Setiap kali terungkap, sang pria bersimpuh memasang muka memelas, sambil bersumpah tidak akan mengulanginya lagi.
Begitu kejadiannya berulang-ulang, membuat layar di dalam hati sang wanita bermata bintang menjadi rapuh lalu terkoyak, sehingga tibalah ia kepada puncak amarah.
"Sekali selingkuh, kamu akan melakukan selingkuh lagi!"
Bagaimanapun, layar telah compang-camping, menyebabkan biduk terombang-ambing di tengah badai kehidupan, lalu pecah menghantam karang. Kandas.
Para pelayar terhempas, merenungkan sesal dalam ruang hampa. Kemudian mereka masing-masing merakit biduk anyar dan menjahit layar baru.
Selama enam puluh purnama, kiranya mereka semakin dewasa, hendaknya, semakin bijaksana pula.
Kisah dimulai manakala pria flamboyan bersua wanita bermata bintang. Mereka mulai menenun hubungan terlanjur canggung. Kekakuan yang mencair dengan saling memaafkan tanpa menyalahkan.
Tidak berarti melupakan segala perbuatan pada masa silam. Tidak. Mereka hanya berusaha membenamkan ingatan dalam tumpukan kegembiraan.
Untuk merayakannya, mereka makan di restoran, ajaibnya, dengan menu sama seperti dulu. Mereka saling menumpahkan isi hati tentang segala hal yang berujung kepada kegembiraan bertumpuk-tumpuk.
Semuanya berakhir pada kesempatan di dalam kesempitan, di mana semua kerinduan dihabiskan dalam keindahan.
Namun demikian, tiba saatnya untuk merapikan seprai, membenahi busana, meluruskan kemeja dan celana.