Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Pendekatan yang Dapat Diterapkan oleh Ayah Saat Mengasuh Anak

11 Juli 2020   08:13 Diperbarui: 11 Juli 2020   22:56 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebersamaan ayah dan anak (Sumber: www.shutterstock.com)

Musim liburan sekolah ditandai dengan anak-anak bermain bola, bersepeda atau sekedar bercengkrama bersama teman-temannya. Tingkah polah menyenangkan. 

Keriuhan tersebut diiringi teriakan-teriakan, diikuti perkataan, "b*g* lu..!!!", dari seorang anak kepada temannya. Kata-kata kurang pantas lainnya meluncur dari mulut kecil itu disertai nada yang kian meninggi. Tak lama kemudian terdengar suara sesenggukan.

Perbedaan pendapat diikuti pertengkaran di kalangan anak-anak amatlah lumrah. Kelumrahan yang kemudian menjadi ganjalan ketika mereka melontarkan kata-kata kurang pantas. 

Dewasa ini ucapan kurang pantas, juga perundungan, telah sedemikian menggejala. Rasanya, kisah seputaran perkara ini sudah cukup banyak.

Biasanya muara kesalahan dialamatkan kepada orangtua dalam mendidik. Dalam hal ini, ibu yang lebih banyak berinteraksi dengan anak-anak. 

"Hanya ibu yang setiap waktu berada dekat dengan anak dan sanggup melakukannya", demikian klaim sementara orang.

Budaya, keterbatasan finansial dan besarnya tekanan yang dialami akan berpengaruh terhadap gaya pengasuhan anak.

Kemudian sosok bapak menjadi panutan berperilaku bagi anak laki-lakinya dan sebagai tauladan bagi anak perempuannya dalam bersosialisasi dengan dunia pria.

Namun, adakalanya bapak memiliki waktu lebih banyak dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Hatta, ada keadaan di mana saya mempunyai banyak waktu bagi anak perempuan saya yang baru masuk SD.

Yaitu ketika menjalani peralihan dari "bekerja kantoran" lalu merintis usaha sendiri. Dengan berusaha sendiri, waktu terasa lebih lentur sehingga bisa menjalankan kegiatan "ternak teri", alias mengantar anak dan mengantar istri.

Anak bermain bola bersama temannya (Sumber: Dokumen pribadi)
Anak bermain bola bersama temannya (Sumber: Dokumen pribadi)
Memang saat itu istri masih aktif bekerja di luar kota, tiba di rumah sudah larut dan kelelahan. Sebagai gantinya, saya mengantar-jemput anak ke dan dari sekolah. Termasuk mendampingi anak dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Juga bertemu dengan pihak sekolah, semisal: saat penerimaan rapor dan rapat wali murid. Sempat muncul perasaan teralienasi berada di antara ibu-ibu wali murid.

Tetapi terpenting, saya berkesempatan "mengasuh" anak. Kelak pertalian tersebut berpengaruh terhadap kesehatan mental, kontrol diri, dan kemampuan berkomunikasi anak dengan sesamanya.

Kendati hubungan bapak dengan anak perempuan cenderung dekat, saya tidaklah terlalu permisif lalu melakukan pembiaran kepada anak tanpa batas-batas normatif. Tidak juga terlampau berlaku otoriter, yang akan membuat anak memendam rasa/masalah. Pengasuhan dengan pola demikian, diejawantahkan dalam pendekatan moderat, sebagai berikut:

Memberikan Penjelasan Logis
Adakalanya anak merasa bimbang atas suatu pilihan, atau bahkan melakukan kesalahan. Untuk itu sebaiknya diberikan penjelasan yang dapat dinalar oleh anak sesuai usianya. Semakin umur bertambah, lebih logis penjelasannya dan berdasarkan fakta.

Demikian, agar anak terbiasa mendengarkan dan mengapresiasi pendapat orang lain, menimbang serta terbiasa berpikir terstruktur.

Mengajarkan Berpikir Positif
Berpikir baik akan berbuah hasil yang baik pula. Demikian sebaliknya. Ajarkan anak untuk mengafirmasi  dan percaya, bahwa pencapaian bisa direfleksikan dengan ucapan atau alat bantu lain.

Tools yang biasa digunakan anak saya adalah, gambar atau semacam poster yang berisi hasil yang akan dicapai dalam selang waktu tertentu. Selama belum dicapai, ia akan lebih keras berusaha dan membuat a bigger promise.

Memberi Dukungan
Mendukung kegiatan yang sekiranya dapat mengakselerasi perkembangan anak. Misalnya memberi semangat ketika anak kesulitan atau bosan dalam satu pelajaran. Jangan dipaksakan, tetapi diberikan pengertian tentang kegunaan mata pelajaran tersebut.

Satu waktu, anak saya menginginkan mainan mobil-mobilan remote control. Anak perempuan bukannya main boneka? Atas keinginannya itu, saya meminta alasannya. Sebaliknya, diargumentasikan tentang harganya yang mahal. Agar kelak mainan tersebut dipelihara dengan sebaik-baiknya.

Tidak Menghukum, Juga Tidak Protektif
Ketika anak melakukan kesalahan, jangan terapkan hukuman dengan kekerasan fisik maupun psikis yang akan merusak mental anak. Juga tidak terlalu protektif, dengan menyalahkan pihak lain atas kekeliruan anak.

Jelaskan kesalahannya, ajari mengakui, dan tidak mengulangi lagi. Dengan itu ia tidak akan berlaku kasar dan tidak terbiasa berdalih/ngeles.

Menawarkan Pilihan
Saat dihadapkan pada pilihan, biasanya saya memberi pengertian tentang masing-masing opsi. Penjelasan holistik, menyenangkan, dan tanpa pemaksaan kehendak. 

Sebagai contoh, tentang pemilihan sekolah. Waktu itu belum ada sistem zonasi, anak saya memilih sekolah lanjutan sendiri. Dari memilih SMP, SMA, sampai Perguruan Tinggi.

Anak-anak bermain (Sumber: Dokumen pribadi)
Anak-anak bermain (Sumber: Dokumen pribadi)
Sesungguhnya masih banyak rincian pengasuhan yang saya lakukan. Tapi 5 pendekatan di atas merupakan pengalaman pengasuhan bapak terhadap anaknya sepanjang menempuh SD. Pengaruhnya terhadap karakter anak tetap melekat bahkan sampai ia lulus kuliah.

Selama itu pula, saya tidak pernah melihat anak perempuan saya bersikap seperti contoh pada awal pembukaan artikel ini, suatu perundungan yang mengkhawatirkan. Ia menjadi pribadi yang santun, percaya diri, berorientasi kepada hasil, mengapresiasi pendapat orang lain sekaligus mampu mengkritisinya dengan argumen logis yang menawarkan solusi.

Saat sekarang, bersama koleganya, anak perempuan saya sedang merintis Kantor Konsultan Hukum bidang Korporasi.

Semoga pengalaman di atas bermanfaat.

Sumber rujukan: hellosehat.com, Kompas.com, BBC.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun