3. Pemberlakuan Kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), akan menyebabkan terjadinya perubahan system manufaktur dan pola distribusi barang yang akan terbagi tiga (3) pelaku utama yaitu: Principles, Manufacturer dan Distributor. Pelaku usaha dari negara ASEAN memandang Indonesia merupakan pasar terbesar di ASEAN, sehingga membuka peluang bagi mereka untuk menjual produk ke Indonesia, baik dengan melakukan distribusi prduk langsung ataupun dengan membuka pabrik di beberapa wilayah potensial, dengan menggunakan pola makelon (outsourcing). Tentunya ini membuka peluang bagi penyerapan tenaga kerja, serta bidang industri terkait di rantai pasoknya.
4. Walau ekonomi nasional di prediksi bertumbuh sebesar 5,7%, akan tetapi dalam beberapa sektor industri, khususnya industri yang langsung berhubungan dengan pelanggan akhir, pertumbuhan ini tidak membantu naiknya daya beli masyarakat. Dampak dari pertumbuhan semu (fake growth) yang terjadi selama 5 tahun terakhir sangat mempengaruhi kelangsungan hidup industri-industri hilir yang menyebabkan proses seleksi alam masih akan hingga pertengahan tahun 2017 yang memaksa terjadinya perubahan dalam bisnis proses beberapa perusahaan.
Upah Buruh, Kesejahteraan dan Daya Saing
Masalah ketenagakerjaan, khususnya Upah Minimum, merupakan isu yang sangat krusial bagi berbagai pihak di Indonesia. Bahkan, Upah Minimum merupakan isu yang ampuh yang digunakan untuk menarik kaum buruh berpartisipasi dalam setiap demo buruh, baik setiap tanggal 01 Mei, maupun dalam demo-demo yang dilakukan di luar tanggal tersebut, dengan mengkaitkan isu Upah Buruh dengan kesejahteraan.
Pada tanggal 23 Oktober 2015, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tentang Pengupahan, di mana kenaikan upah menggunakan formulasi UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % Δ PDBt)}. Hal ini mendapat tanggapan yang positif dari pelaku usaha, namun mendapat penolakan dari beberapa organisasi pekerja, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang menyatakan “Dengan skenario kenaikan yang rata-rata hanya 10% setiap tahunnya, menurutnya, upah buruh Indonesia akan semakin jauh tertinggal jika dibandingkan negara tetangga”, ujar Muhammad Rusdi selaku Sekjen KSPI.
John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris (1883-1946), berpendapat bahwa kenaikan tingkat upah berbanding lurus dengan peningkatan permintaan uang, baik dengan motif transaksi (kenaikan pendapatan pekerja) maupun motif spekulasi, sehingga mengakibatkan peningkatan suku bunga perbankan. Masih menurut Keynes, kenaikan tingkat upah juga berarti meningkatnya daya beli atau konsumsi dari masyarakat secara umum.
Akan tetapi, dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini, dimana partumbuhan ekonomi dibangun dari sektor konsumsi, bukan sektor produktif, kenaikan upah tidak berarti meningkatnya daya beli atau konsumsi masyarakat. Kenaikan upah, sangat dipengaruhi oleh laju inflasi. Dalam kenyataan, kenaikan upah juga memicu kenaikan harga-harga barang, khususnya sembako yang secara umum melebihi persentase kenaikan upah itu sendiri.
Dari sisi pelaku usaha, kenaikan upah merupakan ancaman yang serius bagi kelangsungan hidup perusahaan, bila tidak disertai dengan peningkatan produktivitas. Secara umum, kenaikan upah minimum 10% menimbulkan kenaikan biaya produk dan jasa rata-rata sebesar 4% -5% (akan berbeda bagi perusahaan padat karya). Demi mensiasati kenaikan ongkos produksi/layanan per unit, maka hampir seluruh pelaku usaha menaikkan kapasitas produksi per tahun, di atas 5%. Dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,4% - 1,5% per tahun dan ketatnya persaingan antar pelaku usaha khususnya produk-produk fast moving, maka perlahan namun pasti, akan terjadi penumpukan hasil produksi (over supply), yang bila tidak diantisipasi dengan baik, akan berdampak buruk bagi keberlangsungan usaha. Sehingga kenaikan upah yang tinggi (lebih dari 5%) dan tanpa disertai dengan peningkatan produktivitas pekerja (walaupun hal ini sulit untuk ditemukan), akan mempengaruhi daya saing perusahaan Indonesia, terutama Industri/Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan perusahaan padat karya. Kenaikan upah ini juga memicu terjadinya berbagai upaya efisiensi dari pelaku usaha termasuk upaya rasionalisasi melalui pengurangan tenaga kerja (PHK) dan penggunaan teknologi mekanisasi/otomasi.
Sesungguhnya, kesejahteraan rakyat merupakan kewajiban pemerintah, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, bukan semata-mata tanggung jawab pelaku usaha atau pihak pemberi kerja. Dari beberapa komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang menjadi dasar perhitungan kenaikan upah, komponen terbesar adalah kebutuhan akan Sembilan Bahan Pokok atau Sembako, Sandang dan Papan (Perumahan) dan ketiga komponen ini juga yang mempengaruhi terjadinya laju inflasi. Pemerintah, baik Eksekutif dan Legislatif memiliki kemampuan dan kuasa untuk melakukan pengendalian terhadap ketiga komponen ini. Kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab pemerintah, oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat, khususnya para pekerja dan buruh mendesak pemerintah melalui lembaga legislative untuk mengeluarkan berbagai kebijakan yang berguna untuk mengendalikan harga ketiga komponen tersebut.
Tenaga Kerja Indonesia saat ini, bukanlah tenaga kerja dengan upah murah. Kisruh upah minimum telah mengganggu minat investasi ke Indonesia, khususnya untuk usaha padat karya, dan mempengaruhi daya saing perusahaan nasional, khususnya dalam memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN. Upah Tenaga kerja di Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dari upah tenaga kerja di Kamboja dan Vietnam yang saat ini merupakan tujuan alternatif investasi di Asean. Selain itu, kedua negara ini juga tidak berlaku kebijakan tunjangan transportasi dan Tunjangan Hari Raya (THR).