Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Pahlawanku] Semangat Nan Berapi-api hingga Jiwa Terbakar

17 Agustus 2019   10:10 Diperbarui: 17 Agustus 2019   10:45 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"STOP settings yourself on fire for people who just sit and watch You burn"

 (dikutip dari Power of Positivity)

Pak Dedeng mendadak menjadi orang penting di entitas itu, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi. Ia dilibatkan dalam setiap proyek. Apapun jenis pekerjaannya dilakoninya! 

Diusia yang tidak muda, ia memang serba bisa -mau mengerjakan apa saja- yang diperintahkan oleh pemimpin perusahaan. Dari mulai menyopiri boss-nya, membereskan administrasi, mengangkat perabotan bahkan memasak di rumah atasan yang istrinya sangat sibuk, demikian sibuknya sehingga sult tersedia sepiring sarapan.

Awalnya ketika ia sedang menemani  direkturnya meninjau satu proyek,  bak tamu tak diundang, tiba-tiba  belasan warga sekitar merangsek memaksa masuk ke bedeng tempat para pelaksana pekerjaan berdiskusi. 

Terkejut sekaligus panik, seluruh personil yang sedang gembira bersenda-gurau serta merta berlarian tunggang langgang berusaha kelusr dari bedeng kabur entah kemana.

"Mana pimpinan di sini?" Gertak salah seseorang yang berambut cepak bersuara keras, sepertinya mengepalai gerombolan itu.

Pak Dedeng tertinggal di dalam bangunan semi permanen itu, karena saat berlangsungnya kejadian ia sedang sibuk menyiapkan kopi bagi para pimpinan proyek. Diluar kemauannya tiba-tiba ia dihadapkan pada situasi rumit: menghadapi kemarahan warga yang berpotensi menjadi amuk massa!

Suasana ketegangan terbentuk, wajah-wajah warga yang biasanya bekerja sebagai petani tampak beringas, marah. Seperti banteng mengamuk yang hendak menghancurkan bedeng yang rapuh beserta isinya. Ia sendirian menghadapi kemarahan yang telah memuncak hendak meletup. 

Memang sebelumya warga telah mengajukan semacam proposal, namun petugas proyek mengabaikannya menganggap enteng persoalan. Wajar jika jiwa-jiwa yang tadinya polos menjadi murka. Ihwal inilah yang menjadi sebab dimana jawaban atas usulan warga tak terjawab.

"Kami datang untuk meminta kompensasi atas adanya proyek ini. Bukankah kami telah melakukan proposal atas nama warga, kenapa tidak ada tanggapan sama sekali?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun