"Baguslah...Kamu hati-hati yah..." Orang-orang semakin kurang. Kami yang terakhir. Aku mengambilkan tasnya di kabin. Lagi pula badannya tak terlalu tinggi. Sebahuku.Â
"Terima kasih..." Katanya. Aku hanya tersenyum dan mengangguk ringan. Kami turun dari pesawat. Udara di bandara tak terlalu panas. Langit tampak mendung. Kami berjalan bersama tanpa dialog. Aku hanya menikmati padatnya bandara yang sedang arus balik lebaran. Aku dan dia tiba di tempat di mana kami harus mengambil koper dari bagasi. Teman-temanku juga sudah menunggu di situ. Mereka sudah bersiap dengan troli untuk memuat koper. Â
"Kopermu warna apa?
"Biru. Ada namanya..." aku melihat satu per satu. Ia menunggu kira-kira lima meter dari alat itu. Tak lama. Koper itu muncul. Aku mengangkat dan membawakannya.Â
"Terima kasih yah..." katanya dengan tangan terkatup di dada dan membungkuk sedikit. Ia pamit. Ia pergi duluan. Kami berpisah.Â
***
Aku tersenyum. Aku merasa penuh. Penuh setelah menyelesaikan tayangan itu. Beberapa teman sudah datang. Mereka siap untuk olahraga. Masing-masing sudah mengenakan sepatunya yang rata-rata belum lama dibeli di pasar Karanganyar beberapa hari yang lalu. Kenangan itu tak akan kulupakan. Semua sudah tercatat dalam bentuk cerpen yang dibagi menjadi tiga episode. Ini bagian yang terakhir. Kenangan akan dia yang menjadi teman yang asyik selama 90 menit. 90 menit bersama si Turki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H