Mohon tunggu...
Bintang Ach
Bintang Ach Mohon Tunggu... Tutor - -sub

24 y.o, currently English educator | www.ach-bookforum.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenapa Acara Televisi Indonesia Dianggap Alay?

18 Maret 2018   11:52 Diperbarui: 19 Maret 2018   15:52 2062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era milenial yang serba digital ini, televisi rupanya masih menjadi sarana utama bagi banyak orang untuk mencari hiburan. Hal ini bisa kita lihat dari tingginya rating dan share dari beberapa program yang sekarang tayang, terutama yang menyuguhkan konten hiburan.

Dikutip dari laman Wikipedia, siaran televisi percobaan pertama kali adalah pada tanggal 17 Agustus 1962 dalam acara peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke 17. Kemudian, seminggu setelahnya, Divisi Televisi dari Biro Komite Penyelenggara Televisi dan Radio juga turut menyiarkan upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari Gelora Bung Karno. Yang mana, di hari itu juga diperingati sebagai hari lahirnya Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai stasiun televisi pertama di Indonesia.

Perkembangan televisi semakin berkembang pesat hingga tahun-tahun berikutnya. Lebih tepatnya pada tahun 1989, resmi berdiri stasiun televisi kedua di Indonesia, yaitu Rajawali Citra Televisi Indonesia, atau yang sekarang lebih dikenal sebagai RCTI---sekaligus menjadi stasiun TV swasta pertama di Indonesia. Dan, setahun setelahnya, muncullah Surabaya Central Televisi Indonesia, yang lambat laun bertransformasi menjadi Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV).

Seiring berkembangnya jaman, pertumbuhan stasiun-stasiun televisi di Indonesia semakin pesat. Semakin banyaknya stasiun TV yang mengudara, semakin besar pula aroma persaingan di antara mereka. Terlebih, besarnya rating dan share yang didapat oleh sebuah acara televisi memiliki pengaruh besar bagi perusahaan, terutama dari segi keuntungan.

Tak heran, apabila banyak stasiun TV yang berambisi penuh untuk menambah variasi program siaran mereka demi meraup rating dan share yang setinggi mungkin. Namun, di balik sengitnya persaingan antar stasiun TV itu, ada pula fakta lain yang cukup memprihatinkan. Beberapa program atau tayangan yang mendidik secara perlahan mulai hilang dari layar kaca, dan digantikan dengan acara lain yang dianggap tidak begitu mendidik. Untuk apa? Kembali lagi, rating dan share-lah alasan utamanya.

Kita lihat saja sekarang, bagaimana pendapat kalian tentang kualitas program siaran stasiun TV kita? Sebagai salah satu media yang memberi big influence terhadap para penontonnya, rupanya apa yang ditayangkan oleh TV tidak sepenuhnya baik. Bahkan beberapa di antaranya kerap menuai kritikan, protes, bahkan ancaman, karena konten yang disajikan sangat tidak pantas untuk disiarkan.

Jujur, saya menulis ini karena terdorong atas apa yang sedang viral beberapa hari belakangan ini. Adalah ketika Deddy Corbuzier, secara terang-terangan, menyebut bahwa kebanyakan acara TV di negara kita ALAY. Saya pribadi sebenarnya merasa kurang etis dengan penggunaan kata itu. Baiklah, kita sebut saja, kurang mendidik. Hal ini sebenarnya juga sudah menjadi unek-unek saya sejak lama. Namun kenapa saya enggan untuk menuliskannya? Karena saat itu saya merasa hanya ada sedikit orang yang pro dengan pendapat saya tersebut.

Jika mungkin ada orang yang bertanya kepada saya; kenapa kamu bisa bilang kalau acara TV itu kurang mendidik? Mungkin saya akan menjawab; You can see it by your self, memang seperti itulah kenyataannya. Tapi saya yakin, alasan itu tidak cukup kuat untuk mendukung opini saya. Tapi dengan publish-nya video Deddy beberapa waktu lalu, saya seolah mendapat dukungan dan dorongan untuk ikut bersuara, menyampaikan apa yang saya simpan selama ini. Terlebih, beberapa waktu sebelumnya, ada juga beberapa tokoh publik kita yang juga menyuarakan hal serupa, sebut saja penyanyi Anji dan Widi Mulia.

  • Mengumbar Aib Orang Lain, Menghina Status, dan Candaan Fisik

Salah satu bentuk 'kerusakan' acara TV kita adalah dari segi konten yang disajikan. Sebut saja acara komedi, dan mungkin reality show. Jika kalian sering menonton acara komedi, pasti kalian sudah sudah cukup tahu bagaimana candaan-candaan yang kerap digunakan oleh para pengisi acara di sana. Ya, fisik, yang sering menjadi sasarannya.

Di saat orang-orang ramai mempertanyakan; 'Kenapa sih suka bawa-bawa fisik kalau bercanda? Nggak kasihan apa?' Saya seratus persen yakin, mereka (pihak yang dituju) akan menjawab something like this; kita kan cuma bercanda, lagian kita juga sudah minta izin sama yang bersangkutan, dan setelah itu kita juga minta maaf sama dia biar tidak ada kesalahpahaman.'Dan mungkin jawaban-jawaban lain seperti: 'kita hanya mengikuti skrip, yang jelas itu hanya bercanda', or any else. 

But, hey! You really said like that? Ok, mungkin kalian memang tidak menyinggung perasaan orang yang kalian bercandai, dan mungkin juga kalian tetap berhubungan baik dengan mereka setelah itu. THAT'S TOTALLY YOUR BUSSINES. Tapi tolong, berpikirlah dari sisi yang lain juga. Tolonglah, posisikan diri kalian sebagai penonton juga. Maka, kalian akan melihat sudut pandang yang berbeda juga.

Kalian mungkin tidak akan mendapat masalah dengan orang yang kalian bercandai itu, karena memang kalian sudah ada perjanjian, atau persetujuan, atau apa pun itu sebelumnya. Tapi, sadar atau tidak, kalian sudah memberi contoh yang tidak baik terhadap orang-orang yang menonton kalian. That's the problem, d*mmy!!

Terlebih, bagaimana jika yang menonton kalian adalah anak kecil? It can influence their behavior. Terlebih, we know that children are the best imitators, right? Baik, saya tidak akan menulis panjang lebar lagi tentang itu. Sekarang, coba lihatlah saja ke masyarakat, and you will see how the reality goes there!

Baik, mungkin tujuan utama kalian adalah menghibur. Ok, kami ucapkan terima kasih atas usahanya. Tapi, saya penasaran, bagaimana kalian mempersepsikan kata 'menghibur' yang sesungguhnya?

Selain itu, permasalahan lain yang sangat merusak moralitas penonton adalah penghinaan status seseorang. Jujur, saya tidak habis pikir ketika status yang disandang seseorang, terutama artis, turut dijadikan bahan bercandaan. Terlebih itu adalah status yang cenderung sensitif dan tidak semestinya diumbar-umbar. Mohon maaf, sebut saja janda. Apa yang kalian pikirkan pertama kali saat mendengar kata janda? Apakah janda selalu digambarkan sebagai seorang perempuan penggoda yang selalu menginginkan perhatian laki-laki? Apakah itu gambaran janda yang terbentuk selama ini? Sehingga, kalian merasa status janda layak dijadikan bahan bercandaan? Miris.

Mungkin kalian, wahai para pengisi acara televisi, tidak bermasalah dengan rekan artis yang kalian bercandai sebagai janda. Tapi coba bayangkanlah, saat kalian menjadikan janda sebagai bahan bercandaan secara blak-blakan, ada berapa janda di luar sana yang tersinggung perasaannya? Tanpa disadari, itu sama saja kalian menyakiti mereka. Hal lain yang lebih memprihatinkan, kalian juga semakin merusak imej janda di kalangan masyarakat. Bukannya meluruskan, justru malah semakin membuatnya menjadi sosok yang harus dihindari. Kalau pun kalian tidak bisa meluruskan, at least jangan pakai status janda sebagai bahan candaan.

Kemudian, yang tidak kalah memprihatinkan, dengan tanpa berdosanya kalian, publik figur, mengumbar secara blak-blakan aib/masalah personal seseorang di televisi. Saya kerap menemukan di beberapa acara reality show. Gosip, aib, keburukan, masalah personal, sampai kehidupan rumah tangga yang sangat intim, dibuka secara terang-terangan di televisi dan disaksikan banyak orang. Bahkan ada beberapa di antaranya yang tidak mendapat izin dari yang bersangkutan, tapi tetap ditayangkan---kita bisa melihat kasus yang pernah dialami oleh Anji untuk hal ini.

