Negara Kepulauan Indonesia dilihat dari Segi Perbatasan Laut
di Wilayah Regional Asia Tenggara
Indonesia merupakan salah satu negara besar yang terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh perairan antarpulau dan merupakan bagian dari sekian banyak negara yang terletak di Kawasan Asia Tenggara. Selain memiliki julukan sebagai negeri agraris, Indonesia juga dikenal dengan sebutan Archipelago State dan negara maritim karena wilayah lautnya 60% merupakan wilayah perairan.Â
Sesuai dengan yang tertulis pada UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal 25A menyebutkan bahwa Indonesia atau NKRI merupakan negara kepulauan yang berciri nusantara, yang diperkuat juga dengan pernyataan pada UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Dengan demikian, wilayah laut luas yang dimiliki Indonesia ini tentunya memiliki batas dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang berdekatan seperti Singapura, Australia, Malaysia, hingga Timor Leste.
Berdasarkan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Indonesia juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan atas batas negara yang melingkupi Indonesia itu sendiri, terutama dalam hal ini melihat dari segi keamanan wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga.Â
Dengan demikian, berdasarkan Hukum Internasional dan Hukum Laut Internasional, maka dibuatlah peraturan perundang-undangan mengenai kesepakatan atas wilayah negara, khususnya pada batas wilayah perairan atau laut antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang terdapat dalam beberapa Undang-Undang dan Keputusan Presiden, sebagai berikut:
UU No. 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Indonesia-Malaysia di Selat Malaka;
UU No. 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian Garis Batas Tertentu Antara Indonesia, Australia, dan Papua New Guinea;
UU No. 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian Garis Batas laut Wilayah Indonesia-Singapura di Selat Singapura;
UU No. 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan Penetapan Batas Landas Kontinen Antara Indonesia-Vietnam;
KepPres No. 42 Tahun 1971 tentang Penetapan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu Antara Indonesia-Australia;
KepPres No. 20 Tahun 1972 tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand di Bagian Utara Selat Malaka;
KepPres No. 21 Tahun 1972 Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen Antara Indonesia-Thailand di Bagian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman;
Selain yang telah disebutkan di atas, berdasarkan perjanjian/konvensi antarnegara, dalam memperoleh batasan dan wilayah laut tambahan juga dapat didasarkan United Nation Convention on the Law of The Sea (UNCLOS 1982), yang terbagi atas mare liberum dan mare clausum. Indonesia telah meratifikasi di dalam UU No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea yang isinya terdiri dari pembagian wilayah laut suatu negara sebagai berikut:
Laut Teritorial/dasar, Diatur dengan batas 12 mil laut dan terdapat kewenangan negara mutlak (laut dianggap seperti daratan) PP No. 36 Tahun 2002;
Zona Tambahan, memiliki panjang laut teritorial +12 mil laut dan berfungsi sebagai safety zone negara pantai dengan tujuan pencegahan penyakit dan kejahatan;
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), sepanjang 200 mil dari garis pantai atau dapat dikatakan panjang laut teritorial +188 mil laut dengan ketentuan kebebasan hanya ada pada kolom air saja (SDA diperbarui & hak ekonomi) hanya terdapat hak berdaulat pada kawasan ini dan diatur dengan UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; dan
Landas Kontinen, panjang kawasan sama seperti ZEE, namun pengaturan ada pada dasar laut dan tanah di bawahnya dalam rangka pemanfaatan negara pantai atas terumbu karang, batuan, minyak, dan gas yang ada di dasar laut untuk dimanfaatkan penggunaannya. Landas kontinen ini dapat diperpanjang lagi bagi negara yang menganut entitlement, panjang tambahan dapat mencapai 150 mil jika menggunakan pengukuran standard. Dasar pengaturan ada pada UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
Penentuan batas wilayah pada Indonesia sebagai negara kepulauan dapat didasarkan pada rezim hukum wilayah laut dengan menggunakan metode Entitlement (penentuan batas laut maksimal, klaim berdasarkan peraturan perundang-undangan) dengan batas maksimal sejauh 24 mil laut terkhusus pada wilayah Samudra Hindia atau bagian selatan Indonesia & dengan metode Delimitation  (batas laut 2 negara pada titik tengah/median line berdasarkan konvensi/perjanjian/kesepakatan antarnegara). Delimitation diterapkan dengan adanya Undang-Undang dan Keputusan Presiden yang telah dituliskan sebelumnya.
Adanya eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri 2 per tiga wilayahnya sebagai wilayah perariran/laut menyebabkan timbulnya akibat hukum dengan jarak maksimal batas wilayah perairan, terutama yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang letaknya berdekatan dengan Indonesia.Â
Akibat hukum yang dapat dilihat secara langsung adalah timbulnya kewajiban untuk membuat perjanjian/konvensi dengan negara tetangga terkait pembagian batas wilayah antara kedua negara atau lebih sehingga dapat ditentukan titik tengahnya secara adil dan berdasarkan kesepakatan antar negara tersebut.
Menurut UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, terdapat deklarasi terkait perariran yang ada di sekitar, antara, dan menghubungkan pulau-pulau di Indonesia yang akhirnya dinyatakan termasuk ke dalam perairan pedalaman Indonesia yang dilingkupi dengan kedaulatan mutlak Indonesia. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa akibat adanya deklarasi tersebut, negara-negara Internasional mengakui adanya bentuk negara kepulauan, khususnya bagi Indonesia yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau yang membentang di keseluruhan wilayah Indonesia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Indonesia diakui sebagai negara kepulauan akibat adanya UNCLOS 1982 dan didukung dengan adanya perjanjian/kovensi dengan negara-negara tetangga yang memiliki wilayah laut yang berbatasan langsung dengan Indonesia, sehingga negara-negara tersebut dapat melakukan kerjasama dengan Indonesia dan mengakui bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kedaulatan eksklusif di wilayah laut yang berada di dalam wilayah Indonesia itu sendiri, baik yang menghubungkan maupun wilayah laut yang berada di daerah pedalaman Indonesia.
Selain itu, perlu diperhatikan pula terkait permasalahan pada batas wilayah laut yang harus diperbarui sehingga menyebabkan keperluan untuk melakukan perundingan diantara negara ASEAN. Padahal hal ini akan menjadi sulit untuk terwujud karena adanya konflik kepentingan, politik, dan ekonomi sebagai latar belakang masing-masing negara untuk mengutamakan negara sendiri dan mengambil keuntungan pribadi yang paling menguntungkan. Di sisi lain, wilayah laut tergolong sulit untuk dapat ditentukan batas nyata atau garis pembaginya karena sejauh ini hanya dapat ditentukan dengan menggunakan garis imajiner.
Pada penerapannya, diperlukan peralatan dan kendaraan canggih untuk melakukan patroli di wilayah laut yang dapat dilindungi sebagai batas wilayah laut negara yang bersangkutan walaupun telah disebutkan di dalam undang-undang dan keputusan presiden mengenai kesepakatan antar negara ASEAN dengan Indonesia sebagai negara kepulauan.Â
Faktanya masih terdapat titik-titik lokasi yang tidak dapat dijangkau secara mudah dan termasuk sebagai objek sengketa antar negara yang sampai saat ini belum menemukan titik penyelesaian atau belum mencapai kesepakatan atas penentuan batas antar negara. Secara singkat dapat dilihat pada contoh Pulau Sebatik, Blok Ambalat, Pulau Sipadan dan Ligitan (akhirnya dikuasai dan dilimpahkan kepada Malaysia melalui lembaga peradlan internasional).Â
Daftar Pustaka
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA. (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia)
UU No. 6 Tahun 1996 (JDIH Kementerian Keuangan)
Perbatasan antara Indonesia dan Negara-Negara Tetangganya: Mengapa sulit Ditetapkan? - Law of Treaties (Perjanjian Internasional): Issues in Indonesia (Damos Dumoli Agusman, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Frankfurt)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-1 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta Rebala (23 Agustus 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-2 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta Rebala (30 Agustus 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-3 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta RebalaÂ
(6 September 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-4 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta Rebala (13 September 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-5 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta Rebala (20 September 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-6 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta Rebala (27 September 2024)
Perkuliahan Hukum Laut Internasional ke-7 bersama Prof. Lazarus Tri Setyawanta RebalaÂ
(4 Oktober 2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H