Mohon tunggu...
M. Makarumpa
M. Makarumpa Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi--Kaidah--Realitas

Kemajuan peradaban umat manusia bermula dari amajinasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa Depan Indonesia Dalam Lensa Siklus Peradaban

12 Januari 2021   20:41 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:02 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dari akar teologinya, bangsa Indonesia mengalur kepada Nabi Ibrahim. Orang Islam menyebut namanya setiap hari dalam salat, melakukan haji, kurban, dan simbolitas lainnya. Di mata orang Nasrani maupun Yahudi, Nabi Ibrahim adalah "Sahabat Allah", "Pokok Anggur Allah" dan semua nabi-nabi dari Bani Israel, termasuk Nabi Nabi Musa dan Nabi Isa, berasal dari nasabnya. Tidak sedikit pula yang berpendapat kalau filosofi dalam Hindu dan Buddha mewarisi “DNA” filosofis Nabi Ibrahim. Dan secara politis, sejarah menunjukkan bahwa bangkitnya Yerusalem di zaman Nabi Musa, Kerajaan Allah di zaman Nabi Isa, maupun Darusalam di zaman Nabi Muhammad sebagai peradaban yang unggul tidak terlepas dari kerja sama antarsesama generasi Nabi Ibrahim ini.

Seolah-olah ini panggilan bagi seluruh generasi Nabi Ibrahim khususnya di Indonesia untuk merajut kembali ikatan persaudaraan di antara mereka. Akibat logis dari ini mengharuskan mereka berhenti bertengkar pada aspek-aspek pinggiran berupa ritus dan liturgi, menonjolkan yang satu dari yang lainnya, saling mengafiri, dan sebagainya, sebab mereka bersaudara. Ruh dari generasi Nabi Ibrahim terdahulu yang sukses membangun peradaban yang unggul mesti ditransformasikan kepada bangsa ini supaya peradaban serupa bangkit kembali di sini sebagai penggenapan daripada nubuat atau prediksi di atas. Syaratnya, bangsa ini harus berlepas diri dari segala bentuk keterikatan dan ketundukkan kepada bangsa-bangsa lain sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi Musa, dan seterusnya, kendati  harus berhadapan dengan kekuatan adidaya sekalipun. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun