Sampai di simpang empat bundaran air mancur Pak Kusir membelokkan andongnya ke kiri. Dia melecutkan cemetinya di samping kudanya agar berjalan lebih cepat lagi.Â
Sang kuda terkejut dan segera menghentakkan kakinya. Terdengar suara tapal kuda yang beradu dengan jalan beraspal. Dan juga terdengar sayup-sayup alunan irama musik Jawa dari radio milik Pak Kusir.
Andong mengantarkan Ibu dan Putri menyusuri jalanan menuju Wirobrajan. Putri duduk di depan di samping Pak Kusir. Angin dingin bertiup sepoi-sepoi membelai lembut helaian rambut panjang milik Putri.Â
Pandangan matanya menerawang jauh menyusuri jalanan di depannya. Angannya melayang kembali mengingat kejadian itu dan berharap secepatnya dapat bertemu kembali dengan cowok pujaan hatinya.
Semakin ke barat jalanan mulai terasa sepi. Bunyi tapal kuda pun terdengar nyaring di telinga Putri. Dia mengarahkan pandangan matanya pada kuda di depannya. Seekor kuda berwarna coklat kemerahan begitu gagah menarik sebuah andong.Â
Seikat bulu ayam berwarna merah muda diikat di atas kepalanya. Rambut leher yang panjang dan berwarna lebih gelap tampak bergoyang-goyang seirama langkah-langkah kakinya. Setelah melewati sebuah jembatan, andong tiba di perempatan lampu merah.
"Belok kanan, Pak Kusir. Nanti ada gang pertama kiri jalan berhenti," kata Ibu.
"Baik, Bu," jawab Pak Kusir.
Andong berjalan pelan menuju sebuah gang di samping penjual bakmi Jawa. Sesaat kemudian Pak Kusir menarik tali kendali kudanya. Sang kuda pun berhenti tepat di depan gang tersebut.
"Di sini, Bu?" tanya Pak Kusir.
"Iya, Pak. Terimakasih banyak," jawab Ibu sambil menyerahkan sejumlah uang. Sementara Putri menurunkan barang-barang bawaannya.