"Memangnya aku sudah kau anggap sedemikian bodoh, sehingga memerlukan orang pintar?"
"Bukan begitu. Mas Bambang mampu menerawang peruntungan, dengan membaca isi hati dan kepalamu. Atas dasar itu ia akan melakukan ritual tertentu demi menyelesaikan persoalanmu."
Pembicaraan itu terngiang-ngiang, tetapi wanita itu masih bimbang, membuat pria muda bermata teduh bertanya-tanya.
"Kok diam saja, my sweet heart? Mendung bergelayut menyelungi keindahan wajahmu. Sepertinya ada permasalahan besar?"
Lime juice dihadapan segera dihabiskannya, "sebaiknya kita segera pulang. Sudah remang dan udara terasa mulai dingin," jawab wanita itu.
Setelah menyelesaikan pembayaran, sang pria berdiri dan menarik kursi yang diduduki sang wanita. Kedua pasangan meninggalkan restoran berlokasi di atas bukit yang sepi nan romantis.
Hari sudah larut, tapi mata wanita bertubuh selaras itu enggan memejam. Masih di atas peraduan, dengan ragu ditekannya tombol-tombol pada gawainya.
"Halo, benarkah saya sedang berbicara dengan Mas Bambang?"
Dengan lembut ia memperkenalkan diri, lalu menyampaikan pengantar atas persoalan berat yang sedang dihadapinya kepada orang pintar yang belum pernah ditemuinya.
Sekali lagi, dipandangnya dengan hati-hati, melalui jendela kaca, suaminya yang sedang bertarung dengan setumpuk kertas di ruang kerjanya.
Cukup lama terjadi dialog dan semakin bernada tinggi.