Mohon tunggu...
Muhammad Rizki
Muhammad Rizki Mohon Tunggu... -

Entrepreneur based on Muamalah

Selanjutnya

Tutup

Money

Fatwa Perbankan - dan Penggunaan Bunga Deposito yang Diterima dari Bank

20 Oktober 2012   15:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 2661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ibnu Rushd menjelaskan masalah ini dalam Bidayat Al-Mujtahid nya:
"Sebuah tema yang relevan dengan subyek dalam bab ini adalah tradisi yang menegaskan bahwa Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, melarang dua penjualan dalam satu akad, sesuai dengan hadits Ibnu 'Umar dan kemudian Ibnu Masud dan Abu Hurairah. Abu Umar berkata bahwa semua ini telah disampaikan oleh otoritas yang dapat dipercaya. Para ahli hukum, umumnya sepakat pada implikasi dari hadits ini, tetapi berbeda dalam rinciannya - maksud saya adalah bentuk istilah mana yang diterapkan dan yang mana yang tidak. Mereka juga sepakat pada beberapa bentuk. Penjualan ini dapat terjadi dalam tiga cara:


  • pertukaran dua komoditi berharga untuk dua harga.
  • pertukaran satu komoditi berharga untuk dua harga.
  • pertukaran dua komoditi berharga untuk satu harga, dalam hal salah satu dari dua penjualan telah terikat.


Penjualan dua komoditi berharga untuk dua harga divisualisasikan dalam dua cara:


  • Bahwa orang mengatakan kepada yang lain, "Aku akan menjual barang ini dengan harga sekian dengan syarat kamu menjual rumahmu kepadaku dengan harga sekian;"
  • Bahwa ia berkata kepadanya, "Aku akan menjual benda ini dengan harga satu dinar atau komoditi yang lainnya dengan harga dua dinar."


Penjualan satu komoditi untuk dua harga juga divisualisasikan dalam dua cara:


  • Seperti sesorang berkata kepada yang lain ‘yang satu ini dalam bentuk tunai, sementara yang lain dalam bentuk kredit’,
  • Seperti sesorang berkata kepada yang lain, ‘Aku akan menjual gaun ini tunai dengan harga sekian dengan syarat saya membeli nya dari kamu dengan kredit untuk satu periode dengan harga sekian’.


Penjualan dua komoditas untuk satu harga adalah seperti perkataan berikut,


  • "Aku akan menjual keduanya kepada mu dengan harga sekian."


…Walau bagaimanapun, jika dia berkata, "Aku akan membelikan ini untukmu dengan harga sekian dan tunai dengan syarat Kamu membelinya dari saya dengan kredit dalam satu periode," transakti tersebut tidak diizinkan dengan suara bulat oleh para ahli fiqh melalui ijma, karena menurut mereka termasuk dalam salah satu kategori 'ina, karena penjualan dilakukan oleh seseorang yang ia tidak memiliki barang tersebut dan juga melibatkan kasus terlarang 'Jahl' tentang harga.
Malik menulis dalam Muwaththa:

"Yahya meriwayatkan padaku dari Malik bahwa ia mendengar bahwa al-Qasim Ibn Muhammad pernah ditanya tentang seorang pria yang membeli barang seharga 10 dinar dengan tunai atau 15 dinar dengan kredit. Dia tidak menyetujui itu dan melarangnya."


Malik mengatakan bahwa jika seseorang membeli barang dari orang lain, dengan pilihan sepuluh dinar dengan tunai atau lima belas dinar dengan kredit, pembeli memilih salah satu dari dua harga itu. Hal semacam itu tidak harus dilakukan karena jika dia menunda pembayaran yang sepuluh, maka akan menjadi lima belas dalam bentuk kredit, dan jika dia membayar yang sepuluh maka dia akan membelinya, yang tadinya seharga lima belas dinar dalam bentuk kredit.
Malik mengatakan bahwa hal tersebut tidak berlaku untuk seseorang yang akan membeli barang dari orang lain baik dengan satu dinar tunai atau untuk seekor domba dengan kredit dan salah satu dari dua harga itu dipilihnya. Hal itu tidak dilakukan karena Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai, melarang dua penjualan dalam satu penjualan. Ini adalah semacam dua penjualan dalam satu akad.
Semua ini membuktikan bahwa praktik Murabahah versi Bank Islam dilarang. Karena sebenarnya itu bukan Murabahah, tapi dua penjualan dalam satu akad, yang dilarang oleh Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya damai.
Larangan dua penjualan dalam satu akad juga termasuk praktik yang mengerikan yang umum terjadi di pasar dan telah disahkan oleh Bankir Islam. Hal ini mengacu kepada orang-orang yang menjual barang-barang mereka dengan dua harga, satu dalam bentuk tunai dan satu kredit. Praktik tersebut Haram dan harus diberantas. Baik penjual menjualnya untuk satu harga atau beberapa harga atau dengan komoditi yang lain sebagai uangnya, jika dia memutuskan untuk menerima pembayaran tertunda, maka harga tidak boleh meningkat.
Taqi Osmani menegaskan bahwa transformasi Murabahah ke dalam sistem keuangan, dan berikutnya menjadi Islamisasi Sistem Keuangan, tidak dibenarkan dalam syari'ah namun hanya untuk ukuran sementara:
"Awalnya, Murabahah adalah jenis tertentu dari penjualan dan bukan modus pembiayaan. Modus pembiayaan yang ideal menurut syari'ah adalah mudarabah atau musharakah yang telah dibahas dalam bab pertama. Namun, dalam perspektif ekonomi saat terjadinya kesulitan praktis tertentu yang disengaja dalam menggunakan instrumen mudarabah dan musharakah di beberapa daerah pembiayaan, para ahli syari'ah kontemporer telah memperbolehkan penggunaan Murabahah pada pembayaran yang ditangguhkan sebagai modus pembiayaan, sesuai dengan kondisi tertentu. Tapi ada dua poin penting yang harus sepenuhnya dipahami dalam hal ini:
Wajib diingat bahwa, awalnya, Murabahah bukanlah modus pembiayaan. Murabahah adalah hanya sebuah perangkat untuk melepaskan diri dari "bunga" dan juga bukanlah sebuah instrumen ideal untuk melaksanakan tujuan ekonomi riil Islam. Oleh karena itu, instrumen ini harus digunakan sebagai 'langkah sementara' yang diambil dalam proses Islamisasi ekonomi, dan penggunaannya harus dibatasi hanya untuk kasus-kasus di mana mudarabah atau musharakah tidak dapat dipraktikkan.
Namun, ide tentang 'langkah sementara' belum disampaikan kepada nasabah mereka. Nasabah hanya diberitahu bahwa praktik Murabahah adalah halal. Masalah terburuknya adalah bahwa praktek ini bukan merupakan model Islam, tapi untuk integrasi lebih lanjut ke dalam sistem kapitalis, yang mereka sebut sebagai Islamisasi ekonomi. Islamisasi ekonomi bukanlah transformasi realitas kapitalis disekitar kita, tetapi transformasi hukum Islam untuk mengubah kapitalisme tersebut.
Murabahah seperti yang dilakukan oleh Bank Islam adalah penipuan murni

Tariq al-Diwani menulis dalam esainya "Perbankan Islam tidak Islami"

"Contractum trinius adalah trik hukum yang digunakan oleh pedagang Eropa di Abad Pertengahan untuk memungkinkan riba pada pinjaman, sesuatu yang ditentang keras di Gereja. Contractum trinius adalah kombinasi dari tiga kontrak terpisah, masing-masing kontrak tersebut diperbolehkan oleh Gereja, namun jika dipakai bersama-sama akan menghasilkan pengembalian dengan keuntungan yang bertingkat. Misalnya, si A menginvestasikan £100 ke si B selama satu tahun. Kemudian si A akan menjual haknya kembali ke B untuk tiap keuntungan diatas katakanlah £30, untuk fee sebesar £15 yang harus dibayar oleh B. Akhirnya, si A akan mengasuransikan dirinya sendiri terhadap kerugian kekayaan dengan cara kontrak ketiga disepakati dengan B dengan biaya untuk A dari £5. Hasil dari tiga kontrak secara bersamaan disepakati adalah pembayaran bunga sebesar £10 pada pinjaman £100 yang dibuat oleh A ke B.


Saya telah membaca tentang contractum trinius beberapa bulan sebelum penemuan pertama dokumentasi lengkap tentang 'dibalik kontrak Murabahah Perbankan Islam.' Ini adalah kontrak dimana si A sebagai orang yang membiayai pembelian barang X dari si B. Pihak bank akan menjadi perantara dalam transaksi ini dengan meminta si A untuk berjanji membeli barang X dari bank dan setelah pihak bank membeli barang tersebut dari B. Dengan janji yang diberikan, bank tahu bahwa jika membeli barang X ini dari B, bank akan dapat segera menjualnya ke A. Bank akan setuju bahwa si A bisa membayar barang X selama tiga bulan setelah bank mengirimkan barang itu. Sebagai imbalannya, A akan setuju untuk membayar beberapa persen lebih banyak kepada bank dari harga barang X yang dibeli oleh bank dari si B. Efek bersihnya adalah tingkat bunga yang tetap dalam pengembalian bembiayaan bagi bank, kontrak dilaksanakan dari saat bank membeli barang X dari B. Uang yang dikeluarkan sekarang untuk mendapatkan uang yang lebih banyak di kemudian hari, dengan barang X diantaranya.
Kumpulan perangkat hukum di atas tidak lain hanya trik untuk menghindari riba, sebuah contractum trinius modern Islami. Faktanya bahwa penjelasan lengkap dari kontrak ini sangat sulit untuk didapatkan, dan menjadi fakta yang memalukan di Perbankan Islam. Jika memang bersih, mengapa begitu rahasia? Berikut ini adalah kutipan dari kontrak murabahah yang sering digunakan oleh dua lembaga besar selama tahun 1990-an: "'Beneficiary/Penerima' adalah klien yang membutuhkan keuangan, dan ketentuan sebelumnya mengharuskan Beneficiary bertindak sebagai agen dari Bank dalam mengambil pengiriman barang."
Penipuan ini tidak dapat diterima dalam Hukum Islam. Ini hanyalah sebuah trik untuk menyajikan sesuatu yang Haram sebagai sesuatu yang Beneficiary.

4.6.4. Bahaya menghilangkan hal yang prinsipal dari sebuah perjanjian

KETIKA BEBERAPA KONTRAK diubah menjadi beberapa prinsip simbolik, tafsiran yang ditimbulkan pun akan benar-benar tercabut dari prinsip 'amalan Islami. Hasilnya, proses 'Islamisasi' ekonomi, secara intelektual menciptakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya berkenaan dengan General Plan 'Islamisasi Kapitalisme'.
Karya Taqi Osmani pun dipergunakan oleh legiun baru, Bankir Islam, dalam penciptaan 'ijtihad' yang akan dijadikan sebagai dasar hukum, melalui beberapa prinsip metodologi yang sama, mereka bergerak ke lapisan berikutnya yaitu 'Islamisasi'. Ketika menuju ke Islamisasi yang telah diubah dasar hukumnya, sumber-sumber yang asli pun benar-benar terlupakan. Dasar penalaran pun akan berganti posisi dari hukum yang sebenarnya ke hukum yang dibuat oleh generasi Bankir Islam sebelumnya. Hasilnya adalah kebohongan diatas kebohongan. Islamisasi pasar berjangka 'futures market' adalah produk barunya, dan bukan produk akhir, dari kebohongan tak terkendali yang kita sebut 'islamisasi ekonomi'. Masalah ini, seperti yang ditulis dalam: Sebuah Sanggahan Yuridis Taqi Osmani (A Juridical Rebuttal of Taqi Osmani) ditulis oleh Hadhrat Maulana Mufti Habeebullaah dari Pakistan. Mufti Habeebullaah menulis: "

"Saya telah membuat studi mendalam tentang buku Mufti Muhammad Taqi Uthmaani Saheib, Islaam Aur Jadeed Ma' eeshat Wa Tijaarat (Islam dan Kehidupan Modern dan Perdagangan). Saya menyimpulkan bahwa Mufti Saheb menemui kegagalan dalam pembangunan sistem kapitalis berbasis Islam dan Syari'at nya. Meskipun Islam bertolak-belakang dengan sistem ini, Mufti Saheb berusaha untuk membuat Islam tunduk terhadap sistem kapitalis ini. Namun, kita (umat Islam) dan sosial kita dan kehidupan politik kita dan semua sistem kita harus tunduk kepada Syariah. Lebih jauh lagi, Mufti Saheb terus berusaha, dengan penambahan kata Jadeed (modern), untuk menyajikan sistem kapitalis dalam nuansa syari'at. Upaya ini memandang bahwa peninggkatan moneter pada sistem kapitalis bisa dianggap sebagai laba yang halal. Dengan demikian, mereka bisa mempergunakan keuntungan tersebut tanpa pemahaman dosa dan dosa yang berlipat ganda. Pemahaman ini benar-benar kebinasaan di dunia ini dan di Akhirat."


Teknik yang digunakan adalah transformasi hukum Islam ke dalam prinsip-prinsip abstrak tanpa konteks dasar dan kemudian mengaplikasikannya secara bebas dengan meng-analogi-kan ke dalam kontrak asing. Jadi proses ini dianggap sebagai "peng-Islam-an kontrak". Di bawah ini adalah contoh bagaimana Mudharabah secara simbolis diartikan sebagai profit sharing 'bagi-hasil' dan Musyarakah sebagai equity participation 'modal bersama'. Implikasinya adalah bahwa jika Mudharabah adalah kontrak yang telah divalidasi oleh Fiqh Islam, maka setiap bentuk bagi-hasil secara prinsip sudah ada di dunia kapitalis.

"Adalah sebuah argumen yang baik jika dampak Mudarabah dalam memobilisasi sumber daya dapat diperluas dalam perekonomian luas atau jika pembiayaan Mudarabah-Musyarakah (profit-sharing & equity participation) dapat dikualifikasikan sebagai partisipasi kooperatif dan aktif antara pemegang saham, dan bukan hanya sekadar manajemen sebuah dana menganggur yang dikumpulkan oleh mitra."


Pemasukkan istilah ekonomi yang memiliki implikasi ganda terlihat tidak berbahaya. Istilah-istilah yang diimpor menyederhanakan dan mengganti sifat kompleks dari sebuah kontrak dalam 'amal Islami, dalam mendukung prinsip-prinsip (yang secara de facto disebut prinsip-prinsip Islam) yang diam-diam membawa semua konotasi dan latar belakang filosofi yang berbeda. Kemudian, prinsip-prinsip ini digunakan untuk dijadikan label dan membenarkan situasi lain yang mungkin tidak memiliki kesamaan dengan kontrak asli.
Mudarabah atau Qirad lebih dari sekedar 'profit-sharing'. Kontrak-kontrak ini memiliki banyak kewajiban dan batasan dalam konteks 'amal Islami yang tidak hanya mencakup istilah ‘profit-sharing’ saja. Sharikat atau Shirkah tidak sama dengan 'equity participation'. Equity Participation yang dipahami dalam sistem kapitalisme dan dalam hukum Islam benar-benar berbeda.

4.7. Tahapan dari proses "Islamisasi"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun