Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rencana Pertemuan

1 Januari 2022   17:35 Diperbarui: 1 Januari 2022   17:36 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rencana pertemuan perempuan lanjut usia dengan wanita muda oleh geralt dari pixabay.com

Wanita muda itu merasa bersalah. Hanya berkabar meniti angin selama belasan tahun. Hatinya bergetar menjelang persuaan dengan perempuan dicintainya.

Perempuan di seberang dengan tegas mengunci pentas cakap, "pokoknya, aku ingin ketemu kamu. Titik!"

Luka menikam ingatan seusai ia menekan tombol merah layar telepon genggam. Betapa, dulu perempuan itu masih bertahan untuk tidak menyukai pria pilihannya.

Wanita muda tersebut berkeras hati mengembangkan layar bahtera. Mengarungi samudera kehidupan menjauhi tentangan dengan meninggalkan tanah air.

Perempuan berusia senja itu bukan semata-mata tidak menyukai menantunya, tetapi kenyataan bahwa putri semata wayangnya dibawa pergi ke negeri seberang membuatnya kecewa. Marah, meski perempuan itu senantiasa berdoa untuk kehidupannya.

Bagaimanapun ia tetap mencintai wanita itu. Sampai kapan pun. Dalam usia yang sudah tidak muda lagi, menguat keinginan untuk bertemu dengan putrinya. Sebelum dipanggil Pemilik Kehidupan.

Beberapa waktu lalu, perempuan itu meneleponnya. Beda waktu empat jam bukan halangan. Bernada lembut, namun dengan penuh ketegasan ia meminta putrinya untuk meluangkan waktu sejenak menengok dirinya.

Setelah mengurus cuti kantor, wanita muda memesan tiket penerbangan, lalu mengonfirmasi kepada perempuan rencana pertemuan pada tempat dan saat ditentukan.

Rasa bersalah bergelayut pada setiap langkah menuju tempat pertemuan, sebuah fine dining restaurant terletak di lantai dasar gedung perkantoran mewah kawasan segitiga emas. Wanita muda sudah memesan meja.

Akhirnya rindu jua lah yang mengalahkan kerasnya hati.

Bergetar dengan langkah sedikit gemetar ia menuju meja diduduki seorang perempuan lanjut usia. Kerutan usia di wajah membuat wanita muda itu nyaris tidak mengenalinya.

Dengan mata berkaca-kaca, ia memeluk dan mencium pipi perempuan yang sontak menekuk wajahnya. Terperanjat dengan kehadiran mendadak dari seseorang di hadapannya.

Sang wanita menarik kursi. Meletakkan kedua lengan di atas meja. Memegang kedua tangan perempuan berusia senja yang berusaha menghindar dengan wajah curiga.

Perasaan wanita itu trenyuh. Mulut terkunci. Menatap perempuan berusia lanjut di hadapan yang melihatnya dengan mata terheran-heran, bak melihat ruang asing.

Ia terjerembap dalam kubangan pedih. Waktu-waktu berlalu dengan demikian cepat. Menyesali perubahan-perubahan menimpa perempuan di hadapannya.

"Engkau tidak ingat kepadaku?

"Kamu siapa, Nak?

Dengan menggigit bibir, wanita itu menunjukkan album foto kenangan di dalam telepon genggam. Perempuan mencermati. Namun matanya tetap melihat ruang kosong yang asing, lalu menggelengkan kepala dengan perlahan. Bingung.

Ah. Penyakit demikian cepat menyergap perempuan lanjut usia itu. Ia tahu. Gangguan daya ingat --semisal bingung, lupa tentang peristiwa, nama benda, atau percakapan-percakapan masa lalu---adalah gejala awal.

Bisa jadi ingatannya melemah terlalu dalam. Wanita tersebut menyesal, kenapa ia datang terlambat. Sangat terlambat, manakala perempuan dicintainya telah mengalami penurunan kualitas memori yang amat parah.

Bukan hanya sulit mengungkapkan rasa yang menahannya untuk bicara, perempuan lanjut usia itu kelihatan amat bingung. Tidak mampu mengenali wajah sang wanita, meski berbagai gambar kenangan sudah ditunjukkan.

Wanita itu gundah. Menyesal tidak segera membawa ibunya berobat untuk mengatasi penyakit Alzheimer, yang diduga terjadi akibat pengendapan protein di dalam otak.

Lantas wanita itu memeluk erat perempuan yang kaku dalam kebingungan.

"Maafkan aku...."

Perlahan air mata mengalir membasahi pipi.

"Pssssttt....!"

Wanita itu sesenggukan.

Terdengar suara lirih dari meja belakang, "pssssttt, hey....!"

Wanita itu semakin sesenggukan. Tapi bisikan tersebut kian kerap disuarakan, sehingga mau tidak mau ia menoleh ke arah meja belakang.

Seorang perempuan paruh baya di meja berbeda mengernyitkan dahi. Melambaikan tangan.

"Pssssttt, sini....!!!"

Wanita muda tersebut menepuk jidat. Alamak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun