Mohon tunggu...
Bintang Ach
Bintang Ach Mohon Tunggu... Tutor - -sub

24 y.o, currently English educator | www.ach-bookforum.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yowis Ben, Film Drama Komedi yang Dibalut Unsur Kedaerahan

2 Maret 2018   10:38 Diperbarui: 3 Maret 2018   21:26 2326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: www.brilio.net

Hello, dummy!

Jadi, akhir-akhir ini publik digemparkan dengan penemuan mayat berinisial..

Ups..!!

Maaf, salah berita.  

Jadi gini, belakangan ini, kalangan pecinta film tengah dihebohkan dengan rilisnya salah satu film dari YouTuber terkenal di Indonesia, Bayu Skak. Sam-sam terkenal asal kota Malang ini melejit karena kekreatifitasan dan kelucuannya dari video-video yang ia unggah di akun YouTube 'Bayu Skak'. Dengan menggunakan bahasa Jawa di hampir semua videonya, membuat Bayu menjadi salah satu YouTuber yang kerap disoroti karena dianggap berbeda, dan, unik. Mungkin?

Namun, di antara ribuan atau bahkan jutaan orang yang mengagumi Bayu lewat karya-karyanya itu, ternyata ada juga beberapa orang yang menganggapnya remeh, dan bahkan cenderung menjelek-jelekkan bahasa Jawa yang digunakan Bayu. Heran, 2018 masih saja rasis! Terlebih, saat terdengar kabar bahwa  Bayu Skak akan merilis film pertamanya yang berbahasa Jawa, yaitu YOWIS BEN.

Mungkin kalian bisa lihat sendiri bagaimana kekesalan Bayu yang sempat ia tumpahkan di akun Instagramnya @moektito beberapa waktu lalu. Di situ, Bayu yang merasa tidak terima karena film bahasa Jawa yang mencerminkan identitasnya direndahkan, membuat semacam pembelaan, dan ajakan kepada seluruh masyarakat, terutama orang Jawa untuk memberikan pembuktian, bahwa orang Jawa pun bisa berkarya.

Andai kalian tahu betapa merindingnya aku ketika membaca kalimat-kalimat yang ditulis Bayu di Instagram-nya. Sebagai wong Jowo asli, aku ngeroso bangga onok kon Mas Bay! Awakdewe nang nggurimu! Bareng-bareng mbuktikno lek misale wong Jowo iku yo mboiiss, cuook. Hahahaha!

Ok, kembali ke topik. Aku terbawa suasana :D

Lantas, seberhasil apakah pembuktian Bayu Skak dan kawan-kawan lewat film YOWIS BEN ini? Mari kita ulas bersama-sama.

Sebelum masuk ke inti review-nya, aku ingin bercerita dulu bagaimana aku dan teman-teman kuliahku bisa rombongan nonton film ini. Jadi beberapa hari sebelum YOWIS BEN rilis, aku dan beberapa teman sudah membuat rencana untuk nobar satu kelas. Dan di hari kelima film nya tayang, kami sudah siap untuk pergi ke bioskop begitu kelas selesai. Btw, kelas selesai jam 2.40 siang, dan rencananya kami akan ambil jadwal film jam 2.55, dan saat itu kita belum pesen tiket. 

Jadi, begitu selesai kelas, kita sudah siap-siap untuk pergi ke bioskop di PTC---lokasinya emang deket banget dari kampus, sekitar 200m. Tapi ternyata tiket untuk jam 2.55 sudah habis. Yang terjadi selanjutnya, akhirnya kami terbagi menjadi 2 kubu. Kubu yang pertama (salah satunya aku) memilih untuk menunggu sampai showtime berikutnya, jam 4.50, sementara kubu kedua memilih pulang karena tidak mau menunggu, dan tidak bisa pulang kemalaman. Tersisalah aku, dan empat temanku yang lain. Dan yah, kami berlima harus rela menunggu kurang lebih satu setengah jam sampai showtime berikutnya---4.50.

CITA DAN CINTA SEBAGAI GARIS UTAMA CERITA

Yowis Ben berkisah tentang tokoh utamanya, Bayu, yang mana adalah seorang anak dari penjual pecel di kampungnya. Karena itu, di sekolah, Bayu kerap dijuluki sebagai 'Pecel Boy'. Karena kerap diejek oleh teman-temannya, Bayu dan ketiga temannya yang lain: Doni (Joshua Suherman), Yayan (Tutus Thomson), dan Nando (Brandon Salim) memupuk impian untuk memiliki sebuah Band. Dengan tekad, bakat dan kemampuan yang mereka punya, terbentuklah YOWIS BEN.

Di satu sisi, niat lain Bayu membentuk Yowis Ben adalah karena ingin memikat seorang gadis cantik nan populer di sekolah yang bernama Susan (Cut Meyriska). Sebuah kisah sederhana yang penuh makna, Mungkin inilah kalimat singkat yang cocok menggambarkan film komedi berbahasa Jawa ini.

Meski ide ceritanya terkesan klise dan mudah tertebak, tapi dengan balutan guyonan khas Jawa Timur, menjadikan film ini tidak henti-hentinya mengundang tawa dari awal sampai akhir. Komedi memang mempunyai kekuatan tersendiri dalam sebuah cerita. Bahkan ketika kualitas ceritamu itu berada dalam tingkat terburuk sekali pun, jika kamu memasukkan unsur komedi di dalamnya, maka selamatlah.

Bukan berarti aku mengatakan bahwa kualitas cerita film ini jelek ya. Bukan.

Selain itu, dunia remaja yang sarat akan keinginan untuk bermimpi dan ambisi mendapatkan pujaan hati sangat tersampaikan di film ini. Kita bisa belajar satu hal penting di sini; bahwa untuk menggapai keduanya, cita dan cinta, dibutuhkan satu pengorbanan utuh tanpa perlu merusak ambisi atau keinginan yang lain.

Dan tentang seberapa besarnya arti persahabatan yang disampaikan di film ini, jangan kalian tanyakan lagi.

ALUR CERITA YANG CUKUP CEPAT

Ada beberapa ekspektasi yang tidak aku dapatkan di film ini. Maaf sebelumnya, mungkin ini hanya tentang 'apa yang menjadi unek-unekku'. Dan akan sangat tidak enak jika tidak disampaikan, kan? Kalian bebas untuk tidak setuju dengan pendapatku.

Aku merasa alur ceritanya terlalu cepat. Bahkan aku tidak bisa merasakan bagaimana chemistry Bayu dan Susan yang sudah kubayangkan akan sangat nampol dan sweet. Tidak banyak scene yang menunjukkan  bagaimana pendekatan-pendekatan yang dilakukan Bayu kepada Susan. Atau mungkin, aku tidak menemukan bagaimana hubungan keduanya bermula dan bisa menjadi dekat. Tiba-tiba saja, keduanya sudah berpacaran, tanpa ada kabar jelas tentang bagaimana akhir hubungan Roy dan Susan sebelumnya.  Sekali lagi aku ingatkan, kalian bebas untuk tidak setuju dengan pendapatku.

Lalu, ketika cerita sampai pada bagian saat Susan dan Bayu bertengkar, lalu Susan kembali dekat dengan Roy, aku seketika berharap Susan akan mengejar-ngejar Bayu setelah itu. Mengingat setelahnya, Bayu sukses dengan Yowis Ben. Akan sangat menarik jika Susan yang berbalik tergila-gila dan mengejar Bayu. Tapi ternyata tidak. Hubungan keduanya kembali berjalan biasa dan seolah tidak terjadi apa-apa.

Tapi ya, Cut Meyriska cuantik banget di sini, hahaha. OPO SEH GAK NYAMBUNG, CUK!!

PENGGUNAAN BAHASA JAWA YANG MENDOMINASI

Salah satu kekuatan atau daya tarik utama dari film ini adalah hampir keseluruhan adegan menggunakan bahasa Jawa. Ya, memang hal ini dilakukan dengan niatan agar budaya Jawa bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat Indonesia dan tidak lagi dianggap remehan. Begitulah yang pernah dikatakan Mas Bay. Hal ini pun sempat menimbulkan pro dan kontra di sosial media karena mengingat film ini akan dipublis secara nasional, sementara tidak semua orang Indonesia mengerti bahasa Jawa.

Namun, tim produksi tidak sebodoh itu, tidak mungkin jika mereka tidak menyediakan subtitle. Subtitle inilah yang menjadi, istilahnya.. penyelamat bagi mereka yang tidak memahami bahasa Jawa. Dengan harapan agar kalangan siapa pun, atau golongan masyarakat mana pun, yang menonton film ini, tidak hanya bisa menikmati secara visual, secara gambar, tapi juga bisa paham tentang bagaimana alur ceritanya.

Namun satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa tidak mudah menyampaikan komedi, jokes, atau guyonan, terlebih yang sifatnya kedaerahan, menjadi sebuah terjemahan (ke bahasa Indonesia). Karena ada banyak kemungkinan jokes tersebut tidak benar-benar tersampaikan, tidak ngena, dan jatuhnya 'krik'. Alasan lain karena, kekuatan jokes itu paten pada kata/bahasa aslinya. Misal, sebuah jokes yang real Jawa Timuran, akan sangat aneh atau mungkin tidak lucu jika dialih bahasakan ke Indonesia. Karena mungkin, tidak ada diksi yang tepat kali ya untuk merepresentasikannya? HMMM AKU NGOMONG OPO SEH HAHAHA. Dan aku akui, memang hal itu terjadi di film ini. Jadi ya, mau gimana lagi, setidaknya masih ada banyak hal yang bisa ditertawakan dari film, even untuk mereka yang tidak paham sama sekali bahasa jawa.

MENGANGKAT KULTUR KEDAERAHAN

Penggunaan bahasa Jawa yang mendominasi di film ini memang menjadi poin plus dalam upaya menjunjung tinggi nilai keberagaman dan tentunya kedaerahan. Seperti yang pernah Mas Bay bilang, kekuatan dari daerah sangat kuat. Oleh karena itulah, nilai kedaerahan di film ini tidak hanya dihadirkan lewat penggunaan bahasa Jawa dan guyonan khas ala Jawa Timuran saja, namun juga diangkat melalui setting cerita yang mengeksplor penuh kota Malang, Jawa Timur.

Lebih tepatnya, Kampung Warna Warni. Beberapa kali pernah melihat dan mendengar tentang keberadaan kampung ini. Namun, sampai sekarang belum kesampaian juga mau ke sana, hehe. Aku rasa, masyarakat Jawa Timur, terutama Malang, harus mengapresiasi besar rilisnya film ini. Karena Mas Bay pun bertekad untuk mengangkat tanah kelahirannya itu secara nasional, yang mana, kemungkinan besar itu juga bisa meningkatkan the number of tourist visits tiap tahunnya. Bener-bener perlu diapresiasi.

Selain Kampung Warna Warni, ada juga spot lain yang turut dieksplor dalam film ini, seperti Museum Angkut dan Alun-Alun Kota Malang.

PERFORMA DAN KUALITAS PARA PEMAIN

Penggunaan bahasa Jawa yang mendominasi tidak menghalangi niat para pemain untuk totalitas dalam memainkan peran mereka di film ini---kecuali Susan ya, soalnya dia murid pindahan dari Jakarta yang tidak bisa bahasa Jawa sama sekali. Ok, dari kemarin aku uda gemes mau ngomentarin bagaimana mereka---terutama buat pemain yang tidak memilih darah Jawa---berbicara dalam bahasa Jawa.

Memang belajar bahasa baru itu tidak mudah dan cepat,seperti misal Brandon Salim (Nando) dan Arif Didu (Cak Jon), dua tokoh yang perlu aku acungi jempol karena mampu menyesuaikan logat orang Jawa dengan cukup baik. Ini juga merupakan salah satu bentuk kerja keras dari para pemain film Yowis Ben. Karena mengubah kebiasaan bicara dari yang umum, menjadi yang... endemik (hahahaha).. itu sangat susah.

Meski ada beberapa bagian, di mana Nando dan Cak Jon ini aksen Jawanya masih terkesan dipaksakan dan terlihat dibuat-buat, tapi its okay lah. Sebuah pemakluman. Tapi ya gitu lah, gemes dengernya, hahahaha. Seperti kata 'sih', yang biasanya di Jawa ngucapinnya 'seh', tapi ada salah satu dialognya Nando, dia bilang 'sih'. Jadi rada gimana gitu dengernya, hahaha.

Tokoh yang menjadi favoritku, di samping tokoh utama, adalah Yayan---si drummer yang diperankan oleh mas Tutus. Sumpah, ancen guendeng kok arek iku. Ah mbohlah, gak paham ambek coro kerjo utekke, hahahaha. Salah satu adegan favoritku adalah ketika mereka akan kembali ke sekolah karena kepergok akan bolos dengan memanjat pagar, eh tapi ternyata si Yayan ini malah lewat..... hmm ikulah, rahasia cik, kon deloko sik cek ngerti makane, hahahaha. Sumpah, ndagel pol caakkk.

Selain itu, aku juga termat suka dengan bagaimana hubungan anak dan Ibu di film ini. So touch deeply! Banyak pelajarannya, dan seketika membuat kita ikut merasakan bagaimana chemistry keduanya mengalir. Untuk tokoh ceweknya, ada Glenca, Aliyah, sama Devina Aurel kemaren jadi siapa? Haha lupa. Dan yang pasti ada Cut Meyriska---Susan. Sebenarnya, harapanku Susan juga akan berbahasa Jawa sih di sini, hanya penasaran saja, tapi ternyata tidak. But its okay lah, aku udah cukup puas lihat dia di akhir ngomong ******. HAHAHA SUMPAH SEISI STUDIO KETAWA PAS LIHAT SCENE ITU.

Untuk Devina Aurel sendiri, kok hanya muncul di awal ya? Hmm, aku kira akan muncul-muncul lagi setelah itu. Tapi okelah, dia yang bahasa Jawanya paling bagus di antara pemain cewek *iyolah wong jowo kok*

Dan yang perlu diparesiasi besar adalah dagelan khas Jawa Timuran yang dibawakan oleh dua pelawak legendaris, yaitu Cak Kartolo dan Cak Sapari. Memang deh, ketropakan Jawa Timur gak onok tandingane. Kemudian, aku ikut acungi jempol terutama kepada sutradaranya yang bisa memanfaatkan benda-benda sepele/bahkan tidak penting menjadi sebuah bahan tertawaan yang luar biasa. Out of the box. Bayangkan, satu mangkok bakso saja bisa bikin satu studio ketawa pecah. Good job!

KONTROVERSI KATA 'JANCOK'

Sebenarnya, kalau kalian tinggal di Jawa Timur, terutama di Surabaya atau mungkin Malang, kata 'Jancok' sudah dianggap biasa. Bahkan jadi sapaan umum. Misal dengan sahabat dekat, pasti pada cak-cok cak-cok, wes biasa. Tapi di kebanyakan daerah, kata Jancok masih dianggap sebagai kata kasar, tidak sopan. Kata yang diucapkan saat marah, umpatan. Jadi, tidak semua kalangan bisa mempersepsikan kata Jancok sebagaimana orang Surabaya atau Malang melakukannya.

Jadi kesimpulannya adalah, buat siapa pun yang menonton film ini, tolong pandai-pandailah untuk mencari nilai baik dan buruknya. Apalagi sepanjang film kita tahu bahwa banyak kata Jancok yang bertebaran. Aku sudah terlalu biasa sebenarnya, tapi untuk mereka yang tidak terbiasa? Mungkin mereka akan merasa terganggu atau bahkan sampai ngelus-ngelus dada? Yah, mungkin inilah yang namanya culture shock. Kita tidak bisa menyalahkannya, tapi cukup menerima dan menghargainya saja.

Bagaimana jika ada anak kecil nonton film ini? Anak kecil tidak mungkin datang ke bioksop sendiri. Mereka pasti 'dibawa' oleh orangtua, atau saudara, atau yang lain. Jadi, buat kalian yang membawa anak atau adik atau siapa pun yang masih kecil, jadilah pendamping yang baik. Karena di satu sisi, sebenarnya target penonton film ini bukan anak kecil. 

Takutnya jika kalian membiarkan anak/adik kalian ikut nonton film ini, mereka akan meniru apa yang ditampilkan sepanjang film. Because we know that the children are the best imitators, right? Jadi, saran dari aku, tetap tanamkan nilai-nilai yang baik kepada mereka sampai mereka tahu sendiri, tahu terhadap apa yang mereka butuhkan, tahu tentang kemana mereka akan melangkah, dan tahu mana yang baik dan buruk untuk dilakukan.

CIK, SOK BIJAK POL YA AKU, HAHAHA.

Ok guys, that was all my review about YOWIS BEN movie. Semoga tidak menjadi spoiler buat kalian yang belum nonton. Kerja yang baik untuk semuanya, mulai sutradara, pemain, dan kru-kru yang terlibat. You all did it well. Dan, harapannya, semoga filmnya laris, bisa tembus SATU JUTA, juga semoga Mas Bay tetap berkarya terus. Kalau boleh, Yowis Ben part 2 juga nggak papa, hahaha.

Salam Jancuk!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun