Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cinta nan Abadi

7 April 2020   10:10 Diperbarui: 7 April 2020   10:13 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh katyandgeorge dari pixabay.com

Kevin bersikukuh mempertahankan getar-getar ajaib yang tumbuh di ruang batinnya, "aku ambil konsekuensinya demi cintaku yang terlanjur bersemi. Aku akan merakit masa depan bersamanya, meski tiada keabadian. Bukankah cinta itu nan abadi?".

Keyakinan Kevin membisukan tetua, yang masih berharap anak muda yang baru berusia dua ratus tahun itu melupakan nafsu sesaatnya. Juga supaya vampir muda itu tidak berubah menjadi manusia biasa yang ringkih.

Di sepanjang perjalanan mencari tempat kos, hati Kevin berbunga-bunga mengabaikan cahaya menusuk pori-pori yang menyilaukan matanya.

Tetapi itu tidak membuatnya rapuh. Kenyamanan di dekat Kinan dihirupnya dalam-dalam, berharap kebersamaan selamanya.

Hubungan cinta Kevin dan Kinan semakin rapat, bunga-bunga asmara semerbak berkembang sebagai pelangi yang menghiasi percintaan tidak terpisahkan. Tiba saatnya untuk mengikat tali cinta kedua manusia itu.

Belum........!  Kevin belum menjadi manusia, ia masih vampir kecuali telah menyatakan pinangannya dengan sungguh-sungguh.

"Kinan, maukah engkau mendampingiku untuk selamanya? Menjadi ibu dari anak-anakku. Menjadi istri yang senantiasa kucintai, dalam suka maupun duka", suara bergetar Kevin diterima dengan pelukan Kinan yang tiba-tiba matanya gerimis, mengungkapkan kebahagiaan tak terucap.

Kinan mengiyakan. Lamaran Kevin diterimanya. Dengan itu nanti malam Kevin akan mengalami prosesi untuk menjadi manusia biasa. Pastilah akan menyakitkan, seluruh kekuatan dan keabadian tercerabut dari tubuhnya. Bayangan tersebut tidak setitik pun menyurutkan keinginan tulus Kevin.

Keesokan paginya, sayup-sayup terdengar suara tangisan di depan pintu. Perlahan Kinan membukanya, melihat sebuah keranjang rotan. Seorang bayi tampan, berkulit bersih berada di dalamnya.

"Siapa yang tega membuang bayi imut ini?" Kinan menggendongnya sambil membaca tulisan pada gelang bayi itu: Kevin Shqiponj.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun