Maraknya money politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mengundang kecaman dari berbagai pihak dan mendorong tuntutan untuk melakukan reformasi dalam sistem pemilihan.
Menurut data terbaru dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat laporan dan bukti yang menunjukkan bahwa praktik money politik semakin marak di berbagai daerah.
Kampanye yang seharusnya berfokus pada visi-misi dan program kerja, kini terancam oleh campur tangan finansial yang mencoba mengarahkan dukungan pemilih.
Praktik money politik, yang melibatkan pemberian uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi hasil pemilihan, dinilai sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan keadilan.
Dalam dua wawancara terpisah, masyarakat umum dan pemilih pemula menyampaikan pandangan mereka serta langkah-langkah konkrit untuk melawan praktik yang dinilai merusak demokrasi ini.
Pandangan Masyarakat
Seorang warga Sukabumi, Ratih, menegaskan pandangannya terhadap money politik sebagai suatu ancaman serius terhadap prinsip demokrasi.
"Saya merasa bahwa money politik merusak integritas dan arah demokrasi kita. Praktik-praktik ini mengarah pada perlakuan tidak etis dalam upaya merebut kekuasaan," ujarnya.
Mengenai dampaknya, wanita Ratih menilai bahwa money politik sangat berpengaruh, terutama di tengah pandemi saat ini.
"Dengan sulitnya mencari nafkah saat ini, uang dapat mengubah pikiran seseorang. Ini menjadi permasalahan yang perlu segera diatasi untuk menjaga integritas demokrasi kita," tambahnya.
Dalam menghadapi money politik, ia menyarankan langkah-langkah konkrit.
"Kita harus bersama-sama menolak money politik," pungkasnya.
Pandangan Pemilih Pemula
Dibalik itu, seorang pemilih pemula, Yohana, menyampaikan pandangannya terhadap money politik dengan menyoroti aspek hukum.
"Money politik ini jelas melanggar UUD Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Kita sebagai pemilih pemula harus bersatu dalam memberantasnya," ujarnya.
Tentang pengaruh uang dalam money politik, Yohana mengatakan bahwa hal itu tergantung pada jumlahnya.
"Diberikan Rp 50.000/KK mungkin tidak berpengaruh, tetapi bila jumlahnya besar seperti Rp 1.000.000, kemungkinan besar akan berpengaruh karena ada yang diingat," pungkasnya.
Walau masih pemilih pemula, ia menyatakan niatnya untuk ikut serta dalam menolak sistem money politik.
"Meskipun belum memiliki tindakan kongkret saat ini, saya berkomitmen untuk turut serta dalam penolakan money politik di era pemilihan umum ke depannya," tegasnya.
Semakin maraknya suara penolakan terhadap money politik dari berbagai kalangan masyarakat dan pemilih pemula di Pematangsiantar menjadi momentum penting dalam menjaga integritas dan keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
Aksi bersama dan kampanye anti money politik diharapkan dapat menciptakan pemilu yang bersih dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H