Hampir di semua wilayah di Indonesia sampah menjadi petaka dan masalah besar yang belum terselesaikan.Â
Padahal, banyak sekali usaha pemerintah yang telah dilakukan dari pembentukan bank sampah, tempat pengelolaan sampah (TPS 3R), sosialisasi Reduce, Re use, Recycle (3R),Â
Pembagian tempat sampah  organik non organik, pemberian alat, pembagian gerobak sampah,  pelatihan, pembelian mesin pembakar sampah menjadi debu, dan lain sebagainya.
Terkadang sudah dipasang spanduk "Dilarang buang sampah di sini, diawasi oleh CCTV, Perda No 13 tahun 2019 kurungan penjara 6 bulan, denda 50 juta dan lain sebagainya" oknum warga masih saja buang sampah di lokasi spanduk tersebut.Â
Pada akhirnya semua sampah diangkut dengan mobil atau truk sampah dan ditumpuk di tempat pembuangan sampah. Itulah yang menjadi salah satu penyebab masalah sampah tidak terselesaikan dari tahun ke tahun.
Disisi lain, ada pihak pihak yang menjadikan sampah sebagai sang primadona, sumber penghasilan, membawa hikmah.Â
Ada daerah atau wilayah tertentu sudah menjadikan sampah menjadi sumber penghasilan atau industri, contohnya Desa Randupitu Pasuruan, Desa Girirejo Magelang, Kabupaten Banyumas dan lain-lain.
Begitu juga pihak pihak swasta baik perorangan maupun berbentuk badan hukum atau badan sosial yang merubah sampah menjadi penghasilan, pekerjaan utama dan industri, contohnya Wilda Yanti yang sering disebut Ratu Sampah (Founder & CEO PT Xaviera Global Synergy), PT Arie Karya Utama (AKU), PT Mukti Hanna Kreasindo dan lain lain.
Artinya, secara fakta sampah bisa dijadikan sebagai penghasilan, sebagai pekerjaan ataupun sebagai industri, karena sudah banyak contohnya sudah banyak ahlinya sudah banyak alat yang diproduksi untuk mensuport kegiatan tersebut dan pemerintah juga banyak dananya.
Undang-undang/Peraturan Daerah (Perda) persampahan juga sudah ada, namun harus ada kegiatan yang dilakukan dari hulu ke hilir dari tingkat rumah tangga sampai tingkat pemerintahan di propinsi secara bertingkat.Â
Bukan hanya UU/Perda tapi program yang berkelanjutan serta adanya kebijakan, prosedur, sangsi dan apresiasi.
Kebijakan ada di level provinsi, standard Operasional Prosedur (SOP) / Prosedur Operasional Standar dilevel kotamadya, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Tehnis (Juknis) dilevel Kecamatan dan Kelurahan, Ceklist harian di tingkat RT RW
Adapun tugas dan tanggung jawab secara bertingkat  dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tingkat I :
Setiap rumah harus sudah memilah sampah minimal menjadi 13 jenis yaitu sampah  (dapur, daun pepohonan, elektronik, kaca, kain, kertas, karet, kayu, logam, medis, plastik, softex/pempes, lainnya)
Tingkat  II :
Setiap RT/beberapa RT harus memiliki tempat penampungan 13 jenis sampah dari warga.
Tingkal III :
Setiap wilayah  RW (Rukun Warga), Sekolah, Kampus, Rumah Sakit, Gedung Perkantoran, Pasar Tradisional/modern,  Perkantoran/Rumah makan  (dgn karyawan > 50 orang), Taman Jajan, Mall, Apartemen, Hotel,  dan yang sejenisnya:
a. Â Wajib memiliki fasilitas pengelolaan sampah dengan 3 R (Reduce, Re use, Â Recycle) dengan peralatan yang disupport dari Pemda.
b. Setiap Kelurahan wajib menunjuk lapak atau instansi  untuk membeli barang non organik disetiap RW.
c. Â Setiap Kecamatan bekerjasama dengan kementrian atau dinas, wajib menyalurkan hasil dari pengelolaan sampah organik, bisa berupa pupuk kompos, pupuk cair, magot dan sebagainya dari tingkat III.
Tingkat IV :
A. Pemda wajib mengangkut sampah yang tidak dapat diproses 3R di Tingkat III untuk dikelola dengan alat dan teknologi yang super canggih, misalkan menjadi bahan industri ataupun dirubah menjadi  abu untuk proses industri.
B. Pemda  wajib memberikan bantuan alat pengelolaan sampah beserta perlengkapannya  dan pelatihan melalui kelurahan dan kecamatan.
C. Pemda wajib menunjuk warga yang dijadikan sebagai penyuluh, pengawas, pelatihan,tenaga teknisi  melalui kecamatan setempat.
D. Pemda memiliki wewenang teguran kepada camat dan kelurahan apabila ada pelanggaran..
E. Pemda memberikan apresiasi kepada petugas (penyuluh, pengawas, pelatihan, teknisi) Â dan petugas tingkat III yang berprestasi ataupun berinovasi.
F. Pemda wajib membeli peralatan tehnis dan perlengkapan untuk tingkat III, yang diproduksi di wilayah provinsi  (kecuali tidak tersedia di Propinsi tersebut).
Tidak mudah untuk dilakukan, tapi bisa  dilaksanakan. Sampah tidak menjadi mala petaka, tidak menjadi kambing hitam tapi sampah menjadi primadona, sumber uang, sumber rezeki, sumber kebahagian untuk semua, sehingga petaka sampah membawa hikmah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya