Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hukuman Adil bagi Pencuri

18 Juni 2021   13:23 Diperbarui: 18 Juni 2021   13:39 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia perkabaran Negeri Antah Berantah gempar!

Majelis hakim yang demikian mulia telah memotong hukuman bagi seorang pencuri uang miliaran rupiah (Keterangan: setelah mengonversi alat tukar pembayaran di sana menjadi rupiah).

Terjadi obral hukum. Hukuman denda dipangkas. Hukuman penjara bagi wanita penegak hukum itu dikorting dari sepuluh tahun menjadi empat tahun saja.

Harga palu keadilan menjadi murah meriah. Dibanding jumlah kerugian yang diderita negara, melalui permufakatan jahat perampokan besar-besaran uang milik rakyat.

Pertimbangan yang mendasari keputusan majelis hakim mulia dan adi-bijaksana adalah:

  • Wanita cantik itu sudah mengaku dan luar biasa menyesal;
  • Wanita berwajah plastik itu masih memiliki tanggungan anak yang sehat;
  • Wanita yang mendadak berperilaku alim itu adalah wanita yang wajib diperlakukan adil dan beradab atas posisinya di mata masyarakat sebagai wanita bermartabat.

Keputusan telah dijatuhkan, mengikat, dan tidak disediakan arena perdebatan.

Di sebuah ruang lain yang sama dinginnya, sebangun dimensinya, dan meliputi tata letak meja bertaplak hijau, kursi kebesaran majelis hakim, dan tempat duduk para pengunjung berlangsung pertunjukan, di mana seorang pencuri tertunduk seraya sesenggukan.

Majelis hakim dan pengunjung sedang memperhatikan dengan saksama, pembelaan wanita tua yang terbukti mencuri di perkebunan milik sebuah perusahaan.

Terbukti dengan adanya saksi-saksi. Terbukti dengan terdapatnya bukti-bukti meyakinkan berupa, satu kilogram ubi mentah yang sudah berjamur dan arit sebagai pencungkil tanah.

Atas perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum memandang patut menghadiahi terdakwa dengan hukuman satu tahun penjara, atau denda bila tidak mau melaksanakan hukuman kurungan.

Alasan-alasan di balik perbuatan pencurian pun tidak serta-merta diterima oleh majelis hakim yang mulia dan adi-bijaksana, meski terdakwa menyampaikan permohonan keringanan dengan bercucuran air mata.

Sang nenek berdalih bahwa ia demikian miskin, sehingga terpaksa mencuri ubi demi memberi makan kepada anak yang terkapar dan cucu yang lapar.

Hakim ketua mendengar dengan saksama. Setelah sejenak berdiskusi dengan para anggota majelis, hakim ketua merenung. Ia tampak berat menentukan keputusan.

Lalu pria bertoga itu mengetuk palu, membacakan keputusan akhir.

"Berdasarkan pertimbangan majelis hakim dengan memperhatikan bukti-bukti kuat, maka dengan ini Pengadilan Negeri Antah Berantah menghukum terdakwa dengan denda dua juta rupiah, subsider satu tahun penjara sebagai pengganti apabila terhukum tidak membayarnya."

Tok ... Tok ... Tok.

Sang nenek bersimpuh, melolong mohon ampunan kepada majelis hakim yang bergeming. Sekalian pengunjung menyambut dengan seruan riuh rendah.

Hakim ketua mengetuk palu.

Tok ... Tok ... Tok.

"Tenang, tenang, tenang! Saudara-saudara harap tenang."

Dengungan berhenti. Hening.

"Untuk tambahan keputusan. Majelis hakim menetapkan denda sebesar seratus ribu rupiah kepada masing-masing hadirin."

Ruangan berdengung.

Hakim ketua menarik napas, "sebagai pemerhati pertunjukan keadilan sekaligus sebagai warga, Anda selama ini telah abai kepada seseorang yang mencuri untuk mengatasi kelaparan dalam kemiskinan."

Tok ... Tok ... Tok.

Hakim ketua melepas peci yang dikenakannya, memasukkan uang satu juta rupiah dan menyerahkannya kepada petugas sidang untuk diedarkan.

Ruang sidang mendadak senyap.

***  

Catatan: Terinspirasi cerita legenda tentang nenek pencuri roti (New York) dan kabar mengenai hukuman wanita pencuri berwajah plastik (Indonesia)

Baca juga: Kesepian di Antara Keramaian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun