Salam untuk semua...
Panja DPR RI telah mendengar pendapat 2 profesor hukum yakni Prof ANDI HAMZAH dan Prof. ROMLI ATMASASMITA. Proses dengar pendapat tersebut menghasilkan pendapat berbeda yang mana Prof. Andi Hamzah merasa tidak perlu ada dewan pengawas KPK, dan sebaliknya Prof Romli menilai perlu dewan pengawas bahkan mengusulkan pembentukan UU KPK baru.Â
http://m.detik.com/news/berita/3137792/prof-andi-hamzah-kpk-tidak-butuh-dewan-pengawas
Sebelumnya saya sudah pernah menyampaikan bahwa KPK tidak perlu pengawas karena DPR selama ini sudah dapat mengawasi kinerja KPK. Prof Andi Hamzah mendasari penolakan adanya dewan pengawas karena akan memakan biaya dan energi yang cukup besar. Mari kita telusuri pandangan Prof Andi Hamzah selama ini terhadap kinerja KPK :
1. Prof Andi Hamzah dalam kapasitas sebagai ahli di depan persidangan menyampaikan pada pokoknya bahwa JPU KPK dapat saja menuntut pencucian uang karena sistem tunggal dalam penuntutan yang dianut di Indonesia atau diartikan JPU KPK adalah JPU Kejaksaan Agung
http://kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1251-kpk-djoko-mencuci-uang-sejak-sebelum-2011
dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini :
Dalam Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang Kejaksaan Tahun 2004 tercantum, 'Kejaksaan adalah satu dan tidak terbagikan. Jaksa Agung berada di puncaknya’. Jaksa adalah satu yang tugas dan wewenangnya dalam penuntutan dan Indonesia menganut sistem penuntutan publik tunggal (single public prosecutor)," kata Andi.
2. Penyadapan harus dilakukan seizin Hakim (RUU KUHAP) kecuali mendesak dan dilakukan dalam batas waktu tertentu.
Pendapat Prof Andi Hamzah di atas sepertinya dilandasi pandangan beliau bahwa harus ada harmonisasi antar UU sehingga tidak heran beliau seperti lebih mengedepankan optimalisasi UU yang ada saat ini dan kalaupun perlu ada perbaikan dilakukan terlebih dahulu pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP dan barulah kemudian dilakukan sinkronisasi atau harmonisasi atas aturan yang lebih khusus atau lex specialis.
Lalu, apa yang perlu dicermati dari pendapat Prof. Romli Atmasasmita yang mendorong pembentukan lembaga pengawas bagi KPK :
1. Prof. Romli sepertinya menilai cukup banyak kekurangan KPK dalam menjalankan amanah mencegah maupun memberantas korupsi, namun ada titik beratnya bahwa pimpinan KPK masa Abraham Samadlah yang banyak menjadi tolak ukur kinerja beliau.
2. Soal penyadapan oleh KPK nampaknya beliau juga meminta adanya pengaturan soal batas waktu dan prosedur melakukan penyadapan diatur dalam UU bukan SOP internal KPK
Beberapa pendapat hukum tentang pengawasan terhadap kinerja KPK (penyadapan, penggeledahan, penangkapan dan upaya paksa lainnya) antara lain :
a. Pengawasan KPK melalui Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang diatur dalam RUU KUHAPÂ
"Walau demikian, tetap harus diperhatikan bahwa mekanisme kontrol penting untuk memastikan akuntabilitas penegak. Jika KPK memandang Hakim Pemeriksa Pendahuluan terlampau restriktif, misalnya, harus dicarikan solusi agar KPK tidak dipandang sebagai lembaga yang anti kontrol atau control-proof."
Apa itu Hakim Pemeriksa Pendahuluan atau ada disebut juga Hakim Komisaris dapat dibaca dalam artikel ini.
Pada intinya, Hakim dengan jabatan spesial tersebut nampaknya berada dibawah kekuasaan Presiden, namun jika habis masa kerjanya kembali menjadi hakim biasa. Artinya, kalaupun akan ada Hakim Komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap KPK dan penegak hukum lain, tetap pengawasan tersebut digantungkan terhadap produk seorang Hakim yang kebetulan namanya lebih spesial.
Soal Hakim Komisaris ini dapat dipandang bagian dari hasil kerja Prof Andi Hamzah sebagai Ketua Tim perumus RUU KUHAP.Â
b. Pegawasan KPK dengan lembaga eksternalÂ
c. Pembentukan komite audit/pengawas independen
Adanya persamaan bahwa KPK perlu diawasi dari berbagai pendapat tersebut sebenarnya akan berkutat kepada seberapa independennya lembaga atau badan atau komite pengawas tersebut ? Isu itu saja akan memakan waktu belum lagi kewenangan pengawasan sebaiknya pada awal dan akhir (pengujian) pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan atau hanya pada tahap pengujian atas proses penyelidikan dan penyidikan ? Sungguh isu ini saja tidak bisa hanya dengan cara revisi UU KPK melainkan seluruh UU terkait yang membangun sistem peradilan pidana di Indonesia.
Selain itu, mudah dinilai dan banyak sekali contoh lembaga pengawas atau lembaga ad hoc yang dibentuk selama ini dalam amanah mengawasi lembaga kementerian maupun badan dan lain-lain, apa yang terjadi ? Harus juga diingat dewan pengawas yang difungsikan menguji proses penyelidikan penyidikan dan mungkin penuntutan di KPK bukankah juga menambah birokrasi proses penegakan hukum yang sebenarnya "intervensi" akan begitu banyak hambatan dan keluh kesah dalam melakukan pekerjaan di KPK termasuk risiko kasus "menggantung" karena produk pengujian yang dilakukan dewan pengawas bersifat administratif belaka yang akhirnya didorong untuk diuji kembali oleh Hakim. Berbelit-belit bukan ?
Pada akhirnya, Hakim adalah kekuasaan yang memegang pengawasan tertinggi dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Sekali lagi, Hakim yang adil dan bermartabat adalah pengawas terbaik dan independen terhadap kinerja penegak hukum.
Â
Tetap semangat!
Bonardo Paruntungan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H