'Tolonggg sayaa,, kamu Sobran kan di dalamm... tolong aku bran, aku lapar, aku haus, aku mau masukk brannn' rintihnya.
Tadinya aku tak akan menghiraukan, walau aku juga tak takut, tapi demi mendengar namaku dipanggil penasaranku terbit juga siapa gerangan manusia di luar. Kubuka pintu dan ia langsung masuk, tubuhya kotor sekali, campuran darah dan debu dari jalanan, sekujur badan basah dan, busana yang melekat tinggal sepotong celana pendek hitam. Ia telanjang dada dan telanjang kaki, aku tak mengenalinya.
'Siapa kau? kau kelihatan kacau sekali aku sampai tak mengenalimu, kawan' tanyaku.
'Kau sungguh lupa aku Bran? kawanmu sedang susah begini dan kau bisa melupakannya? aku tak heran.' peduli setan, pikirku.
'Sudah, cepat katakan siapa kau,' aku mengeluarkan pistol yang kuselipkan di celana, 'atau kau merasakan ini' , ancamku.
'Baik kalau begitu, main senjata kau pada kawan sendiri, aku Akhmad Solihin, Pemuda Rakyat dari Trenggalek, kita bertemu di rakornas Surabaya 2 tahun lalu.'
Aku menerawang sejenak, apa betul aku pernah mengenal anak ini, seandainya betul bagaimana ia dapat mengenalku? peristiwa beberapa hari ini agak membuat memoriku berlesatan.
'Lalu bagaimana kau dapat mengetahui aku berada disini?'
'2 hari lalu aku mencapai Sidoarjo dari tempatku, beberapa kali aku berganti identitas di tempat tempat yang aku singgahi, maklum aku banyak beragitasi propaganda di trenggalek, hampir semua orang pernah mengenaliku. Minimal melihatku berpidato, kawan kawan muda baik yang komunis atau bukan juga banyak berkawan denganku, ternyata banyak diantara mereka juga menjadi coro, bersedia menjadi antek angkatan darat demi menyelamatkan diri, huh dasar coro!'
'Lalu, untuk apa kau ke Sidoarjo? apa kawan kawan masih tersisa disana?' aku tak menyelipkan pistolku, tetap kubiarkan siaga di tanganku.
'Ya, aku mencari kawan Sudiro di kantor Seksi Comite, kantor itu sudah menjadi kuburan orang orang cina sekarang, apa kau juga sempat kesitu, Bran?'