Ancaman penularan virus korona demikian mengerikan. Menghindari persinggungan terlalu rapat dengan orang lain adalah sebuah keharusan. Termasuk mengunjungi tempat potong rambut.
Bagaimana tidak? Kontak dengan tukang cukur berpotensi besar menularkan penyebaran covid 19. Satu pilihan bijak adalah memotong rambut sendiri, apakah dilakukan oleh orang rumah ataupun dengan bantuan cermin.
Ihwal hasil mah, relatif. Pokoknya gak gondrong. Eh, maaf ya Mas Gondrong.
Sebenarnya, urusan cukur di rumah sudah pernah saya alami, kira-kira pada usia SD. Saat itu menjalani hidup hemat merupakan hal lumrah. Demi berhemat, potong rambut pun dilakukan di rumah. Ayah saya mahir memotong rambut. Malahan, Ibu mengikuti kursus potong rambut.
Begini peralatan digunakan dan cara cukur rambut.
Peralatan Potong Rambut
- Alat potong rambut manual. Era itu belum ada alat cukur rambut elektrik.
- Gunting rambut.
- Sisir potong rambut terbuat dari logam.
- Alat pencukur kumis yang masih memakai silet (berasal dari kata Gillette, pisau baja yang sangat tipis).
- Cairan sabun.
Cara Merapikan Rambut
- Rambut dibasahi tipis-tipis (bukan diguyur seperti mau keramas) untuk memudahkan proses cukur rambut.
- Untuk merapikan dan menjaga panjang rambut pada ukuran tertentu, cukup gunakan gunting.
- Panjang yang diinginkan, diukur menggunakan sisir.
- Rambut yang muncul dari sela-sela sisir dipotong. Ini menjelaskan perlunya sisir logam, agar tidak menjadi "potong sisir."
- Sisakan sedikit bagian rambut sebagai pedoman untuk memotong bagian lainnya.
Cara Potong Pendek
- Bila ingin lebih pendek (gundul), gunakan alat cukur.
- Telusur rambut hingga sisir menempel datar pada kulit kepala.
- Potong menyusuri permukaan sisir.
- Baik menggunakan gunting ataupun alat cukur, lakukan pemotongan rambut secara sistematis (melintang dan membujur) agar diperoleh hasil cukuran rapi.
- Penyelesaian akhir, merapikan bentuk jambang dan pinggiran rambut dengan alat cukur kumis (silet). Sebelumnya, oleskan air sabun agar silet bergerak lancar.
Cukur di rumah berlangsung sampai lulus SD. Menginjak SMP, saya menginginkan gaya lebih keren. Berbeda dengan model selama SD yang itu-itu saja.
Saya pun mulai menilik tukang cukur disarankan oleh teman-teman. Maka saya meluncur ke tukang cukur, yang terlupa namanya, di tepi jalan menuju sekolah.
Jangan bayangkan seperti tukang cukur zaman sekarang, seperti Barber Shop nyaman yang berada di ruangan ber-AC, serta dilengkapi tempat tunggu luks dan kursi cukur hidrolik.
Tukang cukur yang lupa namanya itu menempati jalur hijau, dengan landasan tanah berasal dari rumput yang sering terinjak pelanggan. Atap penghalang sengat matahari adalah dedaunan dari pohon mahoni. Tidak ada dinding. Paling satu dua tanaman perdu.
Dari kursi cukur saya bebas memandang jalanan. Hembusan angin melalui daun-daun hijau membawa suasana adem, meski tanpa AC. Tidak ada listrik. Tukang cukur yang lupa namanya itu memotong rambut dengan cermat. Penanganan demikian membuat kepala terasa ayem.
Kombinasi suasana adem dan penanganan ayem kerap membuat mata kriyep-kriyep.
Begitulah kenikmatan yang hanya diperoleh di tukang cukur di bawah pohon rindang, disingkat DPR.
Bagi saya, kini hanya ada satu model potong rambut yang saya inginkan, yaitu cukur habis dengan electric shaver tanpa sepatu ukuran. Gaya potong rambut yang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang rumah.
Patuhi Protokol Kesehatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H