"Ini, aku kembalikan. Takut mubazir..." katanya tersenyum sembari mengembalikan buku itu. Aku mengambilnya. Ini hal yang biasa untuk orang yang bukan dari Indonesia. Aku memakluminya.Â
"Kamu punya e-mail?"Â
"Punya..."Â
"Boleh aku minta, siapa tahu kita bisa berdiskusi. Tulis aja di sini..."Â
"Mari..." ia menulis emailnya di halaman belakang buku.Â
"Terima kasih..." kataku tersenyum.Â
"Penumpang yang terhormat, sebentar lagi..." suara seorang pramugari memecah keheningan percakapan kami yang agak lenggang. Sebentar lagi pesawat yang kami naiki akan mendarat di bandara Adisucipto, Yogyakarta. Di jendela sudah terlihat beberapa rumah yang tersebar agak rapi. Sungai yang warnanya tidak menarik hati membuat mata bertahan agak lama. Coklat.Â
"Itu UNY-kan?" aku menunjuk atap dengan tulisan UNY berwarna putih.Â
"Iya..." Ia melihatku. Tersenyum dan melihat keluar jendela lagi. Aku sudah menggunakan sabuk pengaman, mengikuti arahan pramugari tadi. Dia juga. Kami masih melihat keluar jendela sementara pesawat sudah agak miring karena sementara melakukan pendaratan. Ada sedikit tekanan setelah mendarat. Pesawat berhenti. Suara bel tanda sabuk pengaman sudah boleh dibuka berbunyi. Orang-orang sibuk mengambil kopernya dan berdesakan turun dari pesawat. Ini momen terakhir. Sebentar lagi aku akan berpisah. Aku dan dia sengaja supaya turun terakhir. Kami tidak mau berdesakan.Â
"Kamu pulang sendiri yah... emangnya nggak ada yang jemput...?" tanyaku sambil membuka sabuk pengaman dan mengambil tasku. Beberapa teman sudah turun duluan. Aku yang terakhir. Terakhir bersama dia. Teman baruku. Kayaknya dia lebih tua dariku.Â
"Tidak...saya akan dijemput oleh teman saya..."Â