Bahkan mereka yang bernyali tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun, dengan naik ke atas atap sembari menghirup udara (angin dari laju kereta) segar. Bisa juga kucing-kucingan dengan aparat.
Beberapa kali petugas berupaya membendung agar penumpang tidak menaiki atap gerbong. Salah satunya adalah membuat hambatan berupa konstruksi besi di setiap stasiun. Tidak juga mampu menahan serbuan penumpang ke atap. Mereka naik melalui jendela setelah kereta berjalan.
Padat
Pada waktu-waktu sibuk, para penumpang berjubel. Bisa duduk adalah suatu kemewahan. Begitu nyamannya sehingga penumpang duduk tertidur selama perjalanan, meski di hadapannya berdiri wanita atau orang lansia. Ajaibnya, ia terbangun menjelang stasiun dituju.
Saya beruntung bisa berdiri di atas dua kaki, terjepit di antara para penumpang yang satu tangannya bergelantung pada handle grip. Semakin lama perjalanan semakin tercium aroma tujuh rupa.
Pengap
Berdesakan lebih-lebih dari ikan pindang disusun di dalam keranjang, tentu saja oksigen amat renggang. Untuk itu sebagian penumpang berinisiatif membuka semua jendela dan pintu --yang perangkat otomatisnya sudah lenyap---dengan lebar-lebar. Mereka bisa leluasa merokok. Oh ya, waktu itu tidak ada larangan untuk merokok di dalam gerbong KRL.
Udara pengap bisa lebih adem manakala turun hujan. Penumpang di sekitar jendela dan pintu terbuka siap-siap menadah limpasan air dari langit. Bisa sih menyingkir ke bagian tengah gerbong, jika KRL telah melewati stasiun Depok menuju Bogor.
Supermarket Berjalan
Beredar berbagai komoditas di dalamnya. Peniti, racun tikus, tisu, korek kuping, mainan anak, selampai, serbet, dan banyak lagi. Harganya lebih murah dibanding barang serupa di warung.
Juga tersedia tahu goreng dicabein, slondrok, permen, mijon, minuman mineral, gemblong. Pokoknya camilan pengganjal lapar dan minuman pereda haus. Belum lagi penjual buah musiman, kecuali durian dan buah rentan remuk.