Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Pahlawanku] Semangat Nan Berapi-api hingga Jiwa Terbakar

17 Agustus 2019   10:10 Diperbarui: 17 Agustus 2019   10:45 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah ditangani. Mereka telah kembali ke rumah masing-masing. Situasi aman terkendali. Saya menghadapi mereka sendirian..." Pak Dedeng menjelaskan sambil menyunggingkan senyum, bangga,memandang aparat yang terlambat datang.

Semenjak itu direktur menganggap Pak Dedeng memiliki kemampuan menangani soal non-teknis: menghadapi warga yang merasa bahwa keuntungan suatu proyek akan sangat besar; menangani "serbuan" Organisasi Massa yang berseragam bak tentara berteriak-teriak meminta jatah pengamanan proyek; berhubungan dengan para tokoh setempat agar mempengaruhi warga; atau kadang menjalin komunikasi (tentunya dengan sejumlah uang rokok) dengan oknum aparat. 

Karena keluwesannya, kadang-kadang mampu mengulur-ulur wakt, ia berhasil mengatasi permasalahan yang dianggap menggangu dan sulit tersebut, setidaknya uang yang dikeluarkan lebih sedikit dari yang diminta pihak itu. Memang ia bekerja sendiri. 

Ia bisa dengan pasrah menghadapi berbagai situasi. Bisa jadi para pihak menjadi tidak tega menatap wajah lugu yang cenderung memelas. Yang penting pihak perusahaan tidak mengetahuinya, ia selalu bercerita dengan berapi-api di hadapan koleganya: bagaimana perjuangannya mati-matian menghadapi "lawan". Ia bisa bercerita dengan berbuih. Pendengarnya percaya.

Kemudian Pak Dedeng sibuk tak terhingga. Nyaris setiap waktu dihabiskannya di berbagai proyek yang diperoleh perusahaan konstruksi tersebut. Tiga atau empat pekerjaan sekaligus ditangani dengan lokasi berbeda kota. 

Tiada hari libur, tiada tanggal merah. Semua hari adalah untuk bekerja. Kecuali saat dimana para mandor dan tukang harus berhenti: sekitar hari raya Idul Fitri, Idul Adha, hari kemerdekaan dan tahun baru. Tiada tanggal merah bagi proyek, semua tanggal berwarna hitam.

Kemampuan bergaul dengan pelaksana proyek, mandor dan tukang telah membentuknya menjadi orang yang juga mengerti tentang hal teknis. Dalam beberapa kejadian, Pak Dedeng diberi kepercayaan menggantikan seorang pelaksana proyek. Entah karena ketidaksukaan pimpinan kepada pelaksana. 

Bisa jadi merupakan cara berhemat dengan memberhentikan pelaksana, yang bergaji mahal, dengan seorang Pak Dedeng yang memiliki gaji lebih rendah.

Pimpinan perusahaan puas, pekerjaannya dianggap menguntungkan, tidak banyak cincong alias tak suka menuntut dan sigap melaksanakan perintah apa saja. Hari ini berada di proyek Cariu, besok proyek  di Garut, Minggu depan pada proyek yang berlokasi di Bojonggede atau Cibinong.

Menjelang akhir proyek, ia sering menggantikan pelaksana proyek yang dipecat perusahaan karena dianggap tidak becus, dianggap kualias pekerjaannya atau kemampuan manajerial tidak mumpuni. 

Alasan lain sebenarnya karena sudah menjadi beban perusahaan dengan fasilitas dan bergaji tinggi pula. Sebagaimana pekerjaan pembangunan gedung kantor berlantai-dua milik pemerintah pusat, yang berlokasi di Garut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun