Fenomana kebangkitan ini juga terjadi pada paradaban Tuhan. Ini biasanya ditandai dan diawali oleh kebangkitan seorang rasul. Hanya saja (kebangkitan rasul) ini acapkali disikapi berlebihan oleh mayoritas manusia di zamannya. Dituding menebar ajaran sesat dan menyesatkan, menistai agama, dicap gila, dan seterusnya. Sulit untuk tidak mengatakan jika hal ini telah memantik sengketa apostolik dan klaim kebenaran sepihak antarsesama generasi Abrahamik sajak lama. Misalnya Nabi Muhammad dianggap membawa agama Islam, Nabi Isa membawa agama Nasrani, dan Nabi Musa membawa agama Yahudi. Di antaranya disebut "nabi besar" sementara lainnya "kecil", lokal, diutus hanya kepada kaum-kaum tertentu, dan sebagainya. Inilah beberapa di antara banyak hal yang membuat siklus kebangkitan peradaban Tuhan ini ngeblur, sehingga sulit dibaca atau dikenali.
Tetapi ini bisa dimaklumi, sebab ada bentangan panjang antara waktu kebangkitan rasul baru dan rasul sebelumnya. Cerita berantai, Chinese Whisper, mungkin adalah cara mudah untuk menjelaskan ini: orang pertama membisikkan sesuatu (kata atau cerita) kepada orang kedua, kemudian orang kedua meneruskannya kepada orang ketiga, orang ketiga kepada orang keempat, dan seterusnya sampai kepada orang terakhir. Umumnya yang dibisikkan oleh orang pertama berubah setelah sampai kepada orang terakhir yang menimbulkan kelucuan, terlebih untuk hal-hal yang rumit. Kata “manis” bisa menjadi “amis”, “kamis”, “kumis”, dan sebagainya.
Contoh kasus, orang-orang Saduki-Farisi (yang dianggap paling memahami Tuarat dan nubuat nabi-nabi) justru yang terdepan menyesah Nabi Isa. Mereka melakukannya, sebab Nabi Isa dianggap menghujat Allah dengan ucapan-ucapannya yang notabene asing di telinga mereka. Namun Nabi Isa menyangkal mereka dengan mengatakan jika dirinya tidak meniadakan Hukum Taurat dan kitab para nabi, melainkan menggenapinya. Dari sini dapat dipahami bahwa Nabi Isa samasekali tidak membawa ajaran baru selain yang dari moyangnya, Nabi Musa, sehingga tidak ada alasan bagi siapapun yang mengaku memahami Taurat dan memercayai Nabi Musa menyesahnya. Andai kata tidak ada perbedaan paham antara Nabi Isa dan orang-orang Saduki-Farisi tersebut, “kelucuan” ini tidak akan terjadi.
Kejadian serupa juga dialami oleh Nabi Muhammad. Kepada bangsanya, Nabi Muhammad mengatakan kalau dirinya tidak membawa ajaran baru selain “millata ibrahim”, jalan hidup Nabi Ibrahim yang lurus, yang adalah juga leluhur yang paling dihormati bangsanya. Tetapi tetap saja mayoritas bangsanya menolaknya, sehingga “kelucuan“ yang sama pun terulang kembali. Bukti lain dari kesamaan warta ini bisa dilihat dari hastag "kalimatun sawa" yang disampaikan Nabi Muhammad kepada ahlul kitab Nasrani. Bagi mereka yang lurus (baca: hanif) dan masih memegang ajaran Nabi Isa maupun Nabi Musa, mengenalinya seperti anaknya sendiri. Waraqah bin Naufal, misalnya, mengatakan, "inilah Namus, sesuatu yang pernah diturunkan kepada Musa”, usai berdialog dengan Nabi Muhammad. Sekali lagi, kebangkitan seorang rasul adalah "kode keras" akan kebangkitan kembali peradaban Tuhan sekaligus upaya purifikasi terhadap ajaran Tuhan itu sendiri, tidak ada hubungan dengan agama atau kepercayaan baru.
Hubungannya Dengan Indonesia?
Setelah Darusalam runtuh, pertanyaannya, adakah masa depan bagi peradaban Tuhan? Mengutip dari detiknews, Prof. Nasrudin Umar menulis panjang lebar tentang fakta kemunduran dunia Islam yang, menurutnya, sangat memalukan. Namun di saat yang sama beliau mengemukakan optimismenya terkait masa depan generasi berikutnya. Bisa dilihat ketika beliau mengutip pendapat seorang peneliti kenamaan, Prof. L.H.W Hull. Menurut Prof. Hull, telah terjadi dialektika antara sekularisme dan berbagai bentuk gerakan humanisme di Barat sebagai kritik terhadap sekularisme itu sendiri. Ada yang menarik ketika Prof. Hull melihat fenomena ini justru sebagai cikal bakal lahirnya periode baru, dialektika zaman modern yang memberi peluang besar bagi kebangkitan Islam jilid II sebagai panduan masyarakat modern. Hipotesis ini diajukannya usai melakukan penelitian terhadap dialektika peradaban selama 3000 tahun terakhir dan memberi perhatian khusus pada corak kebangkitan Nabi Muhammad. Meskipun Prof. Hull tidak menunjuk tempat di mana dialektika ini akan bermula, Prof. Nasrudin Umar berharap Indonesia dapat menjadi kiblat baru dunia modern.
Dalam bukunya, SEJARAH INDONESIA MODEREN, M.C. Ricklefs memuat nubuat Nabi Muhammad tentang generasi masa depan. Di sini disebutkan Nabi Muhammad menubuatkan "Samudera", sebuah kota di Timur yang banyak melahirkan orang-orang suci. Inilah dasar penguasa Timur Tengah menjelajahi Nusantara sejak abad ke-7 M. Singkat cerita, buku ini menyebutkan kerajaan Islam Samudera Pasai diyakini sebagai penggenapan terhadap nubuat Nabi Muhammad tersebut, kerajaan yang jatuh ke tangan imperialis Barat pada abad ke-15 M.
(Terlepas dari kerajaan Samudera Pasai), ini menarik, sebab Nabi Muhammad tidak menyebutkan kapan waktunya “orang-orang suci” itu dilahirkan sebagaimana nubuat-nubuat beliau lainnya seperti penaklukan Persia dan Konstantinopel yang membuat setiap generasi berlomba-lomba untuk menggenapinya. Yang jelas tidak ada kerajaan bernama "Samudera" di nusantara saat itu kecuali archipelago, gugusan pulau yang dihuni ratusan etnis yang terletak di antara dua samudera, sehingga membuat nusantara menjadi wilayah yang amat strategis, terhubung dengan seluruh daratan bumi.
Boleh jadi "Samudera" yang dimaksud oleh Nabi Muhammad bukan nama sebuah kerajaan, melainkan letak dan ciri-ciri geografis wilayah di Timur, yaitu nusantara ini. Dan kalau seseorang iseng-iseng menghayal Nabi Muhammad pernah ke nusantara, mungkin ada benarnya. Jika Bartholomeus Diaz, Vasco da Gama, Cornelis d'Houtman dan orang-orang Eropa jauh lainnya menjelajahi nusantara, mengapa tidak Nabi Muhammad yang lebih dekat? Terlepas dari itu, melakukan forecasting adalah hal biasa dan umum bagi para pemimpin, sebagaimana Barack Obama yang punya penglihatan tentang Indonesia di masa depan, tempat yang pernah ditinggalinya semasa kecil.
Dr. Abu Bakr Al 'Awawidah menguraikan panjang lebar tentang nubuat Nabi Muhammad lainnya, lengkap dengan ciri-ciri bangsa yang akan menggenapinya. Dari tanda-tanda yang dilihatnya, ia meyakini sekaranglah waktunya dengan mengatakan, “maka sungguh aku berharap, yang dimaksud oleh Rasulullah itu adalah kalian, wahai bangsa Nusantara. Hari ini, tugas kalian adalah menggenapi syarat-syarat agar layak ditunjuk Allah memimpin peradaban Islam. Ah..aku sudah melihat tanda-tandanya,” pada 2015 silam.
Dari mana memulai?