Yang lebih parah lagi, terkadang apa yang mereka bicarakan tidak sesuai atau sungguh berbeda dari kenyataan yang sebenarnya. Karena mereka hanya berbicara berdasarkan gosip, berita tidak jelas yang beredar dari mulut ke mulut. Jadi hal ini ke depannya juga akan menimbulkan persepsi-persepsi buruk, yang lambat laun akan merusak reputasi orang yang bersangkutan. Kalau sudah begitu, apakah kalian akan tetap membela diri meski sudah mendapat kecaman dari sana-sini?

Oh my god, I don't stand anymore :(

SANGAT MIRIS!

  • Judulnya sih Acara Musik, Kok Isinya Guyonan Gak Jelas?

Ini adalah masalah kedua, yang kerap dibicarakan oleh kami, para penonton. Acara TV yang kontennya meleset jauh dari jenis acaranya. Atau, mungkin bisa juga disebut, konten yang disajikan tidak pada wadahnya. Sebut saja acara musik. Saya yakin kalian sudah tahu sendiri bagaimana acara musik yang ditayangkan TV kita tercinta. Berangkat dari tujuan memajukan industri musik Indonesia, kini acara variety show, seperti musik, lebih menjelma sebagai forum candaan, gosip, bahkan kerap melakukan hal-hal lain yang sangat tidak berhubungan dengan musik.

Jujur, saya sangat merindukan acara-acara musik kita yang dulu. Full of guest stars, tangga lagu yang ter-update, bincang-bincang dengan musisi tanah air tentang lagu-lagu mereka. Itu yang tidak bisa kita lihat sekarang. Bahkan, sekarang jika kita lihat acara musik, bintang tamunya mungkin hanya diisi oleh dua atau tiga penyanyi, selebihnya hanya diisi gimik-gimik tidak penting dari para pengisi acaranya.

Terlebih, beberapa bulan lalu, dunia pertelevisian ramai karena ada salah satu acara musik yang dianggap menghina sebuah instansi, yang mana kasus ini harus berbuntut panjang hingga berujung pada pemberhentian program tersebut. Hmm, benarkah? Saya tidak terlalu mengikuti perkembangan beritanya. Memprihatinkan, bukan?

Saya yakin, kalian semua di sini juga sangat merindukan acara musik seperti MTV Ampuh, Klik, Top Pop, Hizteria, dan lain-lain. Tapi di balik itu semua, kita harus sedikit bersyukur karena masih bisa melihat Breakout. Saya harap, dan tentu kalian juga mungkin berharap, Breakout tidak akan berakhir sama dengan acara musik lainnya.

Lantas, seperti apakah dampak dari hilangnya peranan acara musik ini? Yang jelas, hal ini akan membuat para musisi pemula pesimis untuk memulai karirnya melalui televisi. Karena mereka akan berpikir, acara musik yang ditayangkan di TV tidak bisa diandalkan untuk meroketkan karir mereka, terlebih lagi hanya untuk sekedar memperdengarkan lagu mereka ke masyarakat, sangat susah. Kemungkinan besar, para musisi ini sudah memilih untuk mundur terlebih dahulu.

Bukti lain yang memperkuat asumsi itu adalah dengan meroketnya beberapa penyanyi hebat Indonesia melalui media lain, yaitu YouTube. Sebut saja Raisa, Isyana, GAC, Rendy Pandugo, hingga Budi Doremi, dan lain-lain.

Dan seperti apa yang dikatakan YoungLex dalam salah satu lirik lagunya; 'YouTube lebih dari TV!'

Apakah kenyataannya memang seperti itu? I really wonder about your opinions, guys!

  • Gimik yang Mengundang Adu Mulut Merupakan Salah Satu Bentuk Kekerasan Verbal?

Faktor berikutnya yang membuat tayangan televisi kita kurang mendidik, bahkan dianggap tidak pantas ditayangkan adalah banyaknya gimik yang diselipkan di hampir setiap segmen. Pernah membaca di sebuah tulisan, justru gimik inilah yang turut mendongkrak rating dan share dari sebuah acara. Sungguh miris bukan, rela mengorbankan kualitas demi gimik yang hanya akan membodohi penonton. Be a smart audience, guys!

Kita lihat saja tiga atau empat hari belakangan ini, sosial media kembali dihebohkan oleh sebuah acara komedi televisi yang kembali mendapat teguran tertulis dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) karena menayangkan adegan yang tidak pantas. Lebih tepatnya, salah satu pengisi acara di acara tersebut secara spontan mengucapkan kata kasar dengan tanpa disensor (karena memang LIVE). Setelah dicari tahu kronologisnya, rupanya adegan itu merupakan bagian dari gimik yang sudah direncanakan oleh tim kreatif. Hanya saja, apa yang tertulis di skrip tidak menyebutkan si pengisi acara untuk mengatakan kata kasar tersebut.

Tapi mungkin, karena sudah terlalu terbawa dalam gimik, maka keluarlah kata-kata itu. Spontanitas. Dari situ bisa kita pikirkan, ada berapa banyak orang yang mendengar dan menyaksikannya, lalu menirukannya? Di hadapan kamera, apalagi yang disiarkan secara langsung, apabila kita tidak bisa menahan diri, dan membatasi apa yang hendak mulut kita ucapkan, bisa jadi boomerang untuk kita sendiri. Mulutmu harimaumu, kan?

Selain kasus di atas, masih ada banyak lagi kasus serupa yang terjadi. Bahkan lebih parah dari itu. Sebut saja (mohon maaf, lagi dan lagi) reality show. Acara jenis seperti inilah yang rawan terjadi adu mulut. Terlebih, reality show yang katanya bertujuan untuk memecahkan masalah seseorang. Awalnya mereka mendatangkan kedua belah pihak yang berseteru, dimintai pendapat, satu persatu aib dikeluarkan hingga kedua pihak semakin panas, lalu yang terjadi adalah adu mulut. Terlepas dari itu setingan atau bukan, yang jelas itu termasuk jenis acara yang sangat tidak pantas ditonton. Tolong garis bawahi ya, sangat tidak pantas. 

Apakah ini termasuk bentuk kekerasan verbal? Menurut saya, iya. Meski kita tidak tahu, itu terjadi karena aturan skrip, atau bukan. Tapi, sifatnya tetap sama. Apa yang sudah kamu ucapkan tidak bisa ditarik kembali. Karena masalahnya bukan ada pada dirimu sendiri, tapi pada orang-orang yang melihat, menyaksikan, dan mendengarkanmu. Mereka yang menerima dampak buruknya.

Satu lagi, saya ikut prihatin terhadap tim kreatif yang membuat gimik sedemikian rupa. Karena sesungguhnya, kita tahu bahwa artis bekerja di depan layar atas arahan dan skrip yang dibuat oleh tim kreatif. Ketika artis tersebut melakukan kesalahan, masyarakat ramai-ramai menyalahkan si artis. Tapi kembali lagi, skrip lah yang ada di belakang semua itu. Namun tetap saja, kebanyakan masyarakat kita berasumsi; siapa yang salah adalah siapa yang melakukannya. Bukan siapa yang merencanakannya. Hukum alam.

Kalau sudah begini, siapa sebenarnya yang perlu disalahkan? Artisnya yang melakukan kesalahan (tidak hanya karena skrip, tapi juga spontanitas), tim kreatif TV yang sudah menyiapkan gimik, atau, penonton yang memiliki selera rendahan, sehingga membuat acara-acara kurang mendidik semakin bertambah banyak?

  • Pesan untuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

Saya tidak ingin banyak berpesan. Tapi saya hanya berharap, ketiga hal yang saya tuliskan tadi bisa dibaca dan dicermati secara baik. Tidak hanya untuk kebaikan hari ini, tapi lebih kepada kebaikan di masa yang akan datang.

Karena kita punya masa depan, Indonesia punya masa depan. Dan negara kita tidak bisa berharap kepada anak-anak korban pembodohan tayangan televisi.

Sama seperti yang sudah dikatakan oleh penyanyi Anji melalui video yang ia unggah beberapa waktu lalu; kalau kalian punya pendapat, suarakan!

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun