Mohon tunggu...
Brillianto Adhie
Brillianto Adhie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UNAIR

Sang Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama sebagai Penyejuk Kerukunan Umat

26 Juli 2021   10:22 Diperbarui: 5 Januari 2022   19:37 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara moderasi beragama ada beberapa hal yang penting yang bisa dikemukakan mengapa kemudian ada korelasi dengan Islam dan kerukunan umat beragama. 

Moderasi beragama didapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Melihat realitas Indonesia, moderasi beragama sesuai dengan konteks bangsa. Pertama, bahwa kita ditakdirkan hidup di Indonesia yang oleh Tuhan Yang Maha Esa menjadi bangsa yang majemuk. Bangsa yang baik agama maupun etnik jadi toleransi dan kerukunan adalah suatu takdir yang harus dilestarikan bersama. 

Kedua, sebagai umat beragama di Indonesia tentu saja agama memegang peranan yang penting sekali. Tanpa agama, Indonesia tidak akan mempunyai jati diri. Ketiga, selama ini kita sudah merasakan bahwa agama mempunyai dampak yang positif atau kontribusi yang positif terhadap pembangunan bangsa. Ini yang menjadi alasan mengapa kita terus untuk dapat menciptakan moderasi beragama yang baik sehingga menciptakan kerukunan yang dapat mengembangkan kerangka Islam wasathiyah menjadi nilai hidup.

Mengapa moderasi beragama digaungkan tentu karena terkait dengan konteks dunia yang mengalami perubahan-perubahan yang luar biasa. Globalisasi menjadikan kita tidak lagi punya batasan-batasan baik berdasarkan wilayah administratif atau wilayah geografis. Dengan globalisasi semua telah menjadi warga dunia. Artinya secara langsung maupun tidak langsung kompetisi hidup ini akan semakin keras. Persaingan atau kompetisi hidup itu karena sekarang kita menjadi warga dunia. 

Apalagi dengan perkembangan teknologi yang luar biasa. Sehingga dalam menjalani kehidupan yang kompetitif tidak terhindarkan dari orang melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya. 

Dan agama sebagai nilai sekaligus norma yang menjadi pedoman hidup menghadapi tantangan atau bahkan lebih lanjut agama bahkan dapat diperalat menjadi alat untuk agregasi kepentingan. Kepentingan dari para pihak yang sedang berkompetisi sampai kemudian ada istilah politisasi agama dan adalah realitas yang hadir secara eksternal. 

Dalam konteks keindonesiaan, sebagai bangsa yang plural, terdapat kemajemukannya dari spiritualitasnya (agamis). 

Indonesia merupakan negara atau bangsa yang tidak sekuler tetapi juga tidak berdasarkan pada agama tertentu. Indonesia adalah negara yang agamis artinya meletakkan agama sebagai sebuah nilai dan norma yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bangsa. Sehingga agama menduduki posisi yang luar biasa vital dalam Indonesia. Memahami agama sekaligus mengamalkan ajaran-ajaran agama menjadi niscaya untuk senantiasa dipelihara agar tidak terjerumus pada pemahaman-pemahaman apalagi bentuk-bentuk pengamalan yang berlebih-lebihan yang lalu dikenal dengan istilah radikal. 

Pandangan mengapa agama harus dimoderasi adalah ketika agama sesuatu yang datangnya dari Tuhan Yang Maha segala-galanya yang pastilah sudah proporsional, moderat, dan sesuai dengan kemanusiaan kemudian dielaborasikan dengan cara pengamalan yang tepat. Kehati-hatian dalam menggunakan istilah moderasi disini yakni dimoderasi pada cara beragamanya yang lantas istilahnya disebut moderasi beragama. 

Islam tidak perlu dimoderasi lagi karena pasti sempurna. Tetapi cara memahami Islam dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam inilah yang dijaga pada koridor yang moderat. Dalam artian jangan sampai lalu kemudian terjebak pada bentuk-bentuk pengamalan yang radikal. 

Lalu pertanyaan tentang tolok ukur dan parameter ketika mengatakan bahwa pemahaman keagamaan masih dalam batasan yang moderat adalah ketika terdiri dari beragam pandangan beragam paham keyakinan, katakanlah mahzab yang beragam tetapi memaknainya sebagai keberagaman khazanah pemikiran Islam. 

Beragama yang moderat tentu lawan dari berlebih-lebihan. Terdapat dua prinsip dasar yang harus dipegang bersama dalam upaya menjaga pemahaman dan pengamalan keagamaan tetap moderat. Pertama, bersifat adil, yakni karena moderat dapat memposisikan diri ada di tengah serta tidak condong kepada kutub radikal. Kedua, selain keadilan, terdapat keseimbangan. Perlunya keseimbangan dalam memahami ajaran karena Islam agama yang sempurna. 

Kesempurnaan hanya ada pada tataran langit. Sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Sempurna yang mana tentu ajarannya pun juga sempurna, tetapi ketika ajaran itu membumi dan lalu kemudian diinterpretasikan dan ditafsirkan oleh manusia, dengan segala penghormatan terhadap para ulama terdahulu tetap saja beliau manusia yang memiliki keterbatasan masing-masing dan memiliki perspektif sendiri. 

Titik bijaknya berbeda antara satu dengan yang lain dan sudut pandang yang berbeda itulah menyebabkan munculnya keragaman tafsir keagamaan. Maka diantara yang beragam dijaga agar mana yang mengarah pada sebuah keragaman karena masih berada pada jalurnya dan mana yang disikapi oleh umat sekarang ini sudah berlebih-lebihan. Tentunya tolok ukurnya banyak sekali dan dapat dilakukan inventarisasi sesuai dengan konteks tertentu karena tolok ukur ini dinamis sesuai dengan perubahan zaman.

Setidaknya terdapat tiga poin yang dapat menjadi pegangan. 

Pertama, adanya nilai-nilai kemanusiaan. Karena Islam hadir untuk manusia bahkan hadir agar harkat derajat martabat kemanusiaan terawat dengan baik bahkan harus dipromosikan sesuai dengan konteksnya. Maka ketika kita mendapati adanya paham keagamaan Islam yang justru bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan maka ini sudah terkategori radikal. 

Misalnya atas nama Islam merendahkan harkat derajat martabat sesamanya apalagi sampai menghilangkan eksistensi keberadaan sesama saudara sesama umat manusia. Kedua adalah terkait dengan kesepakatan yakni konsensus bersama. 

Konsensus yang dibangun bersama ditaati sebagai prinsip dasar ajaran islam. Manusia fitrahnya beragam dan keragaman ini sunatullah serta kehendakNya yang dibuktikan dalam Al Quran "Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." (QS. al-M`idah: 48). 

Maka agar aspirasi yang majemuk dalam menghadapi kehidupan dan persoalan hidup juga manusia pada dasarnya makhluk sosial maka pastilah akan membangun kesepakatan membangun konsensus bersama. Bahkan untuk rumah tangga dengan dua orang saja yang berbeda jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan ingin membangun rumah tangga harus melalui akad istilahnya mitsaqon gholidzo. 

Sangat pokok ada kesepakatan yang harus dipatuhi. jika ada paham atas nama Islam tetapi justru mengingkari konsensus bersama, ini sudah ekstrim. Ketiga adalah terkait dengan ketertiban umum. Islam hadir agar manusia itu tetap terjaga harkat dan martabatnya maka ketertiban menjadi syarat mutlak terjaga dengan baik dengan kata lain tidak boleh ada pemahaman dan tindakan yang atas nama agama tapi justru sifatnya merusak.

Upaya Negara dalam Mitigasi Ekstrimis

Moderasi beragama sebagai salah satu pola deradikalisasi dalam penanggulangan terorisme di Indonesia yang diketahui bersama sebagai sebuah kegiatan sebuah kebijakan yang sudah dituangkan ke dalam RPJMM dan salah satu mandatori yang ada pada kementerian agama dalam mendesiminasikan tentang konsep-konsep moderasi beragama. 

Radikalisme banyak ditemui di Indonesia sampai dengan saat ini dijumpai kasus-kasus intoleran berbasis pemahaman agama yang tentu keliru dan berdasarkan kasus kasus ini dicoba untuk mengkarantina berbagai masalah pada pengalaman keagamaan sampai kemudian munculnya radikalisme. Radikalisasi sendiri didefinisikan sebagai proses dimana individu-individu diperkenalkan pada pesan-pesan ideologis secara terbuka yang mengarah pada pandangan ekstrem. 

Radikalisme salah satunya disebabkan oleh rendahnya literasi. Keberagaman di masyarakat ada pengaruh instrumental dan pengaruh lingkungan sehat, yang jelas bahwa konsep kebijakan tentang moderasi beragama menjadi penyelesaian terhadap persoalan ini supaya tercipta masyarakat yang harmonis dan damai dan tentu saja untuk menopang Indonesia maju dan bermartabat sebagaimana cita-cita tahun 2045 tentang Indonesia Emas. 

Lebih lanjut, ketika melihat generasi Z di Indonesia, mereka menganggap agama berperan vital dalam dalam hidupnya sehingga komitmen terhadap agama menjadi salah satu faktor penting sebagai tolok ukur pencapaian kebahagiaan Indonesia yang menyentuh angka 93%. Sementara negara-negara lain rata-rata berada pada 44% yang menganggap faktor kebahagiaan dipengaruhi oleh agama. Sebagai sebuah pemetaan anak bangsa, hari ini menyebut bahwa 23,4% mahasiswa setuju dengan jihad tegaknya Negara Islam.

Ini menandakan bahwa ada sebuah pola yang salah ketika memahami agama. Sebagai faktor mencapai kebahagiaan dengan ekspresi yang salah akan muncul akar radikalisme. Radikalisme sudah pada ambang lampu merah perlu ditangani secara serius. 

Fenomena lain sebagai salah satu pangkal dari pemahaman keagamaan yang tidak baik yakni tingkat literasi atau cara baca terhadap sebuah referensi, kejadian, dan fakta itu paling tidak data survei yang dihimpun, Indonesia memiliki nilai literasi yang sangat rendah bahkan Indonesia disebut peringkat per 60 dari 61. 

Hanya satu tahap diatas botswana. Hal ini menunjukkan bahwa model literasi yang digunakan oleh bangsa atau masyarakat berada pada angka 0,01% atau satu dari 10000 orang Indonesia yang suka membaca. 

Literasi atau sumber bacaan referensi yang menjadi bagian dari hidup maka boleh jadi pemahaman seorang insan itu berada pada ruang-ruang yang keliru atau tidak benar. Kemampuan literasi menjadi bagian penting ketika kita mencoba meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar kemudian hadir sebagai wajah-wajah yang ramah orang Indonesia maka nampaknya perlu memberikan aksentuasi terhadap pola moderasi beragama.

Pada dasarnya dari proses deradikalisasi ini realisasinya diharapkan dilakukan secara masif dan terstruktur dengan strategi untuk meningkatkan pemahaman tentang moderasi beragama. Dengan Indikator dapat tercipta perilaku yang toleran terhadap keberagaman-keberagaman dam yang diharapkan kedepannya teecipta masyarakat yang toleran, harmonis, dan damai. 

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, pada saat ini dengan ruang lingkup satuan kerja lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari madrasah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi keagamaan Islam, telah ada penyusunan kurikulum dan materi moderasi beragama mengarah pada perbaikan kondisi bangsa. 

Sebuah konsep disertai dengan implementasi tentang moderasi beragama dengan membangun rumah-rumah moderasi sebagai tempat pergumpulan pemikiran termasuk di dalamnya menciptakan aksi-aksi agar kemudian masyarakat berada pada lingkungan yang tepat dapat memberikan nafas baru bagi kehidupan beragama. 

Pelaksanaan pendidikan moderasi beragama pada lembaga pendidikan Islam, hal yang tak kalah menarik mencoba memantik keteladanan dengan mewujudkan duta-duta moderasi beragama juga dinilai inisiaif. Terkhusus lingkungan kementerian agama, menteri agama Yaqut Cholil Qoumas menginstruksi seluruh dari ASN yang bekerja di Kementerian Agama harus menjadi duta moderasi beragama. Mereka yang selalu mengedepankan nilai-nilai toleransi dan mengembangkan nilai-nilai yang harmonis dan damai sebagai pola kehidupannya.

Mengenai teknologi informasi bahwa ada sebuah tantangan yang kemudian ditawarkan yang harus dihadapi pada dinamika zaman kekinian yakni berkurangnya interaksi sosial, kepedulian, kecenderungan menjadi individualis, budaya kekerasan, hilangnya rasa empati, lahirnya model komunikasi yang tidak sehat, dan kemudian akulturasi budaya yang tidak sesuai dengan norma model transnasional yang mencoba menginjeksikan budaya-budaya luar menjadi bagian dari budaya bangsa merupakan tantangan tersendiri. 

Sehingga perihal duta-duta tadi mengisi ruang-ruang yang berada pada media sosial dan menerapkan konsep moderasi beragama. 

Selanjutnya karena menjadi bagian penting dalam penanaman nilai-nilai moderasi beragama, Kemenag bekerja sama dengan Kementerian lain termasuk Kementerian Kominfo memutus situs yang memuat ruang-ruang radikalisme. Fakta pada hari ini banyak orang terjebak ekstrimisme diawali dengan pola komunikasi dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi termasuk di dalamnya adalah media internet. Sehingga Kemenag menciptakan dan mendominasi ruang-ruang Islam moderat. Seorang yang gemar membaca memiliki pengetahuan yang memadai mesti ditunjang literatur keagamaan yang lengkap. 

Tidak sekedar membahas tentang ruang-ruang keagamaan, tetapi juga dilengkapi dengan kemampuan untuk membaca teks dalam media media sosial yang berbasis teknologi berupa literasi numerasi, sains, finansial, digital, dan terakhir adalah literasi budaya. Dengan literasi ini diproyeksi akan tercipta insan-insan yang pintar. 

Karena asumsi yang digunakan bahwa ekstrimis adalah rata-rata mereka yang tidak memiliki prestasi yang bagus atau tidak pintar dalam membaca. 

Uuntuk memperkokoh model literasi moderasi beragama sebetulnya tentang bagaimana kemudian menciptakan insan-insan yang memahami agama secara baik karena ekstrim kanan atau memiliki pemahaman agama yang salah itu perlu ditarik pada ruang tengah. Kasus lain, pada sisi ekstrim kiri juga perlu ditarik karena orang liberal pun memiliki derajat sama untuk ditarik pada ruang tengah. Secara prinsip, moderasi beragama ibarat sebuah magnet yang menarik pendulum pemahaman keagamaan dari ekstrim kanan menuju garis tengah dan dari ekstrem kiri menuju tengah sehingga melalui didapat orang-orang yang toleran dan harmoni. Maka wujud Indonesia maju dan bermartabat itu akan dapat dicapai dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun