Juga bertemu dengan pihak sekolah, semisal: saat penerimaan rapor dan rapat wali murid. Sempat muncul perasaan teralienasi berada di antara ibu-ibu wali murid.
Tetapi terpenting, saya berkesempatan "mengasuh" anak. Kelak pertalian tersebut berpengaruh terhadap kesehatan mental, kontrol diri, dan kemampuan berkomunikasi anak dengan sesamanya.
Kendati hubungan bapak dengan anak perempuan cenderung dekat, saya tidaklah terlalu permisif lalu melakukan pembiaran kepada anak tanpa batas-batas normatif. Tidak juga terlampau berlaku otoriter, yang akan membuat anak memendam rasa/masalah. Pengasuhan dengan pola demikian, diejawantahkan dalam pendekatan moderat, sebagai berikut:
Memberikan Penjelasan Logis
Adakalanya anak merasa bimbang atas suatu pilihan, atau bahkan melakukan kesalahan. Untuk itu sebaiknya diberikan penjelasan yang dapat dinalar oleh anak sesuai usianya. Semakin umur bertambah, lebih logis penjelasannya dan berdasarkan fakta.
Demikian, agar anak terbiasa mendengarkan dan mengapresiasi pendapat orang lain, menimbang serta terbiasa berpikir terstruktur.
Mengajarkan Berpikir Positif
Berpikir baik akan berbuah hasil yang baik pula. Demikian sebaliknya. Ajarkan anak untuk mengafirmasi  dan percaya, bahwa pencapaian bisa direfleksikan dengan ucapan atau alat bantu lain.
Tools yang biasa digunakan anak saya adalah, gambar atau semacam poster yang berisi hasil yang akan dicapai dalam selang waktu tertentu. Selama belum dicapai, ia akan lebih keras berusaha dan membuat a bigger promise.
Memberi Dukungan
Mendukung kegiatan yang sekiranya dapat mengakselerasi perkembangan anak. Misalnya memberi semangat ketika anak kesulitan atau bosan dalam satu pelajaran. Jangan dipaksakan, tetapi diberikan pengertian tentang kegunaan mata pelajaran tersebut.
Satu waktu, anak saya menginginkan mainan mobil-mobilan remote control. Anak perempuan bukannya main boneka? Atas keinginannya itu, saya meminta alasannya. Sebaliknya, diargumentasikan tentang harganya yang mahal. Agar kelak mainan tersebut dipelihara dengan sebaik-baiknya.
Tidak Menghukum, Juga Tidak Protektif
Ketika anak melakukan kesalahan, jangan terapkan hukuman dengan kekerasan fisik maupun psikis yang akan merusak mental anak. Juga tidak terlalu protektif, dengan menyalahkan pihak lain atas kekeliruan anak.
Jelaskan kesalahannya, ajari mengakui, dan tidak mengulangi lagi. Dengan itu ia tidak akan berlaku kasar dan tidak terbiasa berdalih/ngeles.