Tukang cukur yang lupa namanya itu menempati jalur hijau, dengan landasan tanah berasal dari rumput yang sering terinjak pelanggan. Atap penghalang sengat matahari adalah dedaunan dari pohon mahoni. Tidak ada dinding. Paling satu dua tanaman perdu.
Dari kursi cukur saya bebas memandang jalanan. Hembusan angin melalui daun-daun hijau membawa suasana adem, meski tanpa AC. Tidak ada listrik. Tukang cukur yang lupa namanya itu memotong rambut dengan cermat. Penanganan demikian membuat kepala terasa ayem.
Kombinasi suasana adem dan penanganan ayem kerap membuat mata kriyep-kriyep.
Begitulah kenikmatan yang hanya diperoleh di tukang cukur di bawah pohon rindang, disingkat DPR.
Bagi saya, kini hanya ada satu model potong rambut yang saya inginkan, yaitu cukur habis dengan electric shaver tanpa sepatu ukuran. Gaya potong rambut yang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang rumah.
Patuhi Protokol Kesehatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H