Hal ini tampak pada proses menulis almarhum yang cenderung dilakukan secara tiba-tiba dan penuh ketidaksadaran.
“Budi Darma dalam konsep sastranya meyakini bahwa penulis yang sesungguhnya tidak akan pernah mempunyai persiapan apa-apa. Akan tetapi, mereka yang sesungguhnya penulis tidak bisa menulis tanpa persiapan apa-apa,” ujar penulis sekaligus ilmuwan sastra Indonesia itu.
“Persiapan sebelum menulis bukan dengan mengumpulkan literatur, melainkan memejamkan pengalaman batin, kepekaan, imajinasi, dan kemampuan bahasa.” -Budi Darma
Penulis yang sesungguhnya tidak pernah mempersiapkan tema, alur, penokohan, pun unsur-unsur dasar kepengarangan lainnya; karena sejatinya, sumber dari segala persiapan seorang penulis terletak pada otak. Artinya, ide akan mengalir dengan begitu saja.
Salah satu contohnya adalah novel Olenka (1983) yang terbit secara tiba-tiba setelah Budi melihat sosok wanita yang menarik perhatiannya di dalam lift.
Kata demi kata Ia rangkai, bahkan sampai bermalam-malam tidak tidur. Olenka (1983) pun jadi diatas ketidaksadarannya.
Istilah proses menulis yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa kesadaran ini disebut dengan keterbiusan.
Intelektualitas Pengarang dan Karya Sastra
Budi Darma dalam kumpulan esainya kerap menyinggung bagaimana sastra dapat menjadi medan intelektualitas seorang pengarang.
“Dalam Sastra kita tidak bisa bercita-cita untuk menurunkan kapasitas intelektual kita. Sastra adalah intellectual exercise, dan kita bercita-cita untuk menaikan kapasitas intelektual kita.” -Budi Darma (1973)
Dalam kutipan tersebut, beliau secara terang menyebutkan bahwa sastra adalah intellectual exercise—yang artinya sangat diperlukan kemampuan intelektual untuk bisa menulis dan memahami karya sastra.
Bagi seorang Budi Darma, intelektual adalah mereka yang mampu berpikir dalam tataran abstraksi.