Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Jum'at di Malam Natal

8 Januari 2016   14:09 Diperbarui: 8 Januari 2016   14:09 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perasaan seperti ada yang bergerak-gerak dibelakangnya. Penasaran diliriknya kearah belakang kearah pohon mangga yang berjarak sekitar 3 meter dari tempatnyanya jongkok. Disamping pohon mangga yang ada bacokan membentuk huruf AG, sekilas  tampak ada sosok hitam tinggi besar serta tidak berpakaian sedang mengawasinya. Sosoknya seperti orang Suku Papua, namun kok malam-malam seperti ini tidak pakai baju, apalagi ini malam menjelang Natal.  Belum lagi ada hal yang janggal, sudah menjadi kebiasaan kalau ada orang yang datang, selalu mengucapkan salam, apakah itu selamat pagi, siang, sore ataupun selamat malam. Yang ini tidak….

Tanpa berpikir panjang, Yono berdiri menjauh dari sana, setengah berlari dia masuk kedalam mes melalui pintu belakang.

“Malam Jum’at apa sekarang?” tanya Yono begitu masuk kedalam rumah.

“Memang kenapa, Mas?” saya balik  bertanya, sambil menyalakan kompor minyak tanah. Harap dimaklum, kompor gas belum masuk sampai di pedalaman Papua.  Kalau pun ada, mau berapa harganya? Pasti setinggi langit, wajar saja, alat angkutnya juga ke tempat kami harus memakai kapal laut. Perut lapar, pas mau makan nasi, nasi di magic com basi, akibat seharian PLN mati. Jadinya bikin mie rebus saja. Ya, PLN pun hanya hidup di malam hari saja, jadi nasi sering basi, belum lagi ikan dan daging yang disimpan dilemari es. Akhirnya terbuang,  jadi santapan gratis Hunter, anjing tetangga kami.

Buat masyarakat Papua yang ada di pedalaman, listrik adalah barang yang langka, begitu juga dengan bahan bakar. Kalau bensin di P. Jawa naik sampai 8 ribu orang sudah pada teriak-teriak. Buat kami yang ada di Papua, harga 24 ribu perliter bisa dibilang harga yang relatif murah. Kami sudah terbiasa dengan harga-harga yang selangit seperti itu. Semua serba mahal karena kurangnya inprastruktur, terutama jalan dan jembatan. Tidak ada  yang menghubungkan antara kota dan pedesaan. Transportasi paling kapal laut ataupun pesawat perintis untuk mengangkut Bama (Bahan Makanan- istilah di Papua)

Yono kemudian menceritakan pengalaman ngeri-ngeri sedapnya barusan.

Akibat listrik pula, pekerjaan Yono harus dikerjakan pada malam hari. Alat pertukangan kami semua perlu tenaga listrik, maka kawan satu itu harus kerja lembur malam hari di saat listrik PLN hidup.

“Ha…ha…paling mau kenalan sambil ngawanin Mas bekerja…”gurau saya

“Ya, nggak lah. Saya kan lahir di sini, di Papua. Paling mau kenalan sama orang baru seperti bapak….” Kata Yono nggak mau kalah.

“Wah…wah….! Gimana lihat kakinya? Nyentuh tanah, nggak?”

“Boro-boro, Pak…” kata Yoono sambil menghela napas panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun