- Pimpinan KPK di hadapan Tim 8 menjelaskan bahwa pencegahan Anggoro Widjojo dan pencabutan pencegahan Joko S. Tjandra telah sesuai dengan mekanisme yang ada dan telah berlangsung sejak pimpinan KPK periode pertama.
2. Lemahnya Bukti yang digunakan oleh Penyidik
- Dalam membuktikan apakah seseorang telah melakukan perbuatan pidana penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 421 KUHP juncto Pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka yang harus dibktikan adalah unsur-unsur dalam pasa-pasal tersebut. Unsur-unsur Pasal 421 KUHP adalah:
1)Pejabat;
2)Menyalahgunakan kekuasaan;
3)Memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.
Sedangkan pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memuat ketentuan pidana minimal dan pidana maksimal bagi yang melanggar Pasal 421 KUHP. Dengan demikian, yang harus penyidik/penuntut umum buktikan adalah unsur-unsur Pasal 421 KUHP.
- Alat bukti yang dimiliki penyidik dalam menjerat Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan sangat lemah karena tidak ada saksi-saksi yang menerangkan bahwa ada unsur “memaksa” dalam pencegahan perpergian keluar negeri atas nama Anggoro Widjojo dan pencabutan pencegahan berpergian keluar negeri atas nama Joko S. Tjandra.
- Dalam memeriksa Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto, Penyidik hanya mendasarkan pada penilaian bahwa pencegahan bepergian keluar negeri atas nama Anggoro Widjojo dan pencabutan pelarangan perpergian keluar negeri atas nama Joko S. Tjandra melanggar prinsip kolektif kolegial; status Anggoro Widjojo belum tersangka; dan terhadap Anggoro Widjojo belum dilakukan penyelidikan/penyidikan terlebih dulu, sehingga dirumuskan telah penyalahgunaan kekuasaan/wewenang.Terhadap prinsip pengambilan keputusan yang bersifat kolektif-kolegial, pimpian KPK pada 5 November 2009 telah menjelaskan kepada Tim 8 antara lain bahwa KPK telah memiliki mekanisme yang ditetapkan secara internal tentang pelaksanaan musyawarah antar pimpinan sebagai realisasi kepada putusan yang sifatnya kolektif itu. Karena KPK diberikan kewenangan juga mengatur sendiri mekanisme dalam menetapkan kebijakan sebagaimana yang diatur dalam pasal 25 ayat (2) UU KPK.
Hal tersebut telah berlangsung sejak pimpinan KPK pada periode pertama. Selain itu, ada konvensi atau kesepakatan di internal KPK bahwa pencegahan berpergian cukup dilakukan oleh komisioner yang membawahi tugas tersebut. Dan itu sudah diatur pula dalam Surat Keputusan Pimpian KPK No. KEP-447/01/XII/2008 tentang Perubahan Keputusan Pimpinan KPK No. KEP-33/01/I/2008 tentang Pembagian Tugas Pimpinan KPK Periode tahun 2007-2011.
- Terhadap pelarangan perpergian keluar negeri atas nama Anggoro Widjojo yang berstatus sebagai tersangka. Pasal 12 ayat (1) huruf b UU KPK tegas menyatakan bahwa “dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, KPK berwenang memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang berpergian ke luar negeri.” Kata “penyelidikan” dan “seseorang” pada rumusan pasal tersebut menunjukan bahwa KPK berwenang memerintahkan instansi terkait (imigrasi) untuk mencegah seseorang berpergian ke luar negeri apapun status orang itu, asalkan terkait dengan perkara korupsi yang sedang diselidiki KPK. Oleh karena itu, pencegahan seseorang oleh KPK tidak harus berstatus tersangka.
- Terkait dengan Anggoro Widjojo, pencegahan yang bersangkutan berpergian ke luar negeri a KPK sedang menangani perkara lain yakni, kasus Yusuf Erwin Faisal dan sudah incracht). Dalam perkara itu, Anggoro menyuap Yusuf Erwin Faisal dan pejabat di Departemen Kehutan (MS Kaban). Tindakan penyidik mengkaitkan keterlambatan penanganan kasus Masoro dengan utang jasa Chandra M. Hamzah terhadap MS Kaban sangat tidak berdasar.
- Pencabutan pencegahan atas nama Joko S. Tjandra juga tidak menyalahi ketentuan karena KPK sedang menyelidiki keterkaitan antara aliran uang dari PT. Mulia Graha Tatalestari sebesar 1 US$ kepada Urip Tri Gunawan-Artalyta Suryani. Dalam persidangan, tidak ditemukan keterlibatan Joko S. Tjandra dalam perkara suap Artalyta Susryani kepada Urip Tri Gunawan sehingga KPK mencabut pencegahan berpergian ke luar negeri tersebut. Berdasarkan hal-hal di atas, tidak cukup bukti bahwa kedua tersangka melakukan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang sebagaimana yang dituduhkan oleh Penyidik.
*
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI