Sebagian pengguna mengaku keberatan. Kenaikan tarif KRL dirasakan berseberangan dengan semangat penggunaan transportasi umum bertarif murah.
Terinformasi, Direktorat Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan sedang mengkaji usulan kenaikan tarif Kereta Api Listrik dari Rp 3.000 menjadi Rp 5.000.Â
Rencana kenaikan tarif KRL yang akan diterapkan pada tanggal 1 April 2022 meliputi, tarif dasar pada perjalanan 25 kilometer pertama. Sedangkan pengenaan tarif untuk setiap 10 kilometer selanjutnya tetap Rp 1.000.
Selengkapnya dapat dibaca di sini.
Tarif murah adalah kata kunci bagi pengguna kereta api listrik untuk bepergian ke lain daerah, dalam rangka: bekerja, berdagang, sekolah, dan keperluan lainnya. Dulu saya menggunakan jasa angkutan murah itu dari Bogor ke Jakarta. Murah.
Jangan bayangkan KRL waktu itu nyaman seperti sekarang dengan penumpang tertib. Ia merupakan angkutan yang terseok-seok menggendong penumpang melebihi kapasitas. Bahkan yang naik di atas atap pun berjibun.
Mengingat pengalaman menumpang KRL pada masa itu membuat saya tersenyum. Begini kisah-kisah yang berhasil diingat. Maklum, isi memori luntur seiring dengan tragedi kesehatan yang menimpa.
Murah Banget
Tinggal memilih cara bayar. Membeli karcis di loket resmi dengan harga murah sekali. Saya lupa berapa persisnya. Tiada moda transportasi darat yang mampu menandingi. Bebas macet pula.
Selain menebus ongkos di loket resmi, penumpang bisa melakukan pembayaran di atas gerbong kepada pemeriksa karcis. Biaya dikeluarkan lebih murah lagi, yakni sebesar "tau sama tau" rupiah. Caranya, uang kertas receh terlipat di dalam genggaman diserahkan kepada kondektur disertai senyuman.
Bahkan mereka yang bernyali tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun, dengan naik ke atas atap sembari menghirup udara (angin dari laju kereta) segar. Bisa juga kucing-kucingan dengan aparat.
Beberapa kali petugas berupaya membendung agar penumpang tidak menaiki atap gerbong. Salah satunya adalah membuat hambatan berupa konstruksi besi di setiap stasiun. Tidak juga mampu menahan serbuan penumpang ke atap. Mereka naik melalui jendela setelah kereta berjalan.
Padat
Pada waktu-waktu sibuk, para penumpang berjubel. Bisa duduk adalah suatu kemewahan. Begitu nyamannya sehingga penumpang duduk tertidur selama perjalanan, meski di hadapannya berdiri wanita atau orang lansia. Ajaibnya, ia terbangun menjelang stasiun dituju.
Saya beruntung bisa berdiri di atas dua kaki, terjepit di antara para penumpang yang satu tangannya bergelantung pada handle grip. Semakin lama perjalanan semakin tercium aroma tujuh rupa.
Pengap
Berdesakan lebih-lebih dari ikan pindang disusun di dalam keranjang, tentu saja oksigen amat renggang. Untuk itu sebagian penumpang berinisiatif membuka semua jendela dan pintu --yang perangkat otomatisnya sudah lenyap---dengan lebar-lebar. Mereka bisa leluasa merokok. Oh ya, waktu itu tidak ada larangan untuk merokok di dalam gerbong KRL.
Udara pengap bisa lebih adem manakala turun hujan. Penumpang di sekitar jendela dan pintu terbuka siap-siap menadah limpasan air dari langit. Bisa sih menyingkir ke bagian tengah gerbong, jika KRL telah melewati stasiun Depok menuju Bogor.
Supermarket Berjalan
Beredar berbagai komoditas di dalamnya. Peniti, racun tikus, tisu, korek kuping, mainan anak, selampai, serbet, dan banyak lagi. Harganya lebih murah dibanding barang serupa di warung.
Juga tersedia tahu goreng dicabein, slondrok, permen, mijon, minuman mineral, gemblong. Pokoknya camilan pengganjal lapar dan minuman pereda haus. Belum lagi penjual buah musiman, kecuali durian dan buah rentan remuk.
Beragam Penumpang
Pada jam sibuk, KRL dipadati oleh para pegawai (kantoran maupun toko) serta anak kuliahan dan sekolahan. Di antaranya bervariasi jenis penumpang, termasuk copet.
Di luar waktu itu, selain mereka yang berangkat siang, berjejal pula pedagang perantara. Di sekitar stasiun Kota Bogor berjajar toko grosir sepatu dan sandal. Agar mudah dimobilisasi, karung-karung alas kaki kodian itu ditumpuk dekat pintu gerbong.
Bertambah dengan tumpukan jambu biji setelah melewati stasiun Cilebut dan Bojonggede. Tumpukan karung itu bisa beragam, selain sepatu/sandal dan jambu. Mereka akan menjual barang dagangan, mulai di Pasar Minggu hingga tempat perdagangan lain di Jakarta.
Cepat
Tentu saja. Kereta api merupakan jenis kendaraan prioritas di jalan darat. Dengan itu KRL tidak bakal mengalami kendala macet. Perjalanan dari stasiun Bogor ke stasiun Kota di Jakarta ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam. Dalam keadaan sekarang bisa 1,5 jam.
Artinya, 2 hingga 2,5 jam perjalanan dengan KRL masih jauh lebih cepat dibanding alat transportasi darat lain.
Mogok
Nah ini kelemahan KRL zaman old. Beberapa kali mengalami KRL saya ditumpangi mogok. Satu petang kereta berhenti sangat lama, hampir 2 jam, di stasiun Pondok Cina, Depok. Tempat perhentian yang sepi.
Sebagian penumpang enggan menunggu lama beralih ke mobil angkot menuju tujuan akhir. Sebagian tetap setia. Keluar dari gerbong pengap demi menghirup udara segar dan mengisap asap rokok.
Tinggal saya, para wanita yang ingin duduk, dan segelintir penumpang pria pulas. Duduk di sebelah seorang pelajar SMA yang cemas. Kian lama kian gelisah. Wajah manisnya pucat.
Saya bertanya kepada gadis tersebut. Bibir mungil yang tersenyum kecut berbisik lirih, ia sedang menahan pipis. Dengan sigap saya menawarkan diri untuk membebaskannya dari derita.
Toilet di stasiun kecil itu terlihat agak jauh, dengan perkiraan tidak bakal nyaman digunakan oleh gadis lemah, juga lembut, tersebut. Satu-satunya jalan, saya membawanya ke rumah warga di samping pagar stasiun. Waktu itu akses menuju stasiun bisa dari mana saja. Termasuk melalui permukiman.
Lega. Menunggu kira-kira setengah jam KRL beringsut. Sang gadis pelajar SMA turun di stasiun Depok Lama. Tersenyum manis.
Saya melanjutkan perjalanan dengan senyum-senyum sendiri, mengenang pertemuan singkat penuh makna. Maklum, sebagai bujangan jomlo persuaan menyenangkan itu menghadirkan getaran di dada.
Mendadak saya tepok jidat! Muncul kesadaran yang amat disesali.
Mengapa tidak bertanya nama dan alamatnya? Rasanya tidak rugi, jika berkesempatan mengantarkan dengan selamat sampai rumahnya, bukan? Ah...!
Begitulah suka duka menaiki KRL sebelum dibenahi oleh Ignatius Jonan dari sejak tahun 2009.
Terinformasi bahwa sampai saat ini KRL merupakan alternatif angkutan massal yang murah dan cepat bagi banyak orang. Itu menjadi tujuan utama.
Oleh karenanya, rencana kenaikan tarif KRL --berapa pun itu---akan membebani para pengguna. Sebagian mempertimbangkan untuk beralih ke alat angkut yang relatif murah dan cepat. Naik sepeda motor adalah satu pilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H