Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajarkan Kebebasan Berpikir kepada Anak

14 April 2020   07:07 Diperbarui: 14 April 2020   07:34 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Daniela Dimitrova dari pixabay.com

Karena terikat kurikulum (waktu itu), maka guru akan --dan harus-- menyatakan "daun berwarna hijau". Sedangkan realitasnya, warna daun bisa bermacam-macam tergantung sudut pandang: hijau, kekuningan atau coklat ketika mengering, kehitaman ketika cahaya redup, keperakan seperti daun pisang diterpa sinar rembulan pada malam meremang, pink seperti daun muda pohon kepel setelah daun hijaunya gugur, dan sebagainya.

Kelak dalam perjalanan hidupnya, kebebasan berpikir akan membawanya kepada kebebasan berekspresi dalam komunikasi, informasi yang disampaikan, dan pengaruh terhadap lingkungannya.

Peristiwa kedua, anak saya sedang kerepotan menghafal perkalian. Metode yang diajarkan adalah dengan cara menghafal, 11=1; 12=2; 22=4; 23=6; dan seterusnya.

Saya menawarkan tabel Pitagoras sebagai alternatif untuk menghafal perkalian, seperti ilustrasi di bawah ini:

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Dengan tabel tersebut, anak saya lebih mudah dan cepat menghafal perkalian. Visualisasi tabel Pitagoras sangat memudahkan penggunaannya, yakni: untuk mendapatkan hasil perkalian hanya dengan memperhatikan pertemuan angka pada kolom dan angka pada baris.

Tabel Pitagoras itu akhirnya diperbanyak oleh gurunya.

Filosofi dari dua hal di atas adalah, bahwa kebebasan berpikir dan berekspresi serta tentang pentingnya hasil dibanding cara, membawa anak saya kepada pemahaman baru: "Sekolah mengajarkan cara dan prosedur penyelesaian masalah. Sedangkan hidup membutuhkan pencapaian hasil bagaimanapun caranya (committed to get result whatever it takes)"

Pemahaman tersebut mendorong anak saya mendaftarkan diri pada salah satu SMP Negeri terbaik. Setelah selesai dari SMP itu ia mendaftarkan diri sendiri di SMA Negeri favorit, dan kemudian pada akhir periode sekolah, ia masuk universitas negeri terkemuka dengan undangan tanpa tes.

Saat ini anak saya sedang menjalani kebebasan pilihannya dengan berprofesi sebagai pengacara di Jakarta.

Apakah "the result" semacam itu yang hendak dicapai dengan konsep merdeka belajar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun