimpin tertinggi dari salah satu kelompok disegani di kota besar. John Item berjodoh dengan kelompok itu.

Kemahiran dan keterampilan yang tekun dipelajari di kampung halaman sangat berguna, demi membesarkan nama kelompok. Awalnya nama John Item berkibar terbatas di kawasan Distrik Merah Bongkaran, lalu menyebar ke distrik lain di Kota Besar.

Petualangan demi petualangan membuat namanya tenar. Nyaris menandingi nama besar pria gempal yang amat bangga dengan John Item. Sampai kemudian muncul persengketaan sebagai embrio dari kemelut berkepanjangan.

Gejolak memuncak. Pria gempal tertembak mati dalam sebuah kericuhan yang kacau balau. John Item lari dari kegaduhan. Dengan sisa-sisa kekuatan hengkang dari prahara dan marabahaya. Terengah-engah meruntuhkan empat, lima, lawannya.

Tetesan bak biji jagung mengantarnya masuk ke dalam bus untuk tujuan kota kecil. Kampung halaman berlatar belakang gunung Salak yang biru pada saat pagi hari yang cerah. 

***

Sepasang suami istri paruh baya tinggal di rumah kelas menengah. Anak-anaknya telah berkeluarga. Rumah terasa luas. Terasa sepi. Sepeninggal orang tua, mereka merupakan orang tua kedua yang merawatnya demi menamatkan Sekolah Menengah.

Sudah lama, mungkin enam atau tujuh bulan lalu, mereka mengundang Tegar Taqwa untuk menginap di rumahnya. Namun waktu itu kesibukan di Kota Besar membuatnya menunda rencana. Baru sekarang tujuan Tegar Taqwa ke sana untuk menenangkan diri dari kegaduhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun