Akhirnya saya memotret salindia ditayangkan untuk dipelajari di lain waktu. Presentasi tersebut tidak menambah kekayaan alam pikir saya, yang notabene bukan mahasiswa bisnis atau magister manajemen. Man on the street.
Pembicara kedua lebih membumi. Mengawali pembicaraan dengan testimoni bahwa buku tersebut mudah dipahami, bahkan bagi orang awam. Secara tidak langsung ia "merayu" pemirsa untuk membelinya. Kendati menjabat sebagai Vice President entitas bisnis bernilai decacorn, pria ramah itu berusaha menempatkan dirinya setara dengan audiens.
Ia membuka penyajian dengan ucapan, "ini sharing sessions." Kemudian berbagi, bagaimana memandang permasalahan dan tantangan sebagai peluang dalam bisnis.Â
Pria rendah hati itu menyampaikan pemaparan dalam tiga lembar salindia:Â
- Mengenai bisnis/produk/korporasi;Â
- Kontribusinya kepada agenda nasional;Â
- Dan Milestone korporasi dalam uraian perjalanan singkat.
Praktisi tersebut mengajak pemirsa bertualang dengan menggunakan bahasa penyampaian mudah dipahami. Kendati pertujukan kata-kata sedikit beraroma promosi perusahaannya.
Selain itu, ia mencetuskan keinginan audiens untuk mengetahui lebih detail tentang buku yang diperbincangkan, selaras dengan misi penerbit.
Pembicara ketiga hanya menyampaikan selembar salindia. Satu slide memuat pokok-pokok pikiran secara holistik. Kurang lebih membahas mengenai, evaluasi risiko atas transformasi kapabilitas perusahaan dalam rangka menciptakan digital value.
Kapitalis muda itu menyampaikan gagasan brilian, semisal:Â
- Bagaimana entitas bisnis menghadapi hidup baru berdampingan dengan pandemi dan ketakpastian yang ditimbulkannya;Â
- Bersinergi dengan pergerakan ekosistem;Â
- Memaksimalkan tempat networking.
Sekalipun berbahasa gado-gado, antara bahasa Indonesia dan keminggris medok, penjelasannya mudah dicerna. Tidak lupa ia meng-endorse buku yang menjadi objek pembicaraan.
***
Artikel ini tidak bermaksud membedah substansi webinar tersebut. Juga tidak akan mengupas cara-cara membuat salindia yang efektif dalam presentasi. Tidak.