Lalu prinsip-prinsip ilmu alam yang juga bersifat kausalitas dan dirumuskan secara induktif itu tidak pasti. Jadi, air mendidih bukan karena dipanaskan, melainkan air mendidih setelah api dinyalakan.
Pemikiran ini lantas membuat Hume menjadi penganut skeptisisme yang adalah paham yang mengatakan bahwa kita tidak pernah dapat memperoleh pengetahuan yang pasti; pengetahuan kita hanya berupa kemungkinan-kemungkinan.Â
Pemikiran Hume ini tidak hanya menyerang ilmu-ilmu alam yang mendasarkan diri pada penyimpulan induktif dan prinsip kausalitas, namun juga menyerang agama dan Tuhan.
Dalam bidang etika, Hume memiliki argumen bahwa rasio manusia bukanlah penentu tindakan manusia. Argumen ini hendak melawan para rasionalis yang berpendapat bahwa kemampuan membedakan yang benar dan yang salah sudah tereksistensi dalam rasio manusia. Manusia, menurutnya, tidak diatur dan dikendalikan oleh akal budinya (reason), melainkan oleh keinginan atau nafsu-nafsunya (passions).Â
Jika kita memutuskan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan, kita melakukannya karena rasa-perasaan kita bukan karena daya nalar kita. Hume juga mengatakan bahwa setiap orang memiliki perasaan simpatik terhadap penderitaan orang lain sehingga setiap orang memiliki kapasitas untuk berbela rasa dengan orang lain.
Â
Daftar  Pustaka
Copleston, Frederick. A History Of Philosophy. New York : Â Doubleday, 1994
Hume, David. An Enquiry Concerning Human Understanding. ed. Tom L. Oxford :Oxford University Press. 1999.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H