Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Vinny, Gadis nan Sedap Dipandang

29 Agustus 2020   20:33 Diperbarui: 29 Agustus 2020   20:26 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Free-Photos dari pixabay.com

Tubuh mungil ringkih itu memberontak, berusaha melepaskan diri dari belitan empat lelaki perkasa, yang berkeinginan melemahkannya, berhasrat membaringkan badan ramping itu di atas meja panjang. Dua pria lain bermaksud memegang kedua kakinya.

Tetapi perlawanan wanita muda itu terlalu kuat. Enam orang kesulitan menundukkan gadis manis tersebut, meski sebagian kancing bajunya sudah terkoyak.

***

Kulit sawo matang dengan wajah sedap dipandang membuatnya menjadi sosok disenangi teman-teman kerjanya. Keramahtamahan yang alami disukai oleh para tamu.

Sebetulnya gadis itu ramah, tetapi kualifikasinya tidak cukup memadai untuk ditempatkan di bagian yang lebih baik. Banyak hal yang tidak bisa dipaksakan untuk mengatrol posisinya.

Saat ini Vinny belum bisa ditempatkan sebagai waitress, misalnya. Cukup sebagai office girl, yang merapikan ruang tamu. Mungkin kelak, seiring dengan perjalanan waktu, bisa aku pertimbangkan posisi yang lebih baik.

Sedikit banyak aku memerhatikan cara kerjanya.  Cara menghadapi teman-temannya. Cara menghadapi tamu ketika membersihkan lantai ruang pelayanan.

Tentu saja aku memperhatikan lenggak-lenggoknya, wajah manisnya, dan tubuh rampingnya. Dan...aaah...!

Masih banyak hal yang butuh perhatian. Masih banyak pekerjaan yang butuh perhatianku secara sungguh-sungguh.

Umpamanya, Maggie, manajer Humas kesayangku, yang hendak resign. Karenanya aku mesti memikirkan Sisi, lapis keduanya yang jangkung berambut ombak bergulung-gulung, menyegarkan sekaligus menggoda.

Atau Marcy, wanita muda tak bersuami beranak satu, yang tadi malam mengeluhkan bagian atas pahanya terdapat bercak kemerahan. Dengan serampangan ia menunjukkan bintik yang melebar di atas kulit sewarna susu.

Belum lagi memikirkan Yuli, waitress yang selalu mengenakan rok terlalu pendek, yang secara demonstratif duduk di bar stool yang tinggi ketika aku lewat.

Ditambah rekannya, Sinta yang dipastikan bersedia dibawa ke mana saja, asalkan dibelikan beberapa butir pil ekstasi. Atau Aniek, bartender wanita dengan senyuman mampu meruntuhkan pertahanan.

Pokoknya masih banyak pegawai-pegawai membutuhkan perhatian ekstra, yang salah-salah akan dapat menjerumuskanku kepada kesulitan-kesulitan dalam mengambil keputusan.

Atau apakah itu bisa juga disebut sebagai bagian dari keindahan pekerjaan, di tempat yang sebagian besar pegawainya adalah wanita muda?

Seperti biasa, pada sore hari itu mereka berganti kostum di loker, yang dipisahkan oleh papan kayu antar ruang pria dan wanita. Suara percakapan-percakapan terdengar melalui setumpukan kertas di ruang kerjaku. Aku tersenyum mencatat keakraban itu.

Tetapi tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan histeris diikuti suara gaduh. Aku yang merasakan sesuatu hal tidak beres segera melompat menuju ruang loker.

Aku menyaksikan Vinny, gadis muda bertubuh mungil, ramping, berwajah manis, meronta-ronta dipegang oleh empat orang pria rekan kerjanya. Kemudian dua orang lagi dengan sekuat tenaga memegang kedua kakinya.

Merintih dan meronta sedemikian kencang sehingga seragam putih yang baru dipakainya sedikit terkoyak pada bagian kancingnya. Tetapi tidak satupun yang memperhatikannya.

Mata Vinny membesar, melotot. Kekuatannya meningkat berlipat-lipat, meronta sekuat tenaga. Wajahnya tegang seperti menahan sesuatu.

Ujaran-ujaran berdengung di sekitarnya. Semua orang membacakan doa-doa. Sebahagian mengucapkan doa tanpa suara, hanya bibirnya yang berkecamuk.

Pokoknya semua orang dengan segala cara berusaha mengendalikannya dan berdoa.

Sebentar!

Aku teringat kepada sesuatu yang membuatku berlari kembali ke ruang kerja. mengambil berkas di dalam filing cabinet. Setelahnya aku memerintahkan segala hal yang diperlukan. Meminta sopir agar menyiapkan kendaraan operasional.

Enam sampai delapan orang pria menggotong badan Vinny yang kecil namun terasa berat --ah..sialan!...Ada saja orang yang mengambil kesempatan dalam kekalutan-- karena perlawanannya yang kuat, ke dalam mobil operasional.

Mobil operasional segera melesat, secepatnya ke arah pusat kota, menuju rumah sakit terdekat. Langsung masuk ke area unit gawat darurat.

Aku menyerahkan salinan berkas riwayat kesehatan Vinny kepada petugas medis, yang kemudian segera menyuntiknya agar reda kejangnya dan tenang.

Vinny, gadis nan sedap dipandang itu, matanya mulai teduh, kian sayup, dan kemudian terlelap dalam damai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun