Mohon tunggu...
Brillianto Adhie
Brillianto Adhie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UNAIR

Sang Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama sebagai Penyejuk Kerukunan Umat

26 Juli 2021   10:22 Diperbarui: 5 Januari 2022   19:37 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme banyak ditemui di Indonesia sampai dengan saat ini dijumpai kasus-kasus intoleran berbasis pemahaman agama yang tentu keliru dan berdasarkan kasus kasus ini dicoba untuk mengkarantina berbagai masalah pada pengalaman keagamaan sampai kemudian munculnya radikalisme. Radikalisasi sendiri didefinisikan sebagai proses dimana individu-individu diperkenalkan pada pesan-pesan ideologis secara terbuka yang mengarah pada pandangan ekstrem. 

Radikalisme salah satunya disebabkan oleh rendahnya literasi. Keberagaman di masyarakat ada pengaruh instrumental dan pengaruh lingkungan sehat, yang jelas bahwa konsep kebijakan tentang moderasi beragama menjadi penyelesaian terhadap persoalan ini supaya tercipta masyarakat yang harmonis dan damai dan tentu saja untuk menopang Indonesia maju dan bermartabat sebagaimana cita-cita tahun 2045 tentang Indonesia Emas. 

Lebih lanjut, ketika melihat generasi Z di Indonesia, mereka menganggap agama berperan vital dalam dalam hidupnya sehingga komitmen terhadap agama menjadi salah satu faktor penting sebagai tolok ukur pencapaian kebahagiaan Indonesia yang menyentuh angka 93%. Sementara negara-negara lain rata-rata berada pada 44% yang menganggap faktor kebahagiaan dipengaruhi oleh agama. Sebagai sebuah pemetaan anak bangsa, hari ini menyebut bahwa 23,4% mahasiswa setuju dengan jihad tegaknya Negara Islam.

Ini menandakan bahwa ada sebuah pola yang salah ketika memahami agama. Sebagai faktor mencapai kebahagiaan dengan ekspresi yang salah akan muncul akar radikalisme. Radikalisme sudah pada ambang lampu merah perlu ditangani secara serius. 

Fenomena lain sebagai salah satu pangkal dari pemahaman keagamaan yang tidak baik yakni tingkat literasi atau cara baca terhadap sebuah referensi, kejadian, dan fakta itu paling tidak data survei yang dihimpun, Indonesia memiliki nilai literasi yang sangat rendah bahkan Indonesia disebut peringkat per 60 dari 61. 

Hanya satu tahap diatas botswana. Hal ini menunjukkan bahwa model literasi yang digunakan oleh bangsa atau masyarakat berada pada angka 0,01% atau satu dari 10000 orang Indonesia yang suka membaca. 

Literasi atau sumber bacaan referensi yang menjadi bagian dari hidup maka boleh jadi pemahaman seorang insan itu berada pada ruang-ruang yang keliru atau tidak benar. Kemampuan literasi menjadi bagian penting ketika kita mencoba meningkatkan kapasitas sumber daya manusia agar kemudian hadir sebagai wajah-wajah yang ramah orang Indonesia maka nampaknya perlu memberikan aksentuasi terhadap pola moderasi beragama.

Pada dasarnya dari proses deradikalisasi ini realisasinya diharapkan dilakukan secara masif dan terstruktur dengan strategi untuk meningkatkan pemahaman tentang moderasi beragama. Dengan Indikator dapat tercipta perilaku yang toleran terhadap keberagaman-keberagaman dam yang diharapkan kedepannya teecipta masyarakat yang toleran, harmonis, dan damai. 

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, pada saat ini dengan ruang lingkup satuan kerja lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari madrasah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi keagamaan Islam, telah ada penyusunan kurikulum dan materi moderasi beragama mengarah pada perbaikan kondisi bangsa. 

Sebuah konsep disertai dengan implementasi tentang moderasi beragama dengan membangun rumah-rumah moderasi sebagai tempat pergumpulan pemikiran termasuk di dalamnya menciptakan aksi-aksi agar kemudian masyarakat berada pada lingkungan yang tepat dapat memberikan nafas baru bagi kehidupan beragama. 

Pelaksanaan pendidikan moderasi beragama pada lembaga pendidikan Islam, hal yang tak kalah menarik mencoba memantik keteladanan dengan mewujudkan duta-duta moderasi beragama juga dinilai inisiaif. Terkhusus lingkungan kementerian agama, menteri agama Yaqut Cholil Qoumas menginstruksi seluruh dari ASN yang bekerja di Kementerian Agama harus menjadi duta moderasi beragama. Mereka yang selalu mengedepankan nilai-nilai toleransi dan mengembangkan nilai-nilai yang harmonis dan damai sebagai pola kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun