"Jangan kau tiup trompet itu wahai laki-laki bersayap!"
"Kenapa, anak muda? Kau takut suara trompetku tidak akan semerdu dulu lagi?"
"Benar ... bahkan suara trompetmu akan memporak-porandakan bumi dan seisinya."
"Benarkah demikian? Bukankah ini sudah aku lakukan sejak dahulu kala dan tidak terjadi apa-apa dengan bumi?"
"Lihatlah trompet di tanganmu itu ... semakin lama semakin besar bentuknya. Ketahuilah ... dengan adanya sepasang sayap pada dirimu, kau telah berubah menjadi penduduk Negeri Langit dengan segala kekuatan yang menyertaimu. Malam ini aku membawa perintah Tuhanmu. Pulanglah ke Negeri Langit untuk kembali mengemban tugas dari Tuhanmu ... menjaga trompet sangkakala."
Laki-laki bersayap sungguh kecewa. Dia hanya bisa tertunduk lesu sambil memperhatikan trompet yang tidak jadi ditiupnya. Kemudian dipandanginya langit malam. Terlihat olehnya para bidadari malam telah turun ke langit bumi dan terbang menari-nari mengitari purnama kedua belas.
"Jika aku kembali ke Negeri Langit masih bisakah aku meniup trompet untuk menyambut para bidadari malam itu? Tuhan, bolehkah aku..." dia mencoba menyampaikan isi hatinya pada Tuhan.
"Bawalah serta trompet itu untuk menemani rasa sepimu di Negeri Langit dan tiuplah sesuka hatimu, hingga tiba waktunya engkau boleh meniup trompet sangkakala-Ku," jawab Tuhan mengerti isi hati laki-laki bersayap itu.
Laki-laki bersayap tersenyum lega dan segera mengepakkan sayapnya terbang menuju Negeri Langit.
Solo.10.03.2019
Bomowica