Lalu, ketika cerita sampai pada bagian saat Susan dan Bayu bertengkar, lalu Susan kembali dekat dengan Roy, aku seketika berharap Susan akan mengejar-ngejar Bayu setelah itu. Mengingat setelahnya, Bayu sukses dengan Yowis Ben. Akan sangat menarik jika Susan yang berbalik tergila-gila dan mengejar Bayu. Tapi ternyata tidak. Hubungan keduanya kembali berjalan biasa dan seolah tidak terjadi apa-apa.
Tapi ya, Cut Meyriska cuantik banget di sini, hahaha. OPO SEH GAK NYAMBUNG, CUK!!
PENGGUNAAN BAHASA JAWA YANG MENDOMINASI
Salah satu kekuatan atau daya tarik utama dari film ini adalah hampir keseluruhan adegan menggunakan bahasa Jawa. Ya, memang hal ini dilakukan dengan niatan agar budaya Jawa bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat Indonesia dan tidak lagi dianggap remehan. Begitulah yang pernah dikatakan Mas Bay. Hal ini pun sempat menimbulkan pro dan kontra di sosial media karena mengingat film ini akan dipublis secara nasional, sementara tidak semua orang Indonesia mengerti bahasa Jawa.
Namun, tim produksi tidak sebodoh itu, tidak mungkin jika mereka tidak menyediakan subtitle. Subtitle inilah yang menjadi, istilahnya.. penyelamat bagi mereka yang tidak memahami bahasa Jawa. Dengan harapan agar kalangan siapa pun, atau golongan masyarakat mana pun, yang menonton film ini, tidak hanya bisa menikmati secara visual, secara gambar, tapi juga bisa paham tentang bagaimana alur ceritanya.
Namun satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa tidak mudah menyampaikan komedi, jokes, atau guyonan, terlebih yang sifatnya kedaerahan, menjadi sebuah terjemahan (ke bahasa Indonesia). Karena ada banyak kemungkinan jokes tersebut tidak benar-benar tersampaikan, tidak ngena, dan jatuhnya 'krik'. Alasan lain karena, kekuatan jokes itu paten pada kata/bahasa aslinya. Misal, sebuah jokes yang real Jawa Timuran, akan sangat aneh atau mungkin tidak lucu jika dialih bahasakan ke Indonesia. Karena mungkin, tidak ada diksi yang tepat kali ya untuk merepresentasikannya? HMMM AKU NGOMONG OPO SEH HAHAHA. Dan aku akui, memang hal itu terjadi di film ini. Jadi ya, mau gimana lagi, setidaknya masih ada banyak hal yang bisa ditertawakan dari film, even untuk mereka yang tidak paham sama sekali bahasa jawa.
MENGANGKAT KULTUR KEDAERAHAN
Penggunaan bahasa Jawa yang mendominasi di film ini memang menjadi poin plus dalam upaya menjunjung tinggi nilai keberagaman dan tentunya kedaerahan. Seperti yang pernah Mas Bay bilang, kekuatan dari daerah sangat kuat. Oleh karena itulah, nilai kedaerahan di film ini tidak hanya dihadirkan lewat penggunaan bahasa Jawa dan guyonan khas ala Jawa Timuran saja, namun juga diangkat melalui setting cerita yang mengeksplor penuh kota Malang, Jawa Timur.
Lebih tepatnya, Kampung Warna Warni. Beberapa kali pernah melihat dan mendengar tentang keberadaan kampung ini. Namun, sampai sekarang belum kesampaian juga mau ke sana, hehe. Aku rasa, masyarakat Jawa Timur, terutama Malang, harus mengapresiasi besar rilisnya film ini. Karena Mas Bay pun bertekad untuk mengangkat tanah kelahirannya itu secara nasional, yang mana, kemungkinan besar itu juga bisa meningkatkan the number of tourist visits tiap tahunnya. Bener-bener perlu diapresiasi.
Selain Kampung Warna Warni, ada juga spot lain yang turut dieksplor dalam film ini, seperti Museum Angkut dan Alun-Alun Kota Malang.
PERFORMA DAN KUALITAS PARA PEMAIN