Mohon tunggu...
M. Makarumpa
M. Makarumpa Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi--Kaidah--Realitas

Kemajuan peradaban umat manusia bermula dari amajinasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa Depan Indonesia Dalam Lensa Siklus Peradaban

12 Januari 2021   20:41 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:02 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Umat (bangsa) dan peradaban lahir, tumbuh dewasa, menua, lalu mati. Di antaranya ada yang mampu bangkit kembali, ada (pula) yang tidak dengan berbagai faktor. Keniscayaan ini menimpa semua bangsa di muka bumi sepanjang sejarah, tanpa kecuali. Tentang ini Al-Quran mengatakan, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya dan  memajukannya barang sesaatpun." 

Nas di atas mengilhami pemikir-pemikir dunia, satu di antaranya Ibnu Khaldun, filsuf abad pertengahan yang memperkenalkan teori siklus peradaban. Teori yang diamini oleh sejarawan, sosiolog, dan peneliti modern seperti Philip K. Hitti, Charles Issawi, Arnold J. Toynbee hingga influencer Mark Zuckerberg sebagaimana kesaksiannya atas Sapiens-nya Yuval Noah Harari. Sejauh ini tiada seorang pun membantahnya termasuk ilmuan Richard Dawkins yang menolak nabi-nabi, kitab suci Abrahamik, hingga Tuhan melalui Outgrowing God-nya yang terkenal itu.

Walaupun menyoal ini, Al-Quran tidak merinci sebab-sebab runtuhnya bangsa dan peradaban. Al-Quran memilih mengangkat cerita keruntuhan tujuh bangsa besar, yaitu kaum Nuh, 'Ad, Tsamud, 'Aika, Tubba', Sodom, dan Mesir hampir di semua juz. Di samping itu, bangsa-bangsa ini kuat dan maju: membangun kota, benteng kokoh, istana megah hingga peradaban. Di antaranya bahkan disebut telah mengelola dan memakmurkan bumi melebihi umat-umat setelahnya.

Ajal Semua Bangsa dan Peradaban

Namun bukan berarti yang di luar itu luput dari ajal. Bangsa dan peradaban besar lainnya seperti Mesopotamia, Babilonia, Persia, Yunani, dan Romawi juga runtuh, sekalipun Hammurabi, Nebukadnezar, Cyrus the Great, Alaxander the Great, Julius Ceasar, dan orang-orang perkasa lainnya memimpin mereka. Bahkan konon Manna, Ahura Mazda, Apollo, Zeus, dan dawa-dewa lainnya melindungi. Maya, Inca, dan Aztec merupakan penguasa benua Amerika yang runtuh setelah diinvasi Eropa. Mongol, Mughal, Sriwijaya, Majapahit, Turky Utsmani, adalah sederet penguasa di Asia yang juga mengalami nasib serupa. Sains modern bahkan menemukan dan mengidentifikasi Lemuria sebagai peradaban canggih puluhan ribu tahun silam, Gobekli Tepe, juga Atlantis dengan semua spekulasi tentangnya.

Tidak hanya yang kuno, ajal juga menjemput bangsa modern. Uni Soviet, misalnya, adalah entitas komunis terbesar sejagad dan satu-satunya rival AS usai Perang Dunia II, namun siapa sangka ia runtuh di abad yang sama dengan kelahirannya, mati muda (-pen). Olehnya itu, tiada guna meributkan Ghost Fleet yang meramal bubarnya sejumlah bangsa pada paruh pertama abad ini, termasuk How Democraties Die yang diunggah Anis Baswedan. Cepat atau lambat, suka atau tidak, semua bangsa yang ada hari ini pasti akan mengalaminya. Meramal keruntuhan bangsa bagaikan meramal matahari terbenam.

Ajal Yerusalem

Juga tidak menjamin bangsa dan peradaban yang dibangun oleh rasul-rasul Tuhan berdiri selamanya. Buktinya, 3 milenium terakhir semua runtuh secara bergantian. Yerusalem, misalnya, dibangun oleh Nabi Musa bersama bangsanya, Bani Israel, pada abad ke-14 SM di Palestina. Entah mengapa pena kontemporer terkesan menutupinya, beda dengan Taurat (Perjanjian Lama) yang detail mencatat mulai dari kelahiran, kejayaan sampai kematian Yerusalem.

Kejayaan Yerusalem menemui puncaknya pada era Sulaiman (anak Daud), nabi sekaligus penguasa bijaksana, berilmu, perkasa, dan disegani oleh raja-raja dunia. Di tangannya Yerusalem dikenal sebagai “Kota Terang Allah”, "mercusuar dunia", tempat dunia menimba ilmu dan kebijaksanaan Tuhan berabad-abad lamanya. Namun sepeninggal Sulaiman, Yerusalem mengalami kemunduran, pecah, hingga perang saudara yang berkepanjangan. Keadaan ini memaksa masing-masing bersekutu dengan bangsa-bangsa luar untuk memperoleh dukungan dan bantuan. Alih-alih, hal itu malah membuatnya semakin terpuruk, melemahkan kepemimpinanhingga tidak berdaulat lagi. Walhasil, pada abad ke-7 SM Babilonia menginvasi Yerusalem yang rapuh, membantai penduduk termasuk raja Israel, menawan nabi-nabi, dan memorakporandakan kotanya, sehingga Yerusalem seketika lumpuh.

Sejak itu, hegemoni Blok Timur (Babilonia, Persia) dan Blok Barat (Yunani, Romawi) mengisi sejarah peradaban dunia menggantikan posisi Yerusalem. Dan keduanya, terutama Blok Barat, menjadi pusat peradaban dan rujukan dunia, dikenal sebagai bumi kaum filsuf dan raja-raja perkasa. Sementara Bani Israel kembali tertindas oleh bangsa-bangsa, meratapi nasib mereka lewat ritus-ritus agama sambil menunggu Sang Mesias yang dijanjikan Tuhan untuk membebaskan mereka dari penjajahan bangsa-bangsa.

Nasib serupa juga menimpa Kerajaan Allah (Yerusalem II) yang dibangun oleh Nabi Isa (Almasih) bersama Bani Israel yang memercayainya. Betapapun, ini hampir mustahil dijumpai dalam catatan sejarah. Sengketa dan kemelut teologis antarsesama teolog dan sarjana-sarjana biblikal atas tema-tema penting seperti "Kerajaan Allah" itu sendiri, "Status Keilahian Yesus", “Penyaliban”, "Kematian dan Kebangkitan", dan lainnya, yang tidak pernah surut sejak era-era awal, tak ubahnya kabut yang menutupi jejak mesianik Nabi Isa. Namun di antara semua ini, Injil (Perjanjian Baru) telah meniscayakan kesuksesan Nabi Isa membebaskan Bani Israel dari penjajahan bangsa-bangsa dan memulihkan Yerusalem melalui upaya pengungkapan alegoris (baca: amtsal), termasuk juga keruntuhannya kembali. Tuhan pun memberitahukan keberhasilan Nabi Isa ini kepada Nabi Muhammad di antaranya dengan mengatakan, “Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka (Isa Almasih dan pengikutnya) menjadi orang-orang yang menang”.

Kini hegemoni Blok Barat (Romawi) menguburi seluruh jejak historis Nabi Isa bersama Kerajaan Allah-nya yang membentang nyaris 600 tahun sampai Nabi Muhammad diutus. Karena runtuh, baik Yerusalem maupun Kerajaan Allah tidak menyisakan apa-apa selain catatan (kitab), credo, ritus/liturgi, dan, kalaupun ditemukan, jejak peradabannya. Adapun unsur-unsur politik seperti wilayah, hukum, dan kekuasaannya sudah tidak ada, mati. Inilah "Marratain", kisah dua kali kerusakan yang diabadikan dalam Al-Quran surat Al-Isra' (Bani Israel).

Ajal Darusalam

Demikian halnya Darusalam, Islam imperium yang dibangun oleh Nabi Muhammad pada abad ke-7 M. Tetapi keruntuhan Darusalam ini tidak disadari seolah-olah tidak terjadi apa-apa di sana. Bisa dilihat dari tidak mengemukanya isu ini di atas mimbar dakwah, khotbah, ceramah, dan sebagainya. Yang dibicarakan adalah melulu tentang kesempurnaan Islam sebagai sebuah agama (credo dan ritus-ritus sebagaimana agama pada umumnya), sementara fakta-fakta khususnya politik atau kekuasaan, terabaikan. Misalnya penaklukan Makkah, kekalahan pasukan Romawi, perjanjian Hudaibiyyah, negara Madinah, boikot Syi'ib, dan sebagainya. Tidak heran kalau Islam kemudian dipandang tidak lebih sekedar agama yang nirkonteks dengan aspek-aspek politik di samping mengesankan Nabi Muhammad seperti seorang rohaniawan belaka yang menjauhi kekuasaan atau anti politik.

Mustahil menutup mata dari fakta sejarah bahwa politik telah mengantarkan Islam sebagai lokomotif peradaban dunia berabad-abad lamanya. Mengubah budaya penghuni padang pasir yang terbelakang menjadi unggul dan beradab, memoles Eropa Mediterania menjadi maju dan indah, memelopori pemajuan humaniora (seni, sastra, filsafat, hukum), ekonomi hingga ilmu pengetahuan yang memesona dunia, misalnya, terjadi pada saat Islam menjelma menjadi kekuatan utama politik dunia, bukan hanya sebatas agama atau kepercayaan semata. Mungkin ini sebabnya seorang ulama mengatakan bahwa siapa yang bisa memisahkan gula dari manisnya, maka bisalah ia memisahkan Islam dari politik.

Betapa itu semua membantu dalam memahami bahwa politik bukan barang “haram” yang harus dijauhi dalam risalah Tuhan. Bahkan unsur politik inilah jawaban mengapa risalah Tuhan (Islam) acapkali “tidak  akur” dengan status qou dalam hal ini penguasa-penguasa dalam sejarah di banyak tempat termasuk di Indonesia, misalnya. Namun, meraih politik dengan kudeta, unjuk rasa, (bom) bunuh diri, dan aksi-aksi teror lainnya hanya akan mencederai risalah Tuhan itu sendiri, terlepas apakah itu bagian dari kampanye untuk mengebiri dan membunuh karakter risalah Tuhan atau bukan. Yang jelas tindakan-tindakan semacam itu tidak ada presedennya dalam sunnah para rasul Tuhan.

Bagi para rasul, kekuasaan politik adalah anugerah Tuhan, tidak berasal dari manusia. Merupakan hak prerogatif Dia memilih siapapun atau bangsa manapun yang dikehendaki-Nya untuk berkuasa, dimuliakan atau sebaliknya. Dengan demikian semua kekuasaan di dunia pada prinsipnya adalah kehendak-Nya, sehingga menentangnya sama dengan menentang kehendak Tuhan itu sendiri. Itulah mengapa Nabi Muhammad menolak kekuasaan yang ditawaran oleh penguasa Makkah kepadanya; Nabi Isa menolak merajam pezina, dan Nabi Musa memilih meninggalkan Mesir. Semata-mata bukan karena mereka anti kekuasaan, tetapi mereka mengerti bahwa menegakkan hukum di dalam hukum adalah tindakan subversif (baca: makar) yang dibenci Tuhan, sehingga mereka memilih jalan damai dengan meninggalkan bangsanya. Ringkasnya, kesempurnaan Islam tidak cukup dilihat hanya dari ritus atau arkanul Islam saja tanpa melihat unsur-unsur politik yang sejak awal menyertainya.

Keruntuhan Darusalam dimulai ketika balatentara Mongol merangsek ke Baghdad (Irak sekarang) pada 1258 M. Tentara yang bengis membantai penduduk termasuk sang Khalifah berikut familinya, tanpa ampun. Tidak cuma itu, mereka juga memusnahkan jutaan literatur dan kekayaan intelektual lainnya di segala penjuru kota, khususnya di Baitul Hikmah. Peristiwa nahas ini mirip dengan tragedi yang menimpa saudaranya, yaitu Yerusalem di atas. Di sinilah nadi Darusalam mula-mula putus, inna lillahi wa inna ilaihi raaji'un

Usai keruntuhan Darusalam, sejarah segera mencatat Colombus, Hernan Cortes, Vasco da Gama, Napoleon Bonaparte, Elizabeth, Adam Smith, Karl Max, Philips, dan sebagainya. Mereka berdesak-desakan dalam buku-buku sejarah di kemudian hari, menjadi nararujuk dunia bahkan sebagian dianggap dewa di zaman modern. Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda, Jerman, AS, termasuk China, dan Rusia menjadi kiblat baru dunia menggantikan Darusalam tersebut. Liberalisme-kapitalisme dan sosialisme-komunisme menjadi mazhab utama politik dan ekonomi dunia yang bergumul satu sama lain merebut supremasi melalui aneka bentuk kolonialisme yang mengundang petaka dan mimpi buruk bagi umat manusia berabad-abad lamanya.

 

Kebangkitan Kembali

Pertanyaannya, bisakah bangsa atau peradaban yang runtuh bangkit kembali? Jawabannya: bisa. Renaissance adalah satu di antara banyak bukti, yaitu kebangkitan kembali Eropa setelah 1000 tahun terpuruk (baca: dark ages) sejak keruntuhan Romawi Kuno pada abad ke-4 M. Tidak ada yang membayangkan Eropa bisa bangkit kembali, sebab raja-raja di sana umumnya tidak pandai baca tulis, masyarakat percaya kelenik, dan praktek-praktek perdukunan adalah hal biasa. Kampung-kampungnya kecil, kumuh, becek, dan gelap. Tidak ada klinik, rumah sakit, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Setiap hari orang mati seperti hewan, karena kelaparan dan terjangkit wabah mematikan atau kalau bukan dianggap terkena sihir saja. Kenyataannya Eropa bangkit kembali sejak abad ke-15 M sampai sekarang, bahkan boleh dibilang melampaui pencapaian era klasiknya. Budaya dan cara berpikir kritis dan filosofis tumbuh kembali yang diterapkan dalam pelbagai aspek kehidupan. Dan harus diakui mereka memonopoli sains dan teknologi modern.

Fenomana kebangkitan ini juga terjadi pada paradaban Tuhan. Ini biasanya  ditandai dan diawali oleh kebangkitan seorang rasul. Hanya saja (kebangkitan rasul) ini acapkali disikapi berlebihan oleh mayoritas manusia di zamannya. Dituding menebar ajaran sesat dan menyesatkan, menistai agama, dicap gila, dan seterusnya. Sulit untuk tidak mengatakan jika hal ini telah memantik sengketa apostolik dan klaim kebenaran sepihak antarsesama generasi Abrahamik sajak lama. Misalnya Nabi Muhammad dianggap membawa agama Islam, Nabi Isa membawa agama Nasrani, dan Nabi Musa membawa agama Yahudi. Di antaranya disebut "nabi besar" sementara lainnya "kecil", lokal, diutus hanya kepada kaum-kaum tertentu, dan sebagainya. Inilah beberapa di antara banyak hal yang membuat siklus kebangkitan peradaban Tuhan ini ngeblur, sehingga sulit dibaca atau dikenali.

Tetapi ini bisa dimaklumi, sebab ada bentangan panjang antara waktu kebangkitan rasul baru dan rasul sebelumnya. Cerita berantai, Chinese Whisper, mungkin adalah cara mudah untuk menjelaskan ini: orang pertama membisikkan sesuatu (kata atau cerita) kepada orang kedua, kemudian orang kedua meneruskannya kepada orang ketiga, orang ketiga kepada orang keempat, dan seterusnya sampai kepada orang terakhir. Umumnya yang dibisikkan oleh orang pertama berubah setelah sampai kepada orang terakhir yang menimbulkan kelucuan, terlebih untuk hal-hal yang rumit. Kata “manis” bisa menjadi “amis”, “kamis”, “kumis”, dan sebagainya.

Contoh kasus, orang-orang Saduki-Farisi (yang dianggap paling memahami Tuarat dan nubuat nabi-nabi) justru yang terdepan menyesah Nabi Isa. Mereka melakukannya, sebab Nabi Isa dianggap menghujat Allah dengan ucapan-ucapannya yang notabene asing di telinga mereka. Namun Nabi Isa menyangkal mereka dengan mengatakan jika dirinya tidak meniadakan Hukum Taurat dan kitab para nabi, melainkan menggenapinya. Dari sini dapat dipahami bahwa Nabi Isa samasekali tidak membawa ajaran baru selain yang dari moyangnya, Nabi Musa, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun yang mengaku memahami Taurat dan memercayai Nabi Musa menyesahnya. Andai kata tidak ada perbedaan paham antara Nabi Isa dan orang-orang Saduki-Farisi tersebut, “kelucuan” ini tidak akan terjadi.

Kejadian serupa juga dialami oleh Nabi Muhammad. Kepada bangsanya, Nabi Muhammad mengatakan kalau dirinya tidak membawa ajaran baru selain “millata ibrahim”, jalan hidup Nabi Ibrahim yang lurus, yang adalah juga leluhur yang paling dihormati bangsanya. Tetapi tetap saja mayoritas bangsanya menolaknya, sehingga “kelucuan“ yang sama pun terulang kembali. Bukti lain dari kesamaan warta ini bisa dilihat dari hastag "kalimatun sawa" yang disampaikan Nabi Muhammad kepada ahlul kitab Nasrani. Bagi mereka yang lurus (baca: hanif) dan masih memegang ajaran Nabi Isa maupun Nabi Musa, mengenalinya seperti anaknya sendiri. Waraqah bin Naufal, misalnya, mengatakan, "inilah Namus, sesuatu yang pernah diturunkan kepada Musa”, usai berdialog dengan Nabi Muhammad. Sekali lagi, kebangkitan seorang rasul adalah "kode keras" akan kebangkitan kembali peradaban Tuhan sekaligus upaya purifikasi terhadap ajaran Tuhan itu sendiri, tidak ada hubungan dengan agama atau kepercayaan baru.

Hubungannya Dengan Indonesia?

Setelah Darusalam runtuh, pertanyaannya, adakah masa depan bagi peradaban Tuhan? Mengutip dari detiknews, Prof. Nasrudin Umar menulis panjang lebar tentang fakta kemunduran dunia Islam yang, menurutnya, sangat memalukan. Namun di saat yang sama beliau mengemukakan optimismenya terkait masa depan generasi berikutnya. Bisa dilihat ketika beliau mengutip pendapat seorang peneliti kenamaan, Prof. L.H.W Hull. Menurut Prof. Hull, telah terjadi dialektika antara sekularisme dan berbagai bentuk gerakan humanisme di Barat sebagai kritik terhadap sekularisme itu sendiri. Ada yang menarik ketika Prof. Hull melihat fenomena ini justru sebagai cikal bakal lahirnya periode baru, dialektika zaman modern yang memberi peluang besar bagi kebangkitan Islam jilid II sebagai panduan masyarakat modern. Hipotesis ini diajukannya usai melakukan penelitian terhadap dialektika peradaban selama 3000 tahun terakhir dan memberi perhatian khusus pada corak kebangkitan Nabi Muhammad. Meskipun Prof. Hull tidak menunjuk tempat di mana dialektika ini akan bermula, Prof. Nasrudin Umar berharap Indonesia dapat menjadi kiblat baru dunia modern.

Dalam bukunya, SEJARAH INDONESIA MODEREN, M.C. Ricklefs memuat nubuat Nabi Muhammad tentang generasi masa depan. Di sini disebutkan Nabi Muhammad menubuatkan "Samudera", sebuah kota di Timur yang banyak melahirkan orang-orang suci. Inilah dasar penguasa Timur Tengah menjelajahi Nusantara sejak abad ke-7 M. Singkat cerita, buku ini menyebutkan kerajaan Islam Samudera Pasai diyakini sebagai penggenapan terhadap nubuat Nabi Muhammad tersebut, kerajaan yang jatuh ke tangan imperialis Barat pada abad ke-15 M.

(Terlepas dari kerajaan Samudera Pasai), ini menarik, sebab Nabi Muhammad tidak menyebutkan kapan waktunya “orang-orang suci” itu dilahirkan sebagaimana nubuat-nubuat beliau lainnya seperti penaklukan Persia dan Konstantinopel yang membuat setiap generasi berlomba-lomba untuk menggenapinya. Yang jelas tidak ada kerajaan bernama "Samudera" di nusantara saat itu kecuali archipelago, gugusan pulau yang dihuni ratusan etnis yang terletak di antara dua samudera, sehingga membuat nusantara menjadi wilayah yang amat strategis, terhubung dengan seluruh daratan bumi.

Boleh jadi "Samudera" yang dimaksud oleh Nabi Muhammad bukan nama sebuah kerajaan, melainkan letak dan ciri-ciri geografis wilayah di Timur, yaitu nusantara ini. Dan kalau seseorang iseng-iseng menghayal Nabi Muhammad pernah ke nusantara, mungkin ada benarnya. Jika Bartholomeus Diaz, Vasco da Gama, Cornelis d'Houtman dan orang-orang Eropa jauh lainnya menjelajahi nusantara, mengapa tidak Nabi Muhammad yang lebih dekat? Terlepas dari itu, melakukan forecasting adalah hal biasa dan umum bagi para pemimpin, sebagaimana Barack Obama yang punya penglihatan tentang Indonesia di masa depan, tempat yang pernah ditinggalinya semasa kecil.

Dr. Abu Bakr Al 'Awawidah menguraikan panjang lebar tentang nubuat Nabi Muhammad lainnya, lengkap dengan ciri-ciri bangsa yang akan menggenapinya. Dari tanda-tanda yang dilihatnya, ia meyakini sekaranglah waktunya dengan mengatakan, “maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam. Ah..aku sudah melihat tanda-tandanya,” pada 2015 silam.

Dari mana memulai?

Melihat dari akar teologinya, bangsa Indonesia mengalur kepada Nabi Ibrahim. Orang Islam menyebut namanya setiap hari dalam salat, melakukan haji, kurban, dan simbolitas lainnya. Di mata orang Nasrani maupun Yahudi, Nabi Ibrahim adalah "Sahabat Allah", "Pokok Anggur Allah" dan semua nabi-nabi dari Bani Israel, termasuk Nabi Nabi Musa dan Nabi Isa, berasal dari nasabnya. Tidak sedikit pula yang berpendapat kalau filosofi dalam Hindu dan Buddha mewarisi “DNA” filosofis Nabi Ibrahim. Dan secara politis, sejarah menunjukkan bahwa bangkitnya Yerusalem di zaman Nabi Musa, Kerajaan Allah di zaman Nabi Isa, maupun Darusalam di zaman Nabi Muhammad sebagai peradaban yang unggul tidak terlepas dari kerja sama antarsesama generasi Nabi Ibrahim ini.

Seolah-olah ini panggilan bagi seluruh generasi Nabi Ibrahim khususnya di Indonesia untuk merajut kembali ikatan persaudaraan di antara mereka. Akibat logis dari ini mengharuskan mereka berhenti bertengkar pada aspek-aspek pinggiran berupa ritus dan liturgi, menonjolkan yang satu dari yang lainnya, saling mengafiri, dan sebagainya, sebab mereka bersaudara. Ruh dari generasi Nabi Ibrahim terdahulu yang sukses membangun peradaban yang unggul mesti ditransformasikan kepada bangsa ini supaya peradaban serupa bangkit kembali di sini sebagai penggenapan daripada nubuat atau prediksi di atas. Syaratnya, bangsa ini harus berlepas diri dari segala bentuk keterikatan dan ketundukkan kepada bangsa-bangsa lain sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi Musa, dan seterusnya, kendati  harus berhadapan dengan kekuatan adidaya sekalipun. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun