Mohon tunggu...
aan rianto
aan rianto Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Issue HIV

Pengamat issue HIV, pendukung kampanye U=U, accidental activist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

HAS 2021 Bagaimana Target Upaya Penghentian Penularan Baru HIV

26 November 2021   10:41 Diperbarui: 26 November 2021   10:50 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang peringatan Hari Aids Sedunia 2021 upaya pencapaian target yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Kesehatan masih terlihat sangat carut marut.

Target dunia dalam penghentian penularan baru HIV adalah 95:95:95 ditaun 2025 dimana 95% Orang Dengan HIV tau status HIV nya, 95% Orang Dengan HIV melakukan terapi/pengobatan ARV dan 95% Orang Dengan HIV yang melakukan terapi ARV tersupresi Viral Loadnya <200 copies yang berarti tidak lagi dapat menularkan HIV keorang lain secara seksual.

Indonesia masih mengikuti "komitmen" awal 90:90:90 ditaun 2030. Tapi hingga akhir 2021 capaian VL terusupresi bagi orang yang hidup dengan HIV masih jauh dari angka 10%.

Banyak hal yang berperan serta dalam sulitnya capaian target tersebut sekalipun tidak sesulit mengurai permasalahan yang terjadi :

1. Ketersediaan reagan pemeriksa antibody HIV untuk testing sempat terjadi kekosongan.

2. Pengadaan ARV rejimen baru yang lebih ramah efek samping dan nyaman masih belum terdistribusi dengan baik bahkan saat banyak stok obat tersebut hampir kadaluwarsa.

3. Banyaknya informasi ambigu saat pemerintah berupaya melakukan transisi atau penggantian rejimen TLD (Tenofovir Lamivudin Dolutegrafir) untuk penyederhanaan rejimen ARV saat ini.

Hal ini juga tidak lepas dari informasi yang diterima oleh tenaga kesehatan pemberi arv dan juga komunitas :

a. TLD hanya untuk pasien baru, sementara banyak pasien baru yang juga masih mendapat rejimen lama (TLE : Tenofovir Lamivudin Efavirenz) dan mengeluhkan efek samping.

b. TLD hanya untuk pasien lama yang resisten terhadap rejimen sebelumnya dan mengalami efek samping berat.

Fakta dilapangan pasien baru mendapat rejimen yang dianggap hanya untuk yang resisten sementara yang menggunakan rejimen lama dan tetap terganggu efek samping Efavirenz tetap tidak diganti obatnya. Pemerintah melalui kementrian kesehatan sudah merencanakan transisi pengobatan HIV menjadi rejimen TLD ditaun 2022.

Sosialisasi yang dilakukan ditaun 2020 sepertinya tidak membuahkan hasil apapun karena masih banyak layanan yang tidak paham apa dan bagaimana penggunaan serta manfaat TLD dan mengapa ada rencana transisi. Hal ini semakin jelas terbukti bahwa saat pasien  dengan HIV menanyakan rejimen TLD dijawab belum tersedia dan satu bulan belakangan ini secara tiba2 stok berlimpah dan kadaluwarsa di Desember 2021.

Stok hampir kadaluwarsa ini tidak sesuai dengan pengadaan stok bulan berikutnya yang harusnya juga berjalan dengan permintaan rejimen baru.

Banyak layanan yang hanya fokus oada pengeluaran stok kadaluwarsa tapi tidak melakukan pengadaan obat bulan berikutnya.

Beberapa kasus terjadi adalah transisi dari TLE ke TLD dan kembali ke TLE.

TLE ke TLD kemudian ke Duviral Neviral.

TLE ke TLD kemudian ke Duviral Neviral+Dolutegrafir (karena ada koinfeksi TB)

TLE ke TLD kemudian ke Truvada+DTG.

Semua terjadi saat pasien diharuskan menghabiskan stok obat difarmasi (agar tidak kadaluwarsa) sekalipun mungkin pengobatan tersebut tidak sesuai dengan rejimen yang sebelumnya.

Terlepas bahwa sebelumnya pasien didoktrin bahwa obat obatan HIV tidak dengan mudah diganti ganti, jelang akhir taun 2021 banyak sekali perubahan rejimen yang terjadi bahkan kadang tanpa edukasi yang cukup kepasien.

Akhirnya pasien mengalami kebingungan dan kekuatiran akan stok pengobatan mereka sementara juru bicara kemenkes dalam salah satu pertemuan mengatakan stok TLD cukup hingga 49 bulan kedepan.

Kelebihan rejimen TLD dibanding rejimen lain :

1. Lebih cepat menurunkan Viral Load sehingga tidak lagi dapat menularkan kepasangan secara seksual.

2. Lebih minim efek samping sehingga memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV secara keseluruhan dan memperbaiki kepatuhan pengobatan 

3. Dapat dikonsumsi dengan atau tanpa makanan dan sedikit interaksi dengan pengobatan lainnya sehingga juga memperbaiki kehidupan sosial orang dengan HIV

4. Tersedia dalam dosis tunggal sehari sekali dan lebih tahan resistensi sehingga sangat membantu pasien yang kesulitan dan memiliki masalah dengan banyaknya obat yang harus mereka minum.

Kesemua kelebihan rejimen baru (TLD) diatas seharusnya dapat menjadi titik tolak untuk keseriusan upaya pencapaian target terutama mengurangi kasus putus obat karena efek samping berkepanjangan, kepatuhan pengobatan karena minim efek samping sehingga semua orang dengan HIV dapat melakukan pengobatan HIV dengan nyaman dan secepatnya mencapai Viral Load tersupresi yang berarti juga sudah memutuskan mata rantai penularan baru.

Kasus HIV sudah ada hampir 40 taun tetapi upaya pencegahan penularan baru masih belum terlihat hasilnya.

Penelitian mengenai U=U (Undetectable=Untransmittable) atau TDTM (Tidak terDeteksi=Tidak Menularkan) belum sepenuhnya dipercaya kalangan medis sebagai pendorong kepatuhan pengobatan orang dengan HIV. U=U mencegah penularan HIV hingga 100%.

PrEP yang harusnya sudah tersedia juga ternyata masih banyak yang belum tau dimana dan bagaimana aksesnya, demikian pula masih banyak tenaga kesehatan yang malah belum pernah dengar PrEP. Padahal PrEP dapat mencegah penularan HIV hingga 99%.

Negara kita hingga saat ini sepertinya masih terus berupaya keras agar penularan HIV dapat dihentikan dengan perbaikan moralitas. Terbukti edukasi penularan HIV tidak pernah jauh dari kata "sex bebas" bahkan ketersediaan kondom dilayanan untuk komunitas populasi kunci juga mulai langka .

Kombinasi terbaik untuk mencegah penularan baru HIV adalah TDTM+Kondom dan atau PrEP.

"Sex abstinence" dan "be faithful" sepertinya tidak akan membuahkan hasil apapun karena seks adalah hal yang personal dan dilakukan di ruang privat, siapa yang bisa memaksa orang untuk tidak melakukan seks atau mengharuskan menggunakan kondom sekalipun ditakut2i dengan penularan HIV?

Pertanyaan akhir menjelang peringatan Hari Aids Sedunia 1 Desember 2021 : "Seberapa serius kita mengupayakan penghentian penularan HIV?"

Pertanyaan yang harusnya kita tanyakan setiap taun, apapun program yang berupaya dijalankan.

Apakah program yang dijalankan juga melibatkan komunitas orang dengan HIV sebagai penerima manfaat langsung ataukah "kepentingan" mereka akan tetap (seperti yang selama ini terjadi) diwakilkan oleh pengelola program yang merasa bahwa mereka "sangat  berkepentingan" dalam setiap program yang mereka buat? Tanpa perlu melibatkan komunitas yang merasakan efek dan dampak langsung pengobatan yang mereka jalankan.....

Mungkin perlu diingatkan kembali bahwa penularan HIV tidak akan mungkin dapat dihentikan saat masih ada orang dengan HIV yang viral loadnya belum tersupresi!

Penularan baru HIV kepada orang negatif akan tergantung sepenuhnya pada keberhasilan pengobatan orang dengan HIV hingga mereka mampu mensupresi Viral Load mereka.

Saat pengobatan yang lebih baik dan membuat mereka nyaman tersedia lalu mengapa masih banyak "halangan" untuk mencapai hal tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun