Sementara kenyataan di lapangan, lonjakan harga cabai rawit telah mengantarkan sejumlah warung Tegal (warteg) di Jabodetabek tutup, sebagaimana diberitakan oleh kompas.com.
Tidak semua dan, mungkin, tidak di tiap-tiap kota, seperti halnya warteg yang bersahaja di tepi jalan Tentara Pelajar, Bogor, yang sampai saat ini masih bertahan.
"Apa tidak terpengaruh oleh kenaikan harga?"
Pengusaha warteg yang asli Cilacap itu menjawab, "terpengaruh juga sih, tapi mau gimana lagi? Yang penting modal berputar, walaupun keuntungan menipis."
Namun demikian, sambal masih terasa pedas saat melahap sepiring nasi, telur dadar, dan tumisan sawi.
![Sepuluh ribu dapat: Nasi, telur dadar, tumis sawi, sambal, kerupuk (dokumen pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/06/img20210306094437-60434fc98ede481d2c39f5d4.jpg?t=o&v=555)
Demi meningkatkan penjualan, ia berencana buka 24 jam sehari. Pria muda itu juga menyediakan paket karyawan yang berharga mulai Rp8 ribu. Paket murah, tapi mengenyangkan dan tidak menguras isi dompet yang kian tipis.
![Tampilan depan warteg (dokumen pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/06/img20210306100619-60434fd1d541df5b6815bd63.jpg?t=o&v=555)
![Menu pilihan di warteg (dokumen pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/06/img20210306100201-604350518ede483c751e3f93.jpg?t=o&v=555)
Harapan terbesarnya adalah, memelihara ragam budaya asli, kearifan lokal, dan norma kebaikan warisan leluhur agar tidak luntur, sambil bergotongroyong mengatasi kesulitan pada saat pandemi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI