Sekian belas tahun lalu, saya "terpaksa" membuat perusahaan kecil. Pendirian itu didorong oleh ambisi seorang teman yang juga senior dan wakil ketua asosiasi di suatu kabupaten. Tidak hanya saya saja, tapi beberapa teman direkrut sebagai anggota baru. Jumlahnya cukup banyak.
Tujuannya agar para anggota baru memberikan hak suara bagi yang bersangkutan sebagai ketua umum pada Musyawarah Cabang mendatang.
Saat merekrut, "Janji Pembangunan" yang disampaikan adalah memberikan bimbingan; Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh; dan kesempatan memperoleh "jatah" proyek manakala ia sudah terpilih. Mirip dengan mulut berbusa nan berbisa caleg saat kampanye.
Singkat kata, selama dua tahun awal bergabung dengan asosiasi tersebut, lingkungan kondusif hanya cerita yang menjadi angan-angan. Saya menonton sikap saling sikut antar para senior. Saya menjadi pendengar nada saling menjelekkan satu sama lain. Kadang timbul friksi. Gesekan di antara sesama anggota.
Harapan punah. Saya dan anggota baru lainnya terperangkap di dalam lingkungan kerja toksik.
Bertumpu kepada kenyataan itu, sebagian anggota baru mengadakan pertemuan di luar kantor asosiasi. Menyadari bahwa anak baru tidak akan mampu mengubah lingkungan kerja toksik dalam waktu singkat, maka kami bersepakat untuk mencari "makan" dengan gaya sendiri.
Tidak lagi bergantung kepada asosiasi, selain untuk perpanjangan keanggotaan dan SBU. Tidak keluar, tapi memanfaatkan asosiasi sebagai "tukang stempel" saja.
Hasilnya? Dibentuk suatu gabungan pengusaha konstruksi skala kecil dari berbagai kota. Selain dari Bogor, tergabung perusahaan/pengusaha dari Jakarta, Bandung, Semarang, dan Jogjakarta.
Kelebihan dari gabungan, saya menyebutnya sebagai asosiasi non-asosiasi itu adalah:
- Gabungan permodalan menjadikan perkumpulan lebih kuat.
- Akses kepada proyek lebih luas, tidak melulu bertumpu kepada Pemda.
- Memiliki sumber daya yang besar.
- Pembagian keuntungan secara transparan.
- Tujuan sama dan bernasib serupa menjadi ikatan, meski keanggotaan tidak diatur secara tertulis.
Dengan "asosiasi non-asosiasi" itu kami bekerja, saling membimbing, dan saling mengisi dalam mendapatkan proyek.
Dalam tempo kurang dari tiga bulan, diperoleh sejumlah proyek dari berbagai instansi pemerintah dan swasta. Tercatat, total nilai kotor (belum dipotong pajak-pajak) sekitar Rp 4 miliar. Perolehan tersebut berkembang pada periode berikutnya.