Mohon tunggu...
Bonita Simanjuntak
Bonita Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komuniaksi 2020

Saya merupakan mahasiswa salah satu universitas swasta di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film

Headshot Salah Satu Film Action Terbaik Indonesia: Sudah Pantaskah Lulus Sensor??

14 September 2022   22:27 Diperbarui: 15 September 2022   21:12 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Netflix

Film bisa kita pandang sebagai kreasi dan karya manusia yang didalamnya terdapat unsur estetika dan dapat dilihat sebagai media komunikasi, di mana film digunakan sebagai media dalam menyalurkan pesan kepada publik (Permana. dkk, 2019, 186)

Seiring perkembangan zaman, film semakin bervariatif dalam hal pengemasan hingga pesan yang terkandung di dalamnya.

Di Indonesia sendiri dengan semakin banyaknya jenis film yang tercipta, pemerintah kemudian membentuk sebuah regulasi yang mengatur terkait penayangan film di Indonesia. 

Regulasi dalam dunia perfilman oleh pemerintah berkaitan dengan kebijakan pemerintah serta kelembagaan terkait hukum formal dan berupa aturan perundang-undangan yang mengandung berbagai unsur penting (Astuti, 2022, h. 49)

Untuk merealisasikan regulasi dalam dunia perfilman, maka muncullah istilah yang digunakan sensor dalam perfilman.

Sensor film sendiri menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2019 dapat dimaknai sebagai penelitian serta penentuan terkait kelayakan film serta iklan film untuk di pertunjukan pada khalayak umum (Astuti, 2022, h. 51)

Pada artikel kali ini, saya akan mengajak anda untuk menganalisis salah satu kasus pelanggaran regulasi dan sensor film Indonesia.

Film Headshot (2016)

Headshot dapat menjadi contoh dari masalah pelanggaran regulasi dan sensor yang ada di Indonesia.

Headshot merupakan salah satu film laga/action asal Indonesia yang bisa dibilang sukses di pasaran bukan hanya Nasional tetapi juga Internasional.

Pada 3 minggu setelah penayangan perdananya tanggal 8 Desember 2016 , film ini telah menarik sebanyak 700.000 penonton.

Film ini diperankan oleh berbagai aktor dan aktris ternama seperti Iko Uwais, Chelsea Islan, Julie Estelle, dan sederet aktor ternama Indonesia lainnya.

Secara singkat, film ini menceritakan mengenai pria yang dulunya adalah seorang penjahat serta petarung kejam yang kehilangan ingatan, kemudian seorang dokter muda membantu dan merawat pria tersebut. Pria itu kemudian hidup dengan identitas baru.

Sebagai film dengan genre action, film ini banyak memunculkan adegan kekerasan dan adegan berdarah di dalamnya. 

Seharusnya Tidak Lulus Sensor

Sebuah film, ketika dinyatakan tidak lulus sensor maka film tersebut akan dikembalikan kepada pemilik film untuk di perbaiki. Perbaikan film pun memiliki batas waktu, dimana hanya dapat dilakukan tiga kali (Astuti, 2022, h. 53)

Sementara itu, dalam proses memperoleh surat tanda lulus sensor (STLS), film Headshot telah melewati proses penyensoran sebanyak tiga kali yang dilakukan LSF.

Penyensoran dilakukan tentunya  dengan mengikuti kebijakan sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Pengelolaan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film Dalam Peredaran.

Salah satu pasal dalam Undang-Undang 14 Tahun 2019 ini, yaitu Pasal 8 tentang Kriteria Penyensoran yang berbunyi:

Penyensoran meliputi isi Film dan Iklan Film dari segi: 

a. kekerasan, perjudian, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; 

b. pornografi; 

c. suku, ras, kelompok, dan/atau golongan; 

d. agama; 

e. hukum; 

f. harkat dan martabat manusia;

g. usia penonton Film.

Berdasarkan pada pasal ini, cukup menjadi pertanyaan terkait mengapa film Headshot ini dapat lulus sensor.

Pasalnya, terdapat begitu banyak adegan kekerasan dalam film yang tayang tahun 2016 ini.

Sumber gambar: Jadiberita.com
Sumber gambar: Jadiberita.com

Sebagai contoh, adalah adegan ketika Iko Uwais yang merupakan pemeran utama dalam film ini melakukan pertarungan dengan tangan kosong yang menunjukan banyak darah.

tak hanya itu, terdapat adegan yang lebih vulgar lagi dimana penjahat membunuh orang-orang dengan senjata api yang menunjukan adegan berdarah hingga mulut orang-orang yang ditembak mengeluarkan darah.

Berbagai adegan ini, berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2019 Pasal 8 tentang Kriteria Penyensoran telah melanggar dan tidak dapat ditetapkan lulus sensor terkait adanya adegan kekerasan dalam film ini.

Dalam kasus ini,seharusnya LSF meninjau dan memberi catatan kepada pihak yang memproduksi film untuk kemudian dilakukan revisi atau perubahan terhadap adegan-adegan film yang dianggap tidak sesuai kriteria. 

Daftar Pustaka

Astuti, R.A. V. (2022). Filmologi Kajian Film. UNY Press:Yogyakarta.

Permana, R. S. M., Puspitasari, L., & Indriani, S. S. (2019). Industri film Indonesia dalam perspektif sineas Komunitas Film Sumatera Utara. ProTVF, 3(2), 185-199.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